Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Ketidakadilan di Sektor Kelautan dan Perikanan Perlu Disikapi

Bagikan Tulisan

Implementasi kebijakan terkait pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan harus mendapat perhatian khusus agar menjadi salah satu tonggak perekonomian Indonesia di masa depan. Pengelolaan sumber daya secara berkeadilan dan berkelanjutan menjadi syarat mutlak agar dapat terwujud triple win bagi masyarakat, alam, dan ekonomi.

Pelaksana tugas Direktur Bidang Kerja Sama Internasional dan Reformasi Kebijakan, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Grace Gabriella Binomo, mengingatkan pentingnya pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berlandaskan asas keadilan dan berkelanjutan. Hal itu terangkum dalam penyelenggaraan Simposium Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia (F2PTPKI) yang berlangsung pada 17-19 Mei 2022 di Ternate, Maluku Utara.

Grace merujuk pada pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam praktiknya, hal itu masih jauh panggang dari api. Ketidakadilan terjadi terjadi di berbagai sektor kelautan dan perikanan.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Rancang Peraturan Negeri Demi Lindungi Wilayah Pesisir

“Sumber daya kelautan dan perikanan menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun ketidakadilan masih terjadi. Ada perampasan ruang laut, pencemaran laut, distribusi manfaat ekonomi yang tidak merata, marginalisasi perempuan, serta pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hak masyarakat adat,” ungkap Grace.

Terkait perlindungan HAM pekerja migran pelaut perikanan, Grace menyarankan pemerintah untuk mengakselerasi penerbitan peraturan pemerintah tentang perlindungan dan penempatan pelaut awal kapal dan pelaut perikanan. Ia juga menyayangkan rencana pemerintah memberlakukan sistem kontrak terkait pemanfaatan sumber daya perikanan. Menurutnya, rencana tersebut harus disikapi dengan hati-hati.

“Berkaca pada pengalaman masa lalu, saat kapal asing dan eks-kapal perikanan asing diperbolehkan menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif, pada 2000-2014 tingkat kepatuhan pelaku usaha sangat rendah. Pengawasan sulit dilakukan. Ditemukan praktik penggandaan izin serta marak terjadi tindak pidana,” kata Grace.

Baca juga: Menke Womom, Bukti Kedekatan Suku Abun dan Sang Dewa Laut

Dengan luas laut mencapai 6,4 juta kilometer serta garis pantai terpanjang kedua di dunia, potensi ekonomi dari laut Indonesia sangatlah besar. Potensi tersebut juga ditunjang oleh kekayaan sumber daya lain seperti hutan mangrove dengan luas 2,7 juta hektare dan 3 juta hektare padang lamun. Luasan mangrove dan lamun Indonesia menempati urutan teratas di dunia.

Sayangnya, krisis iklim membuat potensi yang terkandung di dalam laut tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperkirakan menjadi area yang paling terpengaruh akibat krisis iklim. Kenaikan permukaan laut, gelombang badai pantai, pemanasan dan pengasaman air laut, perubahan siklus hidrologis, penurunan biodiversitas, kesulitan air bersih, merupakan sejumlah peristiwa yang akan dialami masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

Manajer Program Kelautan Yayasan EcoNusa, Wiro Wirandi, mengatakan bahwa laut di Kepulauan Maluku dan Tanah Papua adalah benteng terakhir Indonesia terkait sumber daya yang terkandung di dalamnya. Wiro memberi contoh tingginya tingkat biodiversitas di kawasan “kepala burung” Pulau Papua yang menjadi rumah bagi ikan karang.

Baca juga: Praktik Penangkapan Ikan Ilegal Masih Marak di Laut Indonesia

“Pada 2014 kami temukan spesies-spesies baru. Di sana ternyata rumah bagi lebih dari 90 persen ikan karang di dunia. Sayangnya, krisis iklim akan membuat terumbu karang memutih dan mati. Saya belum pernah ke sana lagi sejak itu. Apakah keadaannya masih sama sampai sekarang?” ujar Wiro.

Wiro menuturkan, salah satu efek dari krisis iklim terlihat dari penurunan jumlah estimasi stok ikan Indonesia. Dibanding pada 2017, estimasi stok ikan turun sekitar 500 ribu ton. Hasil analisis ilmiah ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2022 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI.

Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved