Kekayaan alam di Tanah Papua memberikan segala kelimpahan bagi yang menjaganya. Inilah yang dialami Billy Tokoro, pendiri Pace Kreatif, yang berupaya memanfaatkan hutan sagu sebagai ekowisata. Billy adalah pemuda di kampung adat Yoboi di Jayapura, Papua. Bersama dengan rekan-rekannya di Pace Kreatif, Billy menentukan wilayah dusun sagu sebagai yang memberikan nilai tambah.
Ia bekerja bersama masyarakat yang sudah memiliki kesadaran dalam menjaga dan melestarikan lingkungannya. Ekowisata yang dilakukan Pace Kreatif memanfaatkan nilai budaya dan sosial yang ada di masyarakat untuk menggerakkan perekonomian. Hal itu sesuai dengan motto yang diyakini oleh Pace Kreatif, yaitu ‘Jaga tanah dapat uang’.
“Kampung Yoboi dikenal karena banyak pohon sagu. Lebih dari 1.000 hektare merupakan hutan sagu,” kata Billy dalam acara bertajuk Peran Masyarakat Adat dalam Menjaga Lingkungan di Live Instagram yang diadakan oleh Catch Me Up! bersama Yayasan EcoNusa pada 18 Mei 2022.
Sagu
Kampung Yoboi telah dijadikan desa wisata. Letaknya berada di tengah Danau Sentani. Wisatawan harus menyeberangi Danau Sentani untuk dapat menikmati wisata pohon sagu yang menjadi daya tarik di desa wisata ini. Ada 20 jenis pohon sagu di lokasi ini. Selain itu, menyusuri pohon sagu sepanjang 420 meter juga bisa menjadi daya tarik tersendiri.
Baca juga: Hutan Sagu yang Terancam oleh Sawit
Di desa wisata Yoboi ini, para wisatawan juga dapat menikmati produk ekonomi kreatif berbahan dasar sagu. Misalnya es krim dari sagu, sagu bakar, tepung sagu. Bahkan kampung ini juga menjual batik khas Papua, tas anyaman dari daun sagu, tirai dari buah sagu.
Desa wisata Kampung Yoboi masuk dalam peringkat 50 besar Anugerah Desa Wisata (ADWI) 2021. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar ajang ini untuk membuat daya tarik wisata yang bermanfaat bagi masyarakat.
Sebelum menjalankan kegiatan ekowisata Billy bersama kawannya berkonsultasi dengan para ondoafi (tetua adat). Segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah dan menyangkut kepentingan orang banyak harus dibicarakan dengan ondoafi. Tetua adat dipilih berdasarkan orang yang mampu menjaga adat dan lingkungannya. Hal ini juga menjadi bukti peranan masyarakat adat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan.
Baca juga: Tanam Sagu, Tanam Masa Depan
Desa Wisata Yoboi memiliki keindahan alam, keragaman budaya, hingga wisata edukasi sebagai daya tarik utamanya. Tak heran kalau Yoboi menjadi salah tujuan wisata cukup terkenal di Papua. Selain itu, masyarakatnya sangat kuat menjaga tradisi adat dan budaya leluhur. Sebagai masyarakat adat, mereka tetap menjaga kelestarian ekosistem kebun sagu yang juga dijadikan lumbung ketahanan pangan.
Perlindungan Hak Adat
Masyarakat adat di tanah Papua menganggap hutan sebagai mama yang harus disayang dan dilindungi. Menurut Manajer Kebijakan dan Advokasi Yayasan EcoNusa, Cindy J. Simangunsong, masyarakat adat memiliki hubungan yang saling menguntungkan dengan hutan. Hutan menyediakan beragam keperluan seperti bahan pangan, aneka tanaman obat, hingga perlindungan ketika terjadi bencana. Masyarakat adat memanfaatkan hutan dengan mengambil apa yang mereka butuhkan secukupnya.
“Sayangnya, hutan yang menjadi sumber penghidupan masyarakat adat seringkali dijadikan lahan konsesi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu,” kata Cindy. Data yang disampaikan oleh Cindy menunjukkan, luas wilayah Provinsi Papua Barat mencapai 9,8 juta hektare yang mana 4,6 juta hektare merupakan lahan konsesi yang terdiri atas Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), tambang, dan sawit. Sedangkan untuk luas wilayah Provinsi Papua mencapai 31 juta hektare dengan 8,3 juta hektare merupakan lahan konsesi.
Baca juga: Mengembalikan Hutan Papua Barat kepada Pemiliknya
Lahan konsesi yang diberikan kepada industri skala besar dan merubah fungsi hutan dapat menyingkirkan masyarakat adat dari sumber penghidupannya. Cindy mendorong agar pemetaan wilayah adat ditetapkan secara hukum agar hak yang dimiliki masyarakat adat sebagai warga negara terjamin dan dilindungi oleh negara.
EcoNusa berupaya membantu masyarakat mempertahankan hak adatnya atas lingkungan melalui berbagai cara. Beberapa diantaranya adalah penyiapan di tingkat tapak (desa) seperti peningkatan kapasitas masyarakat adat, pemetaan partisipatif, dan pemberdayaan nilai budaya dalam perlindungan lingkungan.
Dalam ranah kerangka kebijakan, EcoNusa berupaya mendampingi proses perlindungan wilayah dan masyarakat adat, hak mengelola sumber daya alam, dan mengawal perencanaan pembangunan yang berbasis adat. Selain itu, melalui berbagai kanal media sosial, EcoNusa berupaya membangun narasi positif dan cerita baik dari Tanah Papua.
Editor: Leo Wahyud & Lutfy Putra