Search
Close this search box.
EcoStory

Pemimpin Muda Masa Depan Bukan Kemustahilan

Bagikan Tulisan
Para peserta SED Nasional 2022 dari berbagai provinsi di Indonesia bersama Abetnego Tarigan, Deputi II Kantor Staf Presiden Republik Indonesia. (Foto: Yayasan EcoNusa/Mochammad Fikri)

James Canton, seorang futurolog asal negeri Paman Sam, menyatakan ramalannya melalui bukunya yang berjudul The Extreme Future, bahwa ada sepuluh tantangan yang akan dihadapi manusia di tahun 2025. Beberapa di antaranya, yaitu perubahan iklim, krisis energi, ancaman terorisme, globalisasi dan benturan kebudayaan, serta perkembangan teknologi. 

Terkait tantangan tersebut, Indonesia memerlukan fondasi yang kuat agar dapat bertahan dalam menghadapinya. Salah satunya dengan menyiapkan generasi muda agar menjadi pemimpin masa depan yang cekatan, tangguh, dan mau turun tangan melakukan aksi nyata untuk menjawab dan mengatasi berbagai tantangan tersebut.

Deputi II Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan menyampaikan kepada para peserta School of Eco Diplomacy (SED) Nasional 2022 bahwa dunia, termasuk Indonesia akan menghadapi setidaknya tiga tantangan besar, yakni krisis energi, krisis pangan, dan bermuara pada krisis keuangan yang terjadi akibat dampak perubahan iklim. “Ini merupakan satu situasi yang nyata dan suka tidak suka, harus kita hadapi bersama,” kata Abetnego.

Baca Juga: 35 Pemuda Siapkan Bekal Menjadi Diplomat Lingkungan

Dalam sesi kelasnya yang dilaksanakan pada 26 Agustus 2022, bertajuk “Membangun Kepemimpinan untuk Perubahan”, Abetnego berbagi pengalaman dan pengetahuan selama dia berkiprah di dunia kepemimpinan dan diplomasi lingkungan. Rekam jejaknya sebagai mantan aktivis yang kini bersinergi di dalam ruang pemerintahan tak lantas menyurutkan semangatnya bergerak demi membawa perubahan yang lebih baik untuk alam.

Abetnego mengatakan, untuk menjadi pemimpin di masa depan, generasi muda setidaknya harus memiliki lima hal dalam dirinya, yakni mampu adaptif terhadap perubahan yang terjadi, mampu membangun kecepatan di segala lini, berani mengambil risiko atas keputusan yang diambil, siap menghadapi kompleksitas akibat globalisasi, dan siap merespons kejutan-kejutan yang akan datang sewaktu-waktu karena cepatnya kemajuan teknologi.

Pemimpin juga manusia yang memiliki rasa takut. Namun seorang pemimpin yang baik harus dapat mengelola dan melawan perasaan gentar tersebut. Dalam paparannya, Abetnego menjelaskan terdapat tiga zona ketakutan yang harus dikelola untuk menjadi pemimpin, di antaranya zona pribadi, zona tim, dan zona organisasi. Membangun keberanian melawan rasa takut pada ketiga zona tersebut dapat dimulai dari hal-hal kecil. “Kita dapat memulainya dengan berani mengutarakan pendapat di forum dengan percaya diri, dan tanpa berpikir takut salah atau dianggap berbeda,” katanya.

Baca Juga: Pemuda Diharapkan Menjadi Generasi Nol-Bersih Emisi

Menurutnya, mewujudkan kesejahteraan alam dan masyarakat adalah sebuah perjuangan panjang yang membutuhkan andil banyak pihak lintas bidang, juga lintas generasi. “Kita itu berproses dan kita punya tanggung jawab untuk mempersiapkan diri. Kita adalah bagian dari menyiapkan kepemimpinan di segala level,” seru Abetnego kepada 35 pemuda peserta SED Nasional.

Semangat bibit-bibit pemimpin masa depan pun terlihat dari para peserta ketika sesi diskusi dan tanya jawab dibuka. Chalida Nisa, peserta asal Kalimantan Selatan, menjadi salah satu peserta yang mendapat kesempatan bertanya. Dalam pertanyaannya, pemudi yang akrab dipanggil Lida menyoroti kasus-kasus kriminalisasi para aktivis yang menyuarakan keadilan masyarakat adat dan lingkungan. “Bagaimana kita sebagai anak muda bisa mendapatkan ruang aman untuk dapat berani bersuara dan memperjuangkan keadilan?” tanyanya.

Menjawab pertanyaan Lida, Abetnego menjelaskan pentingnya melakukan konsolidasi gagasan sehingga menjadi ide kolektif yang diperjuangkan banyak pihak. Selain itu, penting juga untuk memformulasikan strategi yang benar tanpa memberikan pihak lain celah untuk mengintervensi, yang salah satunya berbentuk kriminalisasi.

Baca Juga: Belajar Berdiplomasi Lewat Media Sosial di SED Nasional

“Salah satu resep adalah, kita harus bisa memisahkan urusan personal dan urusan publik yang kita perjuangkan. Fokus ke tujuan perjuangannya, dan mencari solusi. Jangan dicampur aduk. Nah, ini perlu latihan di era yang sangat individual sekarang ini,” jawab Abetnego.

Menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah, namun bukan pula sebuah kemustahilan bagi para pemuda generasi penerus bangsa. Para peserta SED Nasional merupakan representasi tunas muda yang penuh semangat untuk membawa perubahan baik bagi Indonesia. Mereka siap melakukan aksi nyata untuk mengantar masa depan cerah bagi alam nusantara. Menutup sesinya, Abetnego mengatakan,  “Anda bukan generasi pewaris, tapi generasi penentu masa depan. Masa depan bukan di pundak kalian, tapi di tangan kalian.” 

Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved