Search
Close this search box.
EcoStory

Sampah Plastik Masih Menjadi Ancaman Serius Kehidupan Laut

Bagikan Tulisan
Aksi pemuda membersihkan sampah di pesisir Jakarta dalam acara Penjaga Laut Operation Global Sweep pada Minggu, 28 November 2021.

Sampah plastik yang mengandung zat beracun dan sulit terurai banyak ditemukan di lautan. Laman International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyebut setidaknya ada 14 juta ton plastik yang berakhir di lautan setiap tahunnya. Laporan United Nations Environment Programme (UNEP) 2021 menunjukkan jumlah plastik di lautan berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 2015-2020 mencapai sekitar 75-199 juta metrik ton.

Di Indonesia, menurut laporan Bank Dunia (2021) setiap tahun 346,5 ribu ton sampah plastik dibuang ke laut. Sumbernya kebanyakan berasal dari wilayah Jawa (129,3 ribu ton/tahun) dan Sumatra (99,1 ribu ton/tahun).

Sampah plastik yang berakhir di laut tersebut berasal dari aktivitas manusia yang dilakukan di darat. Laporan UNEP menunjukkan bahwa produksi plastik pada 2019 mencapai 368 juta metrik ton. Agrikultur, transportasi, pembangunan, dan konstruksi hingga penggunaan alat medis selama pandemi merupakan  contoh aktivitas yang dapat menyebabkan penumpukkan sampah plastik di laut.

Baca juga: Mikroplastik dan Sampah Plastik Mengancam Kehidupan

Sampah plastik membahayakan binatang yang hidup di lautan. Bobotnya yang ringan membuat sampah plastik dapat mengambang dan menyebar di laut. Akibatnya, tidak sedikit biota laut yang terjerat, tanpa sengaja memakan, sampai terserang penyakit akibat sampah plastik. Dampaknya adalah perubahan perilaku hingga kematian biota laut. 

Sampah plastik yang mengambang di kolom perairan laut dianggap sebagai mangsa oleh penyu karena menyerupai ubur-ubur. Laporan UNEP menunjukkan bahwa hampir semua penyu yang diteliti, pada bagian ususnya ditemukan sampah plastik seperti plastik botol, tali pancing, hingga serpihan cat.

Selain membahayakan hewan yang hidup di lautan, penumpukan sampah plastik pada ekosistem kunci, seperti terumbu karang, mangrove, dan padang lamun dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan karbon di alam. Hal ini dapat menghambat proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme produsen primer seperti mikroalga.   

Baca juga: Upaya Penanganan Sampah Plastik di Maluku dan Tanah Papua

Penelitian yang dilakukan Kurniawan (2021) menyebutkan bahwa selain menghalangi cahaya matahari, sampah plastik yang menumpuk membuat daun lamun menjadi melengkung dan berwarna kekuningan. Sedangkan penelitian yang dilakukan Cordova (2017) menyebutkan bahwa penumpukan sampah plastik dapat menghalangi sedimen sehingga menghambat pertumbuhan benih mangrove. Sampah dari alat tangkap yang ditinggalkan seperti jaring, tali tambang, dan nilon, dapat merusak jaringan yang menyebabkan karang terpapar terhadap penyakit.

Selain mengancam ekosistem laut, sampah plastik juga dapat merugikan manusia. Sampah yang menumpuk membuat orang menghabiskan waktu lebih sedikit di pantai. Pada kasus tertentu, turis bahkan enggan untuk mengunjungi tempat wisata jika terdapat tumpukan sampah. Ini dapat berdampak pada berkurangnya aktivitas fisik, interaksi sosial hingga penurunan pendapatan kawasan wisata.

Selain itu, sampah plastik yang tersangkut di baling-baling dapat mengurangi kestabilan dan menghambat laju kapal. Hal ini dapat membahayakan para pekerja kapal, terutama dalam kondisi cuaca yang buruk.

Baca juga: Implementasi Ekonomi Biru Tak Maksimal

Untuk menangani permasalahan sampah di laut Indonesia, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (PP) No. 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Peraturan yang memuat rencana aksi nasional ini menargetkan pengurangan sampah plastik di laut hingga 75 persen pada 2025. 

Turunan dari peraturan tersebut adalah terbentuknya kolaborasi multipihak bernama National Plastic Action Partnership (NPAP).  Dikutip dari laman indonesia.go.id, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti, mengatakan, melalui NPAP sudah terjadi reduksi sampah plastik di laut sebesar 11,2 persen.

Lebih lanjut, Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan Permen LHK No. 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. 

Baca juga: Penangkapan Ikan Terukur Abaikan Ekosistem dan Kesejahteraan Nelayan

Direktur Pengurangan Sampah KLHK, Sinta Saptarina Soemiarno, mengatakan, “Produsen wajib untuk melakukan 3R. Pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, pemanfaatan kembali sampah,” dalam webinar yang diadakan KLHK dengan tema “Plastic Credit, Gagasan Baru Solusi Pengurangan Sampah Plastik?” pada 24 Februari 2022. 

Per November 2021, sudah ada 31 dokumen perencanaan peta jalan pengurangan sampah yang dikirimkan oleh produsen. Sayangnya, akses publik untuk meninjau dokumen tersebut masih minim.

Editor: Leo Wahyudi, Nur Alfiyah, Lutfy Putra

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved