Search
Close this search box.
EcoStory

Antara Ritual Pemanggil Udang dan Koperasi Fgan Fen Sisi

Bagikan Tulisan
Hasil tangkapan udang tiger yang didapatkan setelah ritual pemanggil udang. (Yayasan EcoNusa/Mochammad Fikri)

Pagi itu di pertengahan Juni 2023 matahari akhirnya muncul, setelah beberapa hari sebelumnya kampung diselimuti langit gelap dan hujan deras. Mama Ariance Habetan, salah satu tetua adat suku Yaben, bersama beberapa warga Kampung Wamargege dan Kampung Konda di Sorong Selatan, Papua Barat Daya bersiap melangsungkan ritual adat.

“Ini upacara suku Yaben untuk memanggil udang,” ucap mama Ariance Habetan. Sejak zaman dulu hingga sekarang masyarakat masih menjaga tradisi tersebut. Ketika tangkapan udang dirasa menurun, masyarakat akan pergi ke laut untuk memohon agar leluhur memberikan berkat sehingga udang yang terjaring kian melimpah.

Baca juga: Festival Egek, Menjaga Alam dan Warisan Leluhur Suku Moi

Menggunakan dua longboat (perahu panjang), mama Ariance bersama masyarakat menuju lokasi penangkapan udang, tepatnya di perairan sebelah hutan mangrove di seberang Kampung Konda. Mereka mengenakan pakaian adat suku Yaben, membawa sirih, pinang, dan rokok. Mama Arince duduk di posisi paling depan di salah satu perahu.  

Sesampainya di lokasi, ritual pun dimulai. Sambil berdiri, mama Ariance mengucapkan mantra-mantra menggunakan Bahasa Yaben memanggil para leluhur, seraya menghanyutkan persembahan yang dibawa satu persatu ke air laut. Suara rapalan itu memecah keheningan, menembus lebatnya tutupan hutan mangrove di sekitar. Masyarakat kampung yang berada di atas perahu ikut merapal dan memanjatkan doa kepada para leluhur dengan pelan. Berharap tangkapan udang mereka melimpah.

Mama Ariance Habetan memimpin ritual yang dilakukan Suku Yaben untuk memanggil udang. (Yayasan EcoNusa/Mochammad Fikri)

Sebagian besar masyarakat di Kampung Konda dan Kampung Wamargege adalah nelayan yang menggantungkan hidupnya pada hasil laut, terutama udang. “Sa (kami) biasa berangkat pagi melaut untuk cari udang. Kalau sedang musim bagus bisa pulang tempo (cepat), dapat sampai 20 (kilogram), tapi kalau jelek di laut sampai malam cuma dapat dua atau tiga (kilogram),” cerita Benyamin Kaspina, salah satu nelayan udang yang tinggal di Kampung Wamargege.

Baca juga: Merawat Jaring Harapan di Kampung Segun

Selama ini, nelayan di Kampung Konda dan Kampung Wamargege menjual udang hasil tangkapan mereka kepada penadah lokal yang telah lama ada di sana. Sebelum pergi melaut, biasanya mereka mengambil bahan bakar minyak untuk kapal, alat tangkap berupa jaring, dan keperluan lain seperti gula, kopi, dan rokok kepada penadah dengan sistem utang. Setelah pulang menangkap udang, hasil tangkapan mereka dijual ke penadah. Pendapatan mereka akan dipotong untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang. Tak jarang, mereka pulang dengan tangan kosong karena hasil tangkapan hari itu tak cukup untuk membayar utang.

Melihat kondisi tersebut, Koperasi Fgan Fen Sisi hadir untuk mendukung kesejahteraan masyarakat di kedua kampung itu. Mengambil nama dari Bahasa Suku Tehit yang banyak mendiami wilayah Sorong Selatan, nama koperasi ini mengandung makna berjalan bersama-sama. Fgan Fen Sisi dibangun untuk menampung dan menyalurkan komoditas potensial di Kabupaten Sorong Raya, terutama kampung yang berada di Distrik Konda, di antaranya Kampung Manelek, Nakna, Bariat, Konda, dan Wamargege.

Proses sortir udang yang telah ditimbang di Rumah Timbang Koperasi Fgan Fen Sisi, Kampung Wamargege, Distrik Konda, Sorong Selatan. (Yayasan EcoNusa/Mochammad Fikri)

“Setiap kampung punya potensi yang berbeda yang dihasilkan sendiri oleh masyarakat. Salah satu tujuan koperasi ini adalah menjadi sentra komoditas potensial, salah satunya udang. Kami bekerja sama dengan KOBUMI yang akan mencari pasar yang bisa menyerap komoditas tersebut, sehingga mendorong perekonomian masyarakat,” kata Matheos Yacobus Rayar, Ketua Koperasi Fgan Fen Sisi.

Sejak awal 2023, Fgan Fen Sisi sudah membeli beratus-ratus kilogram udang dari masyarakat dan menyalurkannya ke KOBUMI. Udang-udang tersebut dipasarkan hingga ke Ibu Kota. Setelah udang mereka dibawa ke koperasi, masyarakat bisa langsung mendapatkan uang hasil penjualan. 

“Sebelum ada koperasi, kami ada rasa lebih susah, karena kami terikat kewajiban (utang) dengan penadah di sini. Tapi begitu ada koperasi, kami rasa lebih senang. Baru kami jual udang, langsung bisa dapat uang. Jadi koperasi membantu kami,” ujar Benyamin. Ia menambahkan, “Harapan saya ke depannya, koperasi bisa membantu kami, seperti jaring, untuk semakin meningkat perekonomian dan kesejahteraan kami.” 

Baca juga: Mama Yulita Buat Limbah Kepala Udang Bernilai Ekonomi

Pada April-Mei 2023, dengan dukungan KOBUMI dan EcoNusa, koperasi mendirikan rumah timbang udang. Menurut Matheos, rumah timbang tak hanya difungsikan sebagai tempat penimbangan dan penampungan udang, namun juga menyediakan kebutuhan masyarakat, terutama nelayan, di Kampung Konda dan Kampung Wamargege. Rumah timbang juga digunakan sebagai tempat berdiskusi bagi para nelayan, terutama untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mereka tentang pentingnya menjaga laut dan hutan mangrove yang ada di sekitar kampung.

Matheos mengatakan, Koperasi Fgan Fen Sisi akan melebarkan sayap di 13 kampung lain di Kabupaten Sorong Selatan, yakni Distrik Sawiat, Seremuk, Konda, Teminabuan, dan Kais Darat. Dari hasil asesmen EcoNusa, kampung-kampung tersebut memiliki komoditas potensial, yakni sagu, nanas, dan kepiting. Selain itu, koperasi juga berencana membentuk sistem tabungan yang bertujuan membantu para nelayan agar bisa mengelola keuangannya dengan baik dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di Sorong Selatan, khususnya wilayah yang menjadi jangkauan Koperasi Fgan Fen Sisi.

Editor: Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved