Search
Close this search box.
EcoStory

Suku Dani Manfaatkan Hutan sebagai Sumber Obat

Bagikan Tulisan
Honai, rumah adat Suku Dani yang menetap di kawasan Pegunungan Tengah, Papua.

Semenjak pandemi Covid-19 melanda dunia pada awal tahun 2020 lalu, paradigma kesehatan dengan konsep “back to nature” semakin dilirik. Semakin banyak masyarakat yang memilih bahan-bahan alami sebagai obat untuk berbagai macam penyakit. Tak heran kalau kini potensi alam kian marak dimanfaatkan oleh orang-orang untuk menjaga kesehatan tubuh, menangkal virus-virus jahat, hingga mengobati beragam penyakit. Khasiat obat tradisional yang berasal dari keanekaragaman hayati terbukti mampu merawat dan menjaga kebugaran tubuh tanpa efek samping yang signifikan, bila dibandingkan dengan obat-obatan kimia yang banyak beredar di pasaran.

Hal ini nyatanya telah dilakukan oleh suku asli di Tanah Papua sejak dulu kala. Pemanfaatan tanaman obat dari hutan sebagai pengobatan tradisional merupakan warisan nenek moyang yang telah dilakukan oleh masyarakat Papua secara turun-temurun hingga sekarang.

Baca juga: Menjaga Kekebalan Tubuh dengan Tumbuhan Obat Papua

Hutan dan masyarakat adat di Tanah Papua adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Bagi mereka, hutan adalah ibu yang merawat, melindungi, dan menyediakan semua kebutuhan hidup. Sebagian besar kehidupan masyarakat Papua bergantung pada hutan, mulai dari sumber pangan, bahan membagun rumah, hingga menjadi “apotek alam” yang menyediakan berbagai tanaman obat.

Hutan Tanah Papua bak harta karun keanekaragaman hayati. Berdasarkan Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA) yang dilakukan pada 2017 oleh Kementerian Kesehatan, dari 25.000 spesies tumbuhan yang ada di Papua dan Papua Barat, diperkirakan terdapat sebanyak 983 tanaman yang memiliki khasiat menyembuhkan. Penelitian ini juga mengungkap bahwa sekitar 54,2 persen jenis tanaman obat yang ada dimanfaatkan tanpa budidaya. Artinya tanaman obat telah tersedia dan langsung diambil dari hutan.

Suku Dani merupakan salah satu suku asli yang hidup dan bergantung dengan hutan. Suku Dani telah tinggal di kawasan Lembah Baliem di Pegunungan Jayawijaya, Papua, sejak ribuan tahun lalu, dan hidup dengan cara bercocok tanam ubi serta berburu untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Untuk urusan menjaga kesehatan tubuh, Suku Dani mengandalkan alam sebagai apotek hidup.

Baca juga: Daun Kaskado, Tanaman Tradisional Papua Berkhasiat

Berdasarkan jurnal hasil penelitian Identifikasi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya Papua yang ditulis oleh Yuliana Mabel, dkk dari Universitas Sam Ratulangi pada tahun 2016, terdapat 16 spesies tumbuhan obat dari 12 famili yang berhasil diidentifikasi dan digunakan sebagai obat tradisional oleh Suku Dani. Tanaman-tanaman tersebut ada yang ditanam di pekarangan rumah maupun diambil langsung dari alam.

Sebagian besar dari tanaman-tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat diambil bagian daunnya untuk dikonsumsi secara langsung maupun diolah terlebih dulu. Namun begitu, terdapat pula tanaman yang menggunakan bagian tumbuhan lain, seperti buah, getah, rimpang (sejenis jahe, kunyit, dll), maupun batangnya sebagai obat. Pengetahuan ini diturunkan dari generasi ke generasi. Setelah dicoba, masyarakat merasakan bukti khasiat dari tanaman-tanaman tersebut.

Misalnya pohon giawas (Psidium guajava L.) yang daun dan buah mudanya dipercaya dapat menyembuhkan diare dan kolera. Daun muda dan buah yang masih muda cukup dipetik dan dimakan langsung. Kemudian ada juga daun gedi (Abelmoschu s Manihot L.) atau yang biasa disebut oleh masyarakat lokal dengan nama helangka. Bagi ibu hamil, mengonsumsi sepuluh helai daun helangka muda rebus setiap harinya dipercaya dapat melancarkan proses persalinan. Olahan daun helangka yang dimasak dengan lemak babi juga bisa mengobati sakit gigi. Ada juga pemanfaatan pohon haki tuma (Musa paradisiacal L.), pohon pisang lokal yang diminum air dari bagian batangnya untuk meningkatkan stamina tubuh.

Baca juga: Sagu, Tanaman Dewa di Yoboi

Ada beberapa tanaman obat lainnya yang dimanfaatkan masyarakat Suku Dani karena berkhasiat menyembuhkan penyakit. Seperti buah merah (Pandanus conoideus L.) atau yang dikenal dengan nama Saik. Sari buah saik telah tersohor khasiatnya untuk mencegah HIV/AIDS, kanker, jantung koroner, dan menjaga stamina tubuh. Kemudian ada juga daun gatal/Yawi (Laportea sp). Daun dari tanaman asli Papua yang memiliki bulu halus di permukaannya ini telah lama digunakan untuk mengatasi pegal linu dengan cara ditempelkan ke bagian tubuh yang terasa pegal.

Merasa hidung tidak nyaman dan flu menyerang? Suku Dani menggunakan tunas Siruk (Imperata cylindrical L.), sejenis alang-alang yang dihirup secara perlahan untuk mengobati influenza. Mereka juga memanfaatkan rebusan air daun Irugum (Heigraphis colorata Hall.) guna mengobati panas dalam dan batuk. Saat ada luka terbuka pada kulit, orang-orang Suku Dani biasa memetik daun Anikukuh (Barleria prionitis L.), menggulungnya, dan menempelkannya pada bagian tubuh yang luka untuk mempercepat proses penyembuhan.

Pemanfaatan tanaman obat oleh Suku Dani adalah contoh kecil dari sekian banyak praktik pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat di Tanah Papua. Inilah bukti relasi kuat antara masyarakat adat dan hutan di Tanah Papua. 

Baca juga: Labu Air, Tanaman Unik Pembuat Koteka

Sayangnya ancaman bagi hutan Papua tak lantas berkurang. Laporan Auriga yang dirilis pada Februari 2021 menunjukkan bahwa dalam dua dekade terakhir, hutan alam di Papua menyusut sebanyak 663.443 hektar dan sebagian besar berubah menjadi perkebunan kelapa sawit dan area tambang. Menurut hasil monitoring tutupan lahan di Tanah Papua oleh tim GIS dan Riset EcoNusa (2021), pembukaan tutupan lahan hutan dan bukan hutan terjadi di Boven Digoel, Merauke, dan Nabire di Provinsi Papua, Fakfak, Kaimana, Teluk Bintuni, dan Teluk Wondama di Provinsi Papua Barat. 

Alam Papua yang kaya adalah aset berharga yang harus dijaga untuk kesejahteraan masyarakat adat yang hidup di dalamnya. Bila dijaga dengan baik, keanekaragaman hayati yang ada di sana tak hanya bermanfaat bagi masyarakat lokal, namun juga untuk Indonesia secara keseluruhan.

Editor: Leo wahyudi, Nur Alfiyah, dan Lutfy Putra

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved