Search
Close this search box.
EcoStory

Forum Dekan jadi Pengawal Kebijakan Kelautan dan Perikanan

Bagikan Tulisan
Manajer Program Kelautan, Wiro Wirandi, mengatakan pentingnya perairan di Indonesia timur sebagai benteng terakhir sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia. (Yayasan EcoNusa/Gadri Ramadhan Attamimi)

Masyarakat Maluku Utara berada pada puncak teratas sebagai provinsi paling bahagia di Indonesia menurut kajian tentang tingkat kebahagiaan yang dilakukan Badan Pusat Statistik 2021. “Kebanyakan dilihat dari senyum mereka sehingga dikatakan sebagai masyarakat yang paling bahagia. Saya tidak dapat memungkiri hal ini,” kata Abdul Gani Kasuba, Gubernur Maluku Utara, dalam pembukaan Pertemuan Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia (FP2TKI) di Ternate pada 16-18  Mei 2022. Acara ini dihadiri oleh 135 dekan dari seluruh Indonesia, dosen, dan mahasiswa Universitas Khairun Ternate.

Gubernur melanjutkan bahwa wilayahnya memiliki kelimpahan sumber daya kelautan dengan tuna, cakalang, tongkol serta budidaya rumput laut yang menjadi unggulan. “Untuk itu harus menjadi perhatian kita bersama bahwa sektor kelautan dan perikanan Maluku utara harus lebih berdaya saing untuk menyejahterakan rakyat khususnya di era industri ini,” katanya.

Baca juga: Ketidakadilan di Sektor Kelautan dan Perikanan Perlu Disikapi

Menanggapi hal ini, Wiro Wirandi, Manajer Program Kelautan EcoNusa, mengamini pernyataan Gubernur Maluku Utara, bahwa Ternate atau atau Maluku Utara merupakan daerah yang paling bahagia. “Ini berarti kita ke depan harus membuat bagaimana perikanan kita ini bahagia juga. Indikatornya kalau masyarakat pesisir naik haji semua, berarti lautnya dan ikannya sehat dan berlimpah,” kata Wiro.

Tetapi fakta berbicara lain. Menurut laporan BPS 2021, masyarakat belum berada dalam level sejahtera yang ideal, termasuk masyarakat pesisirnya yang masih belum sejahtera, Maluku Utara memiliki potensi sumber daya ikan tinggi, tetapi pembangunan tambang di daerah pesisir telah berdampak terhadap kondisi lingkungan. Belum lagi perluasan perkebunan sawit juga banyak mendesak masyarakat ke arah pesisir. Dengan kondisi ini mereka dikepung oleh tekanan eksploitasi sumber daya alam yang membuat akses terhadap sumber penghidupan berkurang.

Kepmen Kelautan dan Perikanan 19/2022 yang dikeluarkan KKP mengenai estimasi potensi sumber daya ikan Indonesia menyatakan bahwa seluruh perairan di Indonesia sudah mengalami overfishing. Forum FP2TPKI bersama EcoNusa mempunyai perhatian agar masyarakat madani dan perguruan tinggi mendampingi kebijakan kelautan dan perikanan di tingkat daerah dan nasional agar bisa lebih memberikan manfaat dan perbaikan kesejahteraan masyarakat. 

Baca juga: Implementasi Ekonomi Biru Tak Maksimal

Menurut Wiro, forum ini memiliki pemikiran yang hebat yang bisa dibagikan melalui penelitian, pengabdian masyarakat serta pemikiran terhadap kebijakan kelautan dan perikanan di Indonesia. “Ke depan kita saling berbagi untuk perbaikan kelautan dan perikanan,” katanya. 

Dari 2021 sampai 2024, Indonesia, di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan, memiliki tiga program. Pertama, peningkatan pajak melalui perikanan tangkap sebagai perikanan terukur berbasis pada kota di seluruh Indonesia dan berdasarkan pada ekologi. Kedua, program peningkatan penangkapan budi daya berbasis komunitas ekspor seperti udang, rumput laut, kerapu, kepiting, dan lobster. Ketiga, komunitas budi daya berbasis kearifan lokal. “Ketiga prioritas ini harus berpatokan pada ekologi sehingga menjamin keberhasilan provinsi yang ada di Indonesia,” kata I Nyoman Radiarta, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP), Kementerian KP.

Karena itu, FP2TKI ini bisa menjadi forum kajian yang strategis untuk memberikan rekomendasi terhadap kebijakan kelautan dan perikanan pada penghujung pemerintahan Presiden Joko Widodo. 

Baca juga: Krisis Iklim Mengancam Kesejahteraan Nelayan Indonesia

Beberapa rekomendasi yang dihasilkan antara lain, mengevaluasi kebijakan poros maritim dunia di era Presiden Jokowi, sehingga memerlukan pembangunan kebijakan berbasis sains. Rekomendasi berikutnya adalah peningkatan partisipasi FP2TPKI dan masyarakat madani dalam penyusunan kebijakan. Yang tak kalah penting adalah penyelesaian masalah keadilan dan kesejahteraan yang disebabkan oleh kerusakan sumber daya alam di Indonesia timur.

“Melihat kondisi ini perlu ada sinergitas antara stakeholders, pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat untuk menciptakan kondisi dan situasi yang lebih baik terhadap kehutanan dan kelautan, baik di Maluku Utara dan nasional,” kata gubernur.

Lembaga FP2TPKI ini strategis tetapi belum maksimal dalam memainkan perannya terkait kelautan dan perikanan. Ada banyak penelitian yang sudah dilakukan dan dihasilkan, tetapi belum dijadikan referensi pembuatan kebajikan. Penelitian itu sifatnya masih parsial sifatnya. 

Baca juga: Penangkapan Ikan Terukur Abaikan Ekosistem dan Kesejahteraan Nelayan

“Ada banyak doktor, profesor dan para pakar, tetapi pemerintah masih belum memosisikan lembaga ini seperti lembaga think tank,” kata Wiro. 

Menurut Wiro, saat ini EcoNusa sedang mendorong penelitian untuk mengetahui respon masyarakat pesisir dan kondisi sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714 (Teluk Tolo dan Laut Banda), WPP 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku sampai Teluk Berau), dan WPP 718 (Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur). Penelitian yang sedang berlangsung ini berfungsi sebagai basis referensi kepada pengambil kebijakan untuk mengetahui kondisi terkini. Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Pattimura, Universitas Muhammadiyah Ambon, dan Politeknik Perikanan Ambon bersama EcoNusa dari April 2022 dan diproyeksikan selesai pada Juli 2022. 

“Hasil dari penelitian ini akan dibawa ke pemangku kebijakan, baik di tingkat daerah dan nasional,” kata Wiro menggarisbawahi pentingnya posisi FP2TKI ini. 

Editor: Leo Wahyudi & Lutfy Putra

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved