Search
Close this search box.
EcoStory

SLANK: Jangan Jadikan Hutan Hanya sebagai Wallpaper

Bagikan Tulisan

Lingkungan hidup selalu menjadi sumber inspirasi dalam proses kreatif grup musik Slank. Sejak album perdana mereka, Suit… Suit… He… He… (Gadis Sexy) (1990), Slank telah membuat lirik filosofis permenungan kehidupan lewat lagu berjudul Karang. Lagu tersebut bercerita perihal penyesalan seseorang dan keinginannya untuk kembali ke masa lalu.

Begitu pula yang terlihat pada album terakhir Palalopeyank (2017). Menggunakan lirik yang lugas, Slank membawa keresahan dan kemarahannya terhadap kerusakan alam lewat lagu berjudul Hutan Karma. Lagu tersebut dibuat saat Slank tengah menjalani tur di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Tak lama setelah mendarat, Slank disuguhi asap pekat dari kebakaran hutan dan lahan.

Tanpa menggunakan metafora, Hutan Karma menggambarkan betapa mengerikan dampak yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan. Hewan-hewan/tunggang-langgang/ berkeliaran/ketakutan/rimba raya hutan karma/ robohkan peradaban/ rimba raya hutan karma/ robohkan peradaban.

“Hutan harus jadi prioritas dalam pembangunan. Risiko terburuknya hutan hanya jadi wallpaper doang. Pembangunan tidak bisa kita hindari. Tapi pembangunan yang ramah lingkungan sebenarnya bisa,” kata Kaka, vokalis Slank.

Pemain bas Slank, Ivanka, menilai kondisi lingkungan hidup Indonesia, terutama hutan, saat ini berada dalam kondisi menyedihkan. Aktivitas ekonomi di dalam hutan memberikan dampak buruk bagi ekosistem di sekitarnya. Ivanka merujuk pada tergerusnya habitat orangutan di Sumatera dan Kalimantan akibat penebangan hutan dan pertambangan.

Hutan Indonesia memiliki peran yang teramat vital. Selain sebagai tempat tinggal jutaan flora dan fauna, hutan berperan dalam menjaga peningkatan suhu bumi akibat pemanasan global, menjaga siklus peredaran melalui fotosintesis dan menahan laju erosi. Selain itu, hutan juga menjadi tempat yang penting bagi kehidupan masyarakat adat.

Baca juga: Barasuara: Menjaga Hutan Tanggung Jawab Semua Generasi Muda

Sayangnya luas hutan Indonesia mengalami penurunan setiap tahunya. Pada 2013, luas hutan Indonesia 91,5 juta hektare. Lima tahun berselang luas hutan menyusut menjadi 88,4 juta hektare. Dalam setengah dasawarsa Indonesia telah kehilangan 3,3 persen dari total luas hutan.

Hutan di Indonesia timur seperti Maluku, Maluku Utara, dan Tanah Papua menjadi benteng terakhir hutan yang harus dilindungi. Maluku dan Maluku Utara memiliki persentase hutan terhadap luas provinsi sebesar 64 persen dan 63 persen. Hutan di Bumi Cenderawasih bahkan jauh lebih padat. Papua memiliki persentase hutan 80 persen dan Papua Barat 90 persen.

Kaka berharap, ekspansi industri yang terjadi di Indonesia timur tak membuat hutan terdegradasi seperti yang terjadi di Indonesia barat dan tengah. “(Hutan di Indonesia timur) ini sudah garda terakhir. Hutan harus tetap ada walaupun pembangunan di Tanah Papua berjalan pesat. Jadi kalaupun nanti daerah-daerah di Tanah Papua punya pemimpin-pemimpin baru, kalau bisa pemimpin baru itu semua punya concern kepada hutan. Karena itu benteng terakhir yang masih lebat,” ujar Kaka.

Sementara itu, gitaris Slank Ridho Hafiedz optimis hutan Indonesia akan tetap terjaga. Menurut Ridho, peran besar masyarakat adat dalam menjaga hutan melalui kearifan lokal telah terbukti sejak ratusan tahun lalu. “Untuk itu kita harus melindungi masyarakat adat. Terutama dari pandemi saat ini. Karena salah satu yang punya peran besar dalam menjaga hutan ya masyarakat adat di sana,” ucap Ridho.

Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved