Sejak dulu hingga sekarang, kepekaan dan hasrat kaum muda untuk terlibat dalam penyelesaian berbagai permasalahan yang ada di Indonesia sudah tumbuh subur. Kepekaan dan aksi para kaum muda juga banyak bermunculan dalam menghadapi isu lingkungan, khususnya dalam melindungi alam di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku yang merupakan benteng terakhir Indonesia dalam menghadapi krisis iklim.
“Kita sebagai anak muda sepakat bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk merespons berbagai permasalahan yang ada. Jangan sampai kita yang masih muda tidak melakukan apa-apa,” ujar Baltasar Klau Nahak, salah satu alumni School of Eco Diplomacy (SED) Nasional 2022 sekaligus Koordinator EcoDefender Sorong Raya dalam diskusi MACE (Mari Cerita) Papua dan Maluku #3 yang mengusung tema “Kami Bersuara!” secara daring melalui Zoom dan Youtube EcoNusa pada 27 September 2022.
Baca Juga: Indonesia Perlu Peran Diplomat Hijau
Berbagai aksi nyata yang tentunya menginspirasi dan berkontribusi besar dalam upaya menahan laju krisis iklim dan perlindungan alam juga dilakukan oleh para peserta SED Nasional. Dipandu oleh Meilani Teniwut—bersama dengan kedua alumni SED Nasional 2022 lainnya, yakni Nelce Etifera Assem dan Nurhidaya Tari, Baltasar membagi pengalaman mereka dalam penyelamatan lingkungan Tanah Papua dan Kepulauan Maluku.
Dalam hal ini, Nelce memilih dunia penulisan sebagai cara untuk menyelamatkan alam, khususnya bumi cenderawasih. Bersama dengan rekan-rekannya di Komunitas Rumah Menulis Papua Universal, Nelce telah menulis dua buku. Buku pertama, “Penggalan Cerita dari Sentani” memaparkan berbagai potensi keanekaragaman hayati, sosial, dan budaya yang ada di Sentani. Buku kedua, “Jejak Kehidupan Prasejarah di Sentani”, merupakan sebuah karya bersama Balai Arkeologi Papua yang menceritakan kehidupan prasejarah, sosial, budaya, dan potensi alam yang dimiliki masyarakat di sekitar Danau Sentani. Nelce juga aktif menjadi penulis kontributor untuk hutanpapua.id.
Selain menulis, sebagai anggota EcoDefender Jayapura, Nelce pun aktif berkegiatan melakukan aksi nyata untuk lingkungan. Sebelum bergabung dengan EcoDefender, Nelce adalah bagian dari Rumah Bakau, sebuah komunitas peduli mangrove di Jayapura. Nelce bersama rekan-rekannya telah melakukan beberapa aksi, seperti menanam pohon di daerah aliran sungai, menanam mangrove, aksi bersih sampah, kampanye publik, dan aksi lainnya.
Baca Juga: Relawan Hutan Dorong Anak Muda Berkarya Nyata di Kampung
“Karena debit air semakin sedikit, sa bersama kawan-kawan EcoDefender bekerja sama dengan PDAM melakukan penanaman pohon supaya air jadi lebih banyak,” cerita Nelce kepada para peserta MACE #3.
Masih dalam bidang literasi, Baltasar bersama teman-temannya di EcoDefender Sorong Raya dan Perpustakaan Keliling Agape hadir dan mengedukasi anak-anak di kampung-kampung sekitar Sorong, Sorong Selatan, dan Raja Ampat. Tujuannya untuk meningkatkan literasi, khususnya tentang lingkungan. Hingga saat ini, sedikitnya sudah ada sepuluh kampung yang telah dikunjungi dan diberi edukasi. Mereka melakukan berbagai aktivitas seperti membaca buku bersama, sosialisasi, dan edukasi bertajuk sharing is caring, mendongeng, menonton film edukasi, hingga melibatkan para pesertanya dalam kegiatan bersih sampah dan penanaman pohon.
“Kami juga telah melaksanakan Kemah Konservasi di Kampung Kwayili, Sorong. Di sana kami bersama anak-anak kampung melakukan aksi bersih sampah, lalu membuat karya dari sampah-sampah itu,” papar Baltasar.
Baca Juga: Ilmuwan Muda Papua Dukung Inisiatif Mahkota Permata Tanah Papua
Senada dengan semangat Nelce dan Baltasar, Nurhidaya juga bersinergi bersama rekan-rekannya di Kaum Muda Pecinta Alam ESTUARIA Maluku Utara. Ketertarikannya pada dunia laut membuatnya tergerak untuk menyelamatkan laut dari ancaman sampah dan pencemaran. Bagi Nurhidaya, kaum muda perlu turun tangan dan ikut berperan melindungi kekayaan dan potensi yang ada demi mewujudkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Memahami, mencari solusi, memulai aksi dari diri sendiri, dan membagikan serta mengajak orang-orang terdekat dapat menjadi langkah baik untuk ikut menyelamatkan alam.
“Anak muda sebagai agen perubahan harus terlibat aktif dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup, dan kita bisa berkontribusi dengan cara apa pun sesuai minat dan bakat kita,” kata Nurhidaya.
Baca Juga: Pemimpin Muda Masa Depan Bukan Kemustahilan
Keindahan alam dan keanekaragaman hayati di Tanah Papua serta Kepulauan Maluku tak lepas dari ancaman kerusakan. Padahal, itu semua adalah benteng terakhir Indonesia dalam menahan laju krisis iklim yang perlu diselamatkan dan dilindungi. Nasib alam timur Indonesia di masa depan ditentukan oleh upaya kita bersama yang melibatkan berbagai pihak, termasuk kaum muda Indonesia.
Bumi adalah rumah kita satu-satunya. Artinya, kehidupan kita sesungguhnya amat bergantung pada alam. Melawan krisis iklim bukan hanya tentang menyelamatkan alam, melainkan menyelamatkan kehidupan kita sekarang dan di masa mendatang. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi.
Editor: Leo Wahyudi