Search
Close this search box.
EcoStory

Pawai Bebas Plastik Dorong Pemerintah Lakukan Ini

Bagikan Tulisan
Pawai bebas sampah plastik
CEO EcoNusa, Bustar Maitar bersama Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019 Susi Pudjiastuti dan aktris Aurelie Moeremans di Pawai Bebas Plastik di Car Free Jakarta, 30 Juli 2023. (Yayasan EcoNusa)

Sampah plastik semakin mengancam bumi. Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menyebutkan bahwa plastik menjadi bagian dari sampah laut terbesar dengan jumlah mencapai 85 persen dari total limbah laut dan paling berbahaya. 

Menurut UNEP, sampah plastik terus mengalir dan merusak kehidupan. Tanpa tindakan segera, diperkirakan 11 juta metrik ton plastik yang saat ini memasuki lautan setiap tahun akan meningkat tiga kali lipat dalam 20 tahun ke depan. Artinya, pada 2040 sekitar 23-37 juta metrik ton plastik yang mengalir ke laut atau sama dengan berat 178 kapal pesiar terbesar di dunia, Symphony of the Seas. Dan jika disebar, jumlah ini setara dengan menumpuknya 50 kilogram sampah plastik pada setiap meter garis pantai di seluruh dunia. 

Dalam Pawai Bebas Plastik yang diselenggarakan 27 Juli 2023, Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019 Susi Pudjiastuti mengatakan banyaknya sampah plastik ini berimbas ke tangkapan nelayan. “Sampah itu dari kota ke sungai, sungai ke laut. Kasihan nelayan, menangkap ikan dapatnya plastik,” katanya. 

Baca Juga: Pawai Bebas Plastik Minta Perusahaan Produsen Setop Kemasan Saset

Karena itu, ia meminta agar masyarakat mengurangi pemakaian plastik dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dengan tidak menggunakan sedotan plastik, membawa tumbler, dan tidak lagi menggunakan plastik sekali pakai. “Sekarang saya minta bareng tolak plastik sekali pakai!”

Pawai Bebas Plastik merupakan kampanye kolektif yang bertujuan mewujudkan masa depan bebas plastik. Pawai ini digelar untuk mendorong pemerintah mencapai target mengurangi sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen pada tahun 2025. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Kegiatan yang diinisiasi oleh 8 organisasi, termasuk Yayasan EcoNusa, tersebut menjadi bagian dari kampanye global yang dikenal sebagai #PlasticFreeJuly.  Tahun ini adalah tahun kelima diselenggarakannya Pawai Bebas Plastik di Indonesia.  “Plastik adalah jalan yang mengantarkan kita menuju kepunahan, sehingga harus dihentikan dan menggantinya dengan alternatif yang lebih ramah lingkungan,” ujar Bustar Maitar, CEO Yayasan EcoNusa. 

Baca Juga: Pawai Bebas Plastik, Suara Bersama Mengurangi Plastik Sekali Pakai

Selain mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai, tahun ini Pawai Bebas Plastik juga menuntut tiga hal kepada pemerintah.  Pertama, mendorong pemerintah melarang penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong praktik guna ulang sebagai solusi. 

Saat ini sudah ada lebih dari 100 kabupaten, kota, dan provinsi yang melarang penggunaan plastik sekali pakai. Dengan adanya kebijakan tersebut, sampah plastik akan berkurang secara signifikan, terutama plastik sekali pakai seperti kantong belanja, sedotan, dan styrofoam. Pawai Bebas Plastik juga mendorong ada kebijakan mempercepat ekosistem guna ulang (reuse) sebagai solusi.

Menurut Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, masyarakat Indonesia sebenarnya punya kebiasaan untuk menggunakan kembali barang yang sama. Tapi karena perubahan pola konsumsi, saat ini masyarakat menjadi lebih sering menggunakan plastik sekali pakai. Oleh karenanya, perlu upaya konkret dari pemerintah dan produsen untuk menciptakan kembali ekosistem guna ulang. 

“Jika ekosistem ini diwujudkan dan dijalankan oleh seluruh masyarakat, Indonesia bisa menjadi contoh negara yang mempraktikkan solusi ini, sejalan dengan harapan dalam Global Plastic Treaty yang sedang disusun oleh negara-negara anggota PBB untuk mengakhiri polusi plastik,” kata Tiza. 

Baca Juga: Mikroplastik Ditemukan dalam Garam dan Mencemari Tubuh Manusia

Tuntutan kedua adalah mendorong pemerintah memperbaiki sistem tata kelola sampah. Ini mencakup langkah perbaikan, seperti peningkatan anggaran dan infrastruktur pengelolaan sampah, dukungan pada pengembangan ekosistem guna ulang, serta pelibatan pekerja informal seperti pemulung dalam transisi menuju ekonomi sirkular.

Abdul Ghofar dari WALHI mengatakan perbaikan tata kelola sampah mulai dari perencanaan, penerapan, pengendalian, dan evaluasi menjadi kunci masalah sampah dan polusi plastik secara struktural. “Selama ini tata kelola sampah yang baik belum berjalan karena beberapa hal, seperti perencanaan pengelolaan sampah tidak berbasis kajian komprehensif dan minimnya evaluasi dari program-program yang berjalan,” ujarnya. 

Tuntutan terakhir adalah mendorong produsen dan pelaku usaha untuk bertanggung jawab atas sampah pasca konsumsi. Termasuk pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, penggunaan kemasan ramah lingkungan, dan implementasi kewajiban perluasan tanggung jawab produsen, seperti daur ulang atau pengelolaan sampah produk mereka. Sebanyak 42 produsen yang menyerahkan peta jalan pengurangan sampah dalam produk kemasan mereka ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Produsen memegang peranan penting dalam mencegah timbulan sampah, aksi individu juga perlu, tetapi perubahan sistem bagaimana produk didistribusikan kepada konsumen akan memberikan dampak yang signifikan,” terang Atha Rasyadi, Pengkampanye Urban Greenpeace Indonesia.

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved