Dampak perubahan iklim kian terasa, terutama bagi nelayan tradisional dan masyarakat pesisir di Indonesia. Sebagai pihak yang paling riskan dan terancam, para nelayan pun melakukan sejumlah upaya untuk memperlambat krisis iklim. Salah satu yang dilakukan adalah membuka ruang diskusi guna meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam melawan krisis iklim.
“Ini merupakan wujud komitmen nelayan kecil, nelayan perempuan pesisir, dan nelayan tradisional di Indonesia untuk menyelamatkan dan merestorasi pesisir kita dari kerusakan lingkungan,” kata Dani Setiawan, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), saat membuka seminar daring bertajuk ‘Nelayan Mendinginkan Planet’ pada 12 Desember 2022. Seminar ini juga dihelat dalam rangka memperingati Hari Nusantara yang jatuh pada 13 Desember.
Baca juga: KORAL Berperan Strategis untuk Bangun Narasi Laut pada 2050
Dani menjelaskan bahwa perubahan iklim sangat berdampak pada kehidupan nelayan. Perubahan iklim menyebabkan makin sering terjadinya cuaca buruk dan gelombang tinggi sehingga mengancam keselamatan nelayan. Saat cuaca buruk terjadi, banyak nelayan yang terpaksa berhenti melaut sehingga mempengaruhi pendapatan mereka.
Krisis iklim juga menyebabkan kerusakan terhadap terumbu karang yang menjadi habitat penting bagi ikan dan biota laut lainnya. Suhu air laut yang ikut menghangat menyebabkan terjadinya pemutihan karang. Ikan-ikan pun bermigrasi ke perairan yang lebih dingin sehingga membuat nelayan harus melaut lebih jauh. Akibatnya, kebutuhan bahan bakar semakin tinggi, dan hasil tangkapannya menurun. Berbagai ancaman tersebut pada akhirnya ikut berimbas pada terganggunya ketahanan pangan semua lapisan masyarakat.
Baca juga: Praktik Baik dari Timur Indonesia Modal untuk Ekonomi Biru
Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), menambahkan, dampak lainnya dari krisis iklim adalah risiko tenggelamnya wilayah pesisir. Parid memaparkan pada 2017-2020, Walhi mengidentifikasi terdapat 5.416 kejadian banjir rob dan pada 2020 air laut merendam sebanyak 1.148 desa pesisir di seluruh Indonesia. Walhi memperkirakan terdapat 199 kabupaten dan kota pesisir di Indonesia yang akan terkena banjir rob tahunan pada 2050. Bila ini terjadi, sedikitnya 23 juta warga yang akan terdampak, dengan nilai kerugian sebesar Rp1.576 triliun.
Parid mengatakan pentingnya mendorong advokasi menuju keadilan iklim sebagai sebuah gerakan menuju terpenuhinya hak-hak sipil, terutama bagi komunitas yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, yakni nelayan dan masyarakat pesisir. “Penting sekali ke depan, kita dorong adanya rancangan undang-undang (RUU) Keadilan Iklim untuk memberikan proteksi dan mengakui hak-hak masyarakat yang paling terdampak atas terjadinya krisis iklim,” tambah Parid.
Baca juga: Jaring Nusa Desak Penyelamatan Masyarakat Pesisir dan Pulau Kecil di Timur Indonesia
Bicara tentang nelayan tentu tak lepas dari para perempuan nelayan yang juga memiliki andil dalam pembangunan dan upaya bersama melawan krisis iklim. Namun sayangnya, fakta menunjukkan bahwa kesenjangan gender yang dialami oleh nelayan perempuan masih terjadi. Mida Saragih, Ocean Program Manager Yayasan EcoNusa, mengatakan perempuan yang bekerja dalam sektor perikanan cenderung mendapatkan upah yang rendah dan lebih rentan kehilangan pekerjaan. “Padahal perempuan sangat strategis dalam menopang kemandirian perikanan skala kecil, termasuk keterlibatannya dalam upaya melawan krisis iklim,” kata Mida.
Menurut Mida, dalam upaya melawan krisis iklim pemerintah perlu memastikan keterwakilan perempuan dalam setiap ruang diskusi, meningkatkan ketangguhan desa dengan peningkatan literasi perubahan iklim sebagai upaya mitigasi. Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan ekosistem pesisir secara terencana dan berkelanjutan, mengatur sistem pemanenan berbasis kearifan lokal, dan memperkuat kolaborasi antar-pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya adalah perempuan nelayan.
Pelibatan semua pihak dalam upaya penyelamatan ekosistem laut yang mengakui keberagaman dan inklusif adalah hal yang genting untuk dilakukan. Laut adalah sumber kehidupan manusia guna mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan bagi Nusantara, khususnya untuk nelayan dan masyarakat pesisir. Lebih dari itu, laut yang sehat juga turut berkontribusi besar terhadap usaha-usaha kita melawan dan menghentikan ancaman perubahan iklim. “Berbekal semangat Deklarasi Djuanda yang membentuk Nusantara, kita harus menjaga ruang laut sekaligus perikanan dan segala potensi di dalamnya untuk dikembangkan secara berkeadilan dan berkedaulatan,” pungkas Mida.
Editor: Nur Alfiyah