Search
Close this search box.
EcoStory

Taman Nasional Wasur, Surga Burung Migran di Timur Indonesia

Bagikan Tulisan
Taman Nasional Wasur memiliki kawasan lahan basah terluas di Indonesia

Salah satu taman nasional yang terletak di timur indonesia adalah Taman Nasional Wasur. Taman nasional ini terletak di bagian tenggara Provinsi Papua Selatan, tepatnya di Kabupaten Merauke. Kawasan ini memiliki hutan sabana basah terluas se-Indonesia, bahkan se-Asia. Kondisi alam yang seperti inilah yang membuat kawasan Taman Nasional Wasur memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa.

Memiliki luas kurang lebih 413.810 hektar yang terbentang di tiga distrik, yaitu Distrik Sota, Naukenjerai, dan Merauke. Untuk masuk ke Taman Nasional Wasur ini tidak jauh dari pusat kota Merauke, hanya menempuh waktu kurang lebih 20 menit. Karena memiliki banyak keanekaragaman, tak jarang tempat ini juga dijadikan tempat berwisata atau bahkan penelitian. 

Jenis  keanekaragaman flora maupun fauna yang ditemukan di Taman Nasional Wasur, mulai dari mulai dari spesies endemik, langka, dilindungi, hingga jenis migran dari negara tetangga. Flora yang terdapat di wilayah Taman Nasional Wasur ada kayu putih, tancang, api-api, dan ketapang. Selain itu, ada juga tanaman lainnya seperti sagu (Metroxylon sagu), bambu, banksia tropis, akasia, pohon guinea emas atau red beech, pandan, bunga bangkai raksasa, jenis-jenis pakis, dan beraneka jenis anggrek.

Baca juga: Hutan Halmahera, Pesona yang Terancam

Taman Nasional Wasur bisa dikatakan sebagai kerajaan burung. Setidaknya tercatat ada 403 spesies burung dengan 74 jenis endemik dan 114 yang dilindungi hidup di kawasan Taman Nasional Wasur. Di kawasan ini terdapat burung  jenis migran yang berasal dari Australia dan Selandia Baru seperti burung ibis (Threskiornithinae), angsa murai (Anseranas semipalmata), paruh sendok (Calidris pygmaea), cerek (Charadrius leschenaultii), bangau abu-abu (Ardea cinerea), dan pelikan (Pelecanus conspicillatuas). Adapun jenis burung lainnya yang menghuni alam di taman nasional ini antara lain, burung elang irian (Harpyopsis novaeguineae), cenderawasih (Paradisaeidae), kakatua (Cacatuidae), mambruk (Goura sp), alap-alap (Falconidae), namdur (Ptilonorhynchidae), belibis (Dendrocygna arcuata), kuntul (Ardea sp), dan lain sebagainya.

Banyaknya spesies burung yang menggantungkan hidup pada wilayah Taman Nasional Wasur sebagai habitatnya karena taman nasional ini merupakan ekosistem lahan basah tempat yang sangat penting untuk burung-burung air yang ada di Indonesia, khususnya burung migran dari dan ke Australia dan Selandia Baru. Oleh karena itu, kawasan ini memiliki arti yang begitu penting bagi kepentingan internasional sebagai tempat persinggahan ribuan burung migran.

Selain kawasan lahan basah yang dijadikan sebagai “tempat transit” burung-burung migran, area lainnya seperti daerah padang rumput, Danau Rawa Biru, Rawa Dogamit, Rawa Mblatar, dan Pantai Ndalir. Pantai Ndalir dan Rawa Dogamit juga menjadi titik yang dikunjungi burung pantai yang bermigrasi setiap tahunnya selama bulan Agustus sampai dengan November.

Baca juga: Bandikut, Tikus Babi Endemik dari Tanah Papua

Dilansir Good News From Indonesia (GNFI), waktu yang tepat untuk mengamati burung-burung migran di kawasan Taman Nasional Wasur yaitu pada bulan Oktober. Pada saat itulah burung dari timur bermigrasi ke wilayah barat dan singgah di Taman Nasional Wasur dengan tujuan beristirahat, mencari kehangatan, dan berkembang biak. Beberapa spesies burung migran yang dapat diamati antara lain, burung trinil pantai, camar angguk hitam, undan kacamata, dara laut jambon, kirik-kirik Australia, dan dara laut tengkuk hitam. Di Taman Nasional Wasur, kegiatan mengamati burung (birdwatching) dan sensus burung migran (bird census) biasanya dipusatkan di sekitar Rawa Biru.

Selain burung, di Taman Nasional Wasur juga terdapat kurang lebih 80 jenis mamalia mamalia di mana 32 spesies di antaranya adalah endemik Papua. Untuk jenis ikan ada kurang lebih 34 jenis dari 72 yang diperkirakan ada. Taman nasional ini juga menjadi rumah bagi 21 jenis reptil dan 3 spesies amfibi.  sedangkan serangga masih belum ada data yang diperoleh.

Begitu pentingnya perlindungan ekosistem yang ada di Taman Nasional Wasur membuat kawasan konservasi satu ini menjadi salah satu dari tujuh situs ramsar yang ada di Indonesia. Situs ramsar merupakan kawasan yang ditetapkan perlindungannya guna menjaga kelestarian dan fungsi lahan basah dunia. Penetapan ini merupakan hasil dari Konvensi Ramsar, sebuah perjanjian internasional untuk pemanfaatan tanah basah yang berkelanjutan. Penetapan ini sangat menguntungkan Indonesia, dengan tujuan sebagai sarana promosi warisan alam yang kita miliki ke kancah dunia, yang mana akan menarik minat masyarakat internasional untuk berwisata atau bahkan melakukan riset.

Baca juga: Berwisata Sekaligus Menjaga Kelestarian Burung Cenderawasih

Masyarakat yang tinggal di wilayah penyangga Taman Nasional Wasur pun sudah mulai melirik peluang tersebut, seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Kuler, Distrik Naukenjerai, Merauke. Hal ini bermula dari dilibatkannya Pemerintah Kampung Kuler oleh Balai Taman Nasional Wasur melalui kemitraan konservasi dalam mengelola wilayah Pantai Ndalir dan Rawa Dogamit. Keduanya merupakan destinasi wisata pengamatan burung migran yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.

Selain itu, pemerintah melalui Balai Taman Nasional juga melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang pentingnya menjaga kelestarian Taman Nasional Wasur, dan mengajak masyarakat, khususnya di Kampung Kuler untuk turut terlibat menjaga keasriannya. Masyarakat diajak untuk mengelola sumber daya yang ada secara lebih efektif dan efisien, untuk kemudian dijual. Hal ini juga bertujuan guna meningkatkan perekonomian terhadap masyarakat Kampung Kuler dan akan menjadi poin penting dalam menjaga dan melestarikan Taman Nasional Wasur, sehingga masyarakat lokal tidak mengeksploitasi sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan, dan secara sadar ikut andil dalam melindungi alam.

Editor: Nur Arinta

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved