
Di tengah hamparan laut biru yang jernih dan gugusan pulau-pulau karst yang menawan di Raja Ampat, berdiri sebuah penginapan sederhana bernama Yenkankanes Homestay. Penginapan yang terletak di Kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan tersebut menjadi saksi bagaimana pemiliknya berubah dari penebang hutan ilegal menjadi pelindung hutan dan laut di sekitarnya.
Adalah mama Magareta Morin dan suaminya yang mendirikan homestay tersebut pada 2013. Sebelum mendirikan penginapan kecil itu, suami mama Morin bekerja sebagai penebang pohon liar atau dalam istilah lokal disebut tukang senso. Istilah senso bisa jadi diadopsi dari bahasa Inggris chainsaw yang berarti gergaji. Untuk menebang kayu di hutan, biasanya tukang senso memang menggunakan chainsaw. “Bapa ini dulu tukang senso kayu, tukang tebang hutan sampai mau habis,” kenang Mama Morin.
Baca Juga: Pembangunan Homestay di Arefi Timur, Upaya Pemulihan Ekonomi Masyarakat
Namun semuanya berubah sejak keluarga mereka mulai mengelola penginapan. Homestay tersebut dinamai Yenkankanes, yang dalam bahasa Biak berarti “pasir menangis.” Nama ini diambil dari legenda masyarakat Biak yang diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi. Menurut mama Morin, nama itu mengandung pesan tentang kesedihan alam saat manusia menyakitinya serta harapan bahwa alam bisa tersenyum kembali jika kita menjaganya dengan sungguh-sungguh. “Setelah bikin homestay, puji Tuhan ada perubahan. Bapa su tidak tebang kayu lagi.”
Mama Morin mengelola homestay ini dengan penuh dedikasi. Ia menyambut tamu dengan hangat, memasak sendiri di dapur sederhana, dan memastikan para pengunjung nyaman tinggal di sana. Mama dan keluarga juga ikut menjaga hutan dan laut yang ada di sekitar. Karena mama percaya alam yang terawat akan memberikan manfaat kepada manusia. Di Raja Ampat, dengan merawat ekosistem darat dan laut, para turis datang untuk melihat keindahan tersebut. Namun saat pandemi Covid-19 melanda, semua aktvitas pariwisata terhenti. Tidak ada tamu yang datang. Penginapan menjadi rusak karena tak dihuni.

Ketika sektor pariwisata kembali menggeliat setelah pandemi mereda, mama Morin tidak bisa langsung merasakan manisnya geliat tersebut. Homestay yang rusak tidak bisa ditinggali. Sementara tidak ada modal untuk memperbaiki unit yang tidak bisa dihuni.
Pada 2023, harapan datang melalui bantuan dana bergulir dari EcoFund. Dengan dana ini, mama Morin dan keluarganya bisa merenovasi homestay yang sempat terbengkalai. Yenkankanes kembali hidup. Kini, homestay tersebut tak hanya menjadi tempat singgah, tapi juga menjadi jendela bagi para tamu untuk melihat kehidupan masyarakat adat Papua yang hidup berdampingan dengan alam. Mama Morin percaya bahwa menjaga hutan dan laut adalah hal yang utama. “Kalau kita jaga alam, alam akan kasih kita lebih banyak,” katanya.
Baca Juga: Lulusan SD Ini jadi Pemilik Homestay di Raja Ampat
Kesadaran untuk menjaga alam juga disebarkan kepada para wisatawan yang datang. Salah satunya ketika para tamu bertanya tentang lokasi terbaik untuk menyelam atau snorkeling. Setelah menyebutkan beberapa lokasi, dengan bangga, ia juga menjelaskan bahwa semua itu bisa dilakukan karena wilayah ini dijaga oleh masyarakatnya sendiri. Alam yang lestari adalah hasil dari tanggung jawab masyarakat untuk memelihara.
Selain menjaga alam, usaha homestay ini juga menggerakkan ekonomi lokal. Mama Morin selalu mengusahakan untuk membeli kebutuhan dari langsung dari masyarakat sekitar. Ia membeli ikan dari kelompok nelayan kampung, dan sayuran dari kelompok kebun yang dikelola warga setempat. Dengan cara ini, roda ekonomi berputar, dan semangat gotong royong hidup kembali. “Bukan kami sendiri yang menikmati hasil, tapi masyarakat juga,” katanya.
Kisah Mama Morin adalah potret nyata bagaimana usaha sederhana yang dijalankan dengan nilai dan semangat kolektif bisa menciptakan perubahan besar. Yenkankanes Homestay menjadi bukti bahwa ketika masyarakat diberdayakan dan diberi akses pada solusi ekonomi berkelanjutan, mereka bisa menjadi pelindung alam paling tangguh. Di balik senyumnya yang hangat, Mama Morin membawa pesan kuat: perubahan bisa dimulai dari rumah sendiri, dan masa depan yang hijau dibangun oleh keberanian untuk berubah.
Editor: Nur Alfiyah