Search
Close this search box.
EcoStory

Mempelajari Kearifan Lokal di Papua melalui Metode Kikigaki

Bagikan Tulisan
Peserta School of Eco Diplomacy (SED) menggunakan metode Kikigaki untuk menggali keterangan dari masyarakat terkait kearifan lokal menjaga alam

Melanjutkan perjalanan dari Jayapura, School of EcoDiplomacy (SED) 2019 kembali diadakan di Manokwari pada tanggal 18 – 22 November 2019. Sebagaimana peserta SED 2019 di Jayapura, peserta SED 2019 di Manokwari pun melakukan field trip, kali ini, field trip dilakukan di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Meja dan Pantai Petrus Kafiar, Manokwari, Papua Barat.

Salah satu metode baru yang diperkenalkan ke peserta SED adalah metode kikigaki yang secara harafiah berarti mendengar dan menulis dalam Bahasa Jepang. Metode Kikigaki sendiri berasal dari Jepang dan dikembangkan oleh etnografer Jepang yang menggunakan metode ini untuk merekam jejak dan cerita dari para meijin atau para generasi tua di pesisir laut Jepang yang menjaga dan mewariskan kearifan lokal melalui dialog tatap muka langsung.

Melalui metode ini, para peserta diajak untuk tidak hanya terjun langsung ke lapangan dan melakukan observasi di daerah field trip mereka tetapi juga belajar langsung dari masyarakat lokal yang telah secara turun temurun tinggal di tempat tersebut dan secara aktif menjaga alam dengan kearifan lokal mereka.

Peserta yang datang ke TWA Gunung Meja, berdiskusi langsung dengan Bapak Yulius, warga Kampung Ayambori yang tinggal bersisian dengan Gunung Meja. Melalui diskusi dengan Bapak Yulius, peserta mendapatkan informasi mengenai delapan sumber mata air alami di sekitar Gunung Meja yang menyokong kehidupan Kampung Ayambori. Tidak hanya itu, mereka juga secara langsung mendengarkan permasalahan seperti kurangnya kesadaran untuk menjaga lingkungan di TWA Gunung Meja yang meresahkan warga sekitar.

Sementara itu, peserta SED 2019 Manokwari yang lain berkunjung ke salah satu pantai di Manokwari, Papua Barat, yaitu Pantai Petrus Kafiar. Di sini, para peserta berbincang bincang dengan salah satu nelayan paling dituakan di kampung, Bapak Yan Piet Auri. Bapak Yan Piet Auri berusia 70 tahun dan memiliki sembilan anak, 34 cucu, dan satu cicit. Beliau sudah berpuluh tahun menjadi nelayan dan tangan kanannya harus diamputasi akibat pemakaian bom untuk penangkapan ikan. Menurut Bapak Yan Piet Auri, nelayan di sekitar Pantai Petrus Kafiar sudah mulai meninggalkan praktik penggunaan bom untuk penangkapan ikan. Selain karena mengancam jiwa sendiri, praktik ini juga dapat merusak ekosistem lautan di sekitar Pantai Petrus Kafiar.

Peserta SED 2019 Manokwari mengakui cukup terkesan dengan metode Kikigaki ini karena mereka dapat mendulang banyak ilmu dari masyarakat lokal yang sudah hampir seumur hidupnya hidup berdampingan dengan alam dan terus berusaha menjaga alam di sekitar mereka.

Kikigaki memang tidak hanya berguna sebagai pembelajaran menjaga lingkungan, namun juga untuk melestarikan kearifan lokal yang sudah secara turun temurun dilakukan di suatu daerah. Selain itu, metode ini pun juga berguna untuk menjadi jembatan antar generasi agar generasi pemuda yang aktif menjaga lingkungan seperti peserta SED 2019 dapat terus menjaga kearifan lokal ini dalam keterlibatan mereka menjaga dan merawat lingkungan.

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved