Search
Close this search box.
EcoStory

EcoNusa Dukung Riset Kelautan dan Perikanan di Kepulauan Maluku

Bagikan Tulisan
Ilustrasi nelayan tradisional. (Yayasan EcoNusa)

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa kebijakan penangkapan ikan terukur merupakan amanah Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Penerapan kebijakan itu untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan sehingga laut Indonesia tetap lestari. 

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini Hanafi, mengatakan bahwa melalui penangkapan ikan terukur, kegiatan penangkapan ikan akan dilakukan dengan berbasis kontrol output yang memanfaatkan potensi sumber daya ikan yang ada. Sebelum ada kebijakan ini, penangkapan ikan menerapkan kontrol input. “Dengan sistem ini, kelemahannya adalah bahwa kita belum bisa mengendalikan secara optimal sumber daya ikan yang dimanfaatkan,” kata Muhammad. 

Untuk mendukung pemerintah dalam membangun kebijakan kelautan dan perikanan yang berkeadilan dan berkelanjutan, EcoNusa turut memfasilitasi penelitian sosial, ekologi, dan biologi di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 714 di Laut Banda, WPP 715 di Laut Seram, dan WPP 718 di Kepulauan Aru. EcoNusa bekerja sama dengan tiga peneliti muda dari Universitas Pattimura, Politeknik Kelautan dan Perikanan Maluku, dan Universitas Muhammadiyah Maluku. 

Baca Juga: Ketidakadilan di Sektor Kelautan dan Perikanan Perlu Disikapi

Penelitian ini bertujuan agar akademisi dapat memberikan rekomendasi berbasis riset yang akan dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan. Hasil riset ini akan diserahkan kepada pemerintah daerah dan pusat. “Kebijakan kelautan dan perikanan yang baik harus memasukkan rekomendasi berbasis bukti ilmiah yang benar-benar terjadi di lapangan,” kata Wiro Wirandi, Manajer Ocean di EcoNusa.

Pada 2022, target EcoNusa adalah menghasilkan tiga makalah riset dari target sembilan makalah riset. Kegiatan penelitian ini sudah berjalan sejak April 2022 dan diharapkan dapat selesai selama 6 bulan pada September 2022. Untuk mewujudkan hal ini, tim program Ocean EcoNusa bekerja sama dengan para pemangku kepentingan bidang kelautan dan perikanan di Maluku seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi, Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), perwakilan masyarakat adat, sektor swasta, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. 

Penelitian ini mencakup tiga hal pokok. Pertama, riset ini menyangkut analisis persepsi berkelanjutan terhadap perikanan tangkap skala kecil di Seram Bagian Barat dan Kabupaten Maluku Tengah. Kedua, persepsi masyarakat Aru terhadap kebijakan penangkapan ikan terukur. Ketiga, pokok riset menyangkut pengelolaan perikanan dalam skala kecil di Laut Banda. 

Baca Juga: Praktik Penangkapan Ikan Ilegal Masih Marak di Laut Indonesia

Untuk memastikan pelaksanaan riset ini sudah berjalan dengan sesuai rencana yang disepakati, EcoNusa melakukan monitoring untuk mengetahui perkembangan penelitian tersebut dari 29 Juli sampai 5 Agustus 2022. Monitoring ini dilakukan di Negeri Kawa di Kecamatan Seram Bagian Barat, wilayah Seram Selatan di Kabupaten Maluku Tengah, dan Kepulauan Aru. 

“Selain mengecek perkembangan penelitian, monitoring ini juga penting untuk membangun rekomendasi berbasis bukti ilmiah demi keberlanjutan perikanan skala kecil yang terdampak oleh kebijakan penangkapan terukur nantinya,” kata Wiro. 

Sesuai kebijakan penangkapan ikan terukur, KKP akan membagi wilayah menjadi beberapa zona untuk beberapa kepentingan, yaitu zona industri, zona perikanan lokal, dan zona perlindungan. Zona industri akan dibagi ke beberapa WPP,  yaitu WPP 572 (barat Sumatera dan Selat Sunda), 573 (selatan Jawa sampai selatan Nusa Tenggara), 711 (Laut Natuna), 715 (Laut Maluku), 716 (Laut Sulawesi), 717 (Teluk Cenderawasih dan Perairan Samudera Pasifik), dan 718 (Laut Aru, Laut Arafuru).

Baca Juga: Penangkapan Ikan Terukur Abaikan Ekosistem dan Kesejahteraan Nelayan

Sementara untuk zona perikanan lokal akan berada di WPP 572 (barat Sumatera dan Selat Sunda), 712 (Laut Jawa), dan 713 (Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Bali). Lalu untuk zona perlindungan ada di WPP 714 (Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda). Dari jumlah pembagian zonasi ini, tampaknya pemerintah belum memperhatikan keadilan perikanan,  pemanfaatan, dan pemberdayaan WPP.

Diharapkan para peneliti tersebut akan dapat memberikan tawaran dan solusi terkait kebijakan penangkapan ikan terukur. Karena itu, rekomendasi akademisi ini sangat diperlukan sebagai masukan terhadap kebijakan yang dibuat oleh KKP.

Editor: Leo Wahyudi, Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved