Sistem kepemilikan lahan di Tanah Papua menjadi faktor penting dalam pengembangan pertanian. Tak seperti di Pulau Jawa yang mengenal sistem penyewaan lahan oleh petani penggarap, setiap marga di Tanah Papua memiliki lahan produktif yang dapat mereka gunakan untuk bercocok tanam.
Kalimat penyemangat itu diucapkan Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Sorong, Frengki Wamafma, kepada kader kampung dan sebelas kepala kampung. Mereka berkumpul dalam acara pembukaan Workshop Kepala Kampung (WKK) dan Sekolah Transformasi Sosial (STS) Sorong di Kampung Tarsa, Distrik Konhir, Kabupaten Sorong, Papua Barat. STS akan berlangsung selama tujuh hari pada 24–30 Juni 2022.
“Kita tidak mengenal istilah petani penggarap. Setelah dapat hasil kita tidak perlu berbagi karena masing-masing marga sudah punya tanah, tinggal bagaimana kita bergerak,” kata Frengki.
Baca Juga: Lulusan SD Jadi Inisiator Kemandirian Negeri
Frengki mengingatkan bahwa mempelajari pertanian akan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Kemandirian pangan akan terbentuk sehingga memberikan dampak besar pada perekonomian keluarga hingga perekonomian kampung. Setali tiga uang, kebutuhan gizi guna mendukung pertumbuhan anak juga akan terpenuhi.
“Kalau bertani, kita tidak akan pernah susah. Jangan seperti masyarakat di Manokwari di Teluk Doreri. Tinggal di pinggir pantai, tapi beli ikan dari mas-mas yang ada. Ini kan persoalan. Pergi ke laut cuma dorong perahu saja tapi mas-mas datang dengan jual ikan lalu dibeli. Saya berharap di sini tidak begitu,” ujar Frengki.
Menurut Frengki, Pemerintah Kabupaten Sorong menaruh perhatian besar pada pengembangan pertanian usai mencabut izin tiga perusahan perkebunan kelapa sawit, yakni PT. Sorong Agro Sawitindo, PT. Papua Lestari Abadi, dan PT. Inti Kebun Lestari. Luas izin konsesi ketiga perusahaan tersebut sekitar 105.000 hektare.
Baca Juga: Penutupan STS Morekau, Sesi Berbagi Membangun Negeri
Meski proses persidangan terkait gugatan pencabutan izin belum berkekuatan hukum tetap, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Sorong telah melakukan sosialisasi pertanian keladi di Distrik Konhir, Wemak, dan Klawak serta Distrik Segun di Kampung Gisim dan Waimon untuk pertanian kelapa.
Proses sosialisasinya sudah berjalan dan beberapa waktu ke depan akan ditindaklanjuti dengan kegiatan penanaman. “Tahun ini kami akan coba untuk buat pemetaan wilayah komoditas. Diharapkan benar-benar kita dapatkan data,” ucap Frengki.
Menanggapi dukungan Frengki, Kepala Distrik Konhir, Petrus Syatfle, menyatakan kesiapannya dalam menjalankan program pertanian Pemerintah Kabupaten Sorong. Ia juga menyambut baik pelaksanaan WKK dan STS Sorong yang memberikan peningkatan kapasitas dalam bidang pertanian kepada masyarakat.
Baca Juga: Cerita dari Neniari Gunung, Menggerakkan Para Mama untuk Bertanam Sayur Organik
WKK dan STS bertujuan untuk membangun ketahanan masyarakat di 11 kampung di 4 distrik yang terpilih berdasarkan hasil scoping, yaitu Kampung Klafyo, Klarin, Tarsa, Klaflum, Klamne, Klafelem di Distrik Konhir; Kampung Klasman di Distrik Malabotom; Kampung Kwari Distrik Wemak, Kampung Maladofok, Yorbes, dan Samusa di Distrik Sayosa. Dalam dua kegiatan tersebut, kepala kampung dan kader kampung diajari untuk mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber penghidupan yang ada di kampung.
Petrus berharap masyarakat dapat mengikuti pelaksanaan WKK dan STS dengan seksama. Konhir artinya milik bersama dan membangun bersama. Kegiatan ini sangat penting untuk meningkatkan kapasitas. “Bila diterapkan dengan baik, bisa memperoleh hasil panen yang memuaskan untuk penuhi kebutuhan rumah tangga, disalurkan ke pasar, dan biayai anak sekolah,” kata Petrus.
Sementara itu, Kepala Kantor Yayasan EcoNusa Sorong, F. X. Adi Saputra, mengatakan bahwa program STS dan WKK tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam bertani, namun juga pada pembangunan tata kelola kampung dan pengelolaan sumber daya dan potensi yang dimiliki kampung di Distrik Konhir.
Baca Juga: STS Hanya Permulaan
Menurut Adi, kebersamaan seperti yang diucapkan Kepala Distrik itu penting sekali dalam membangun kampung. WKK ini untuk mengambil komitmen para kepala kampung, Bamuskam (Badan Musyawarah Kampung), dan kader untuk bekerja sama di kampung. “Kami hadirkan semua supaya semua satu persepsi. Jangan sampai kader jalan sendiri, barang tidak jadi,” ujar Adi.
Dalam kegiatan ini, selain para kepala kampung dan Bamuskam, ada dua orang kader dari yang diutus oleh masing-masing kampung. Mereka merupakan kader yang potensial untuk meneruskan seluruh rencana kegiatan yang akan dilakukan di kampung. Dalam pelaksanaannya, komitmen dari kepala kampung dan Bamuskam sangat penting untuk memastikan program yang telah disusun dan komitmen kampung untuk memberikan dukungan.
Editor: Leo Wahyudi, Nur Alfiyah