Search
Close this search box.
EcoStory

Mendongkrak Produktivitas Pala di Kaimana

Bagikan Tulisan
Buah pala yang menjadi salah satu potensi di Kaimana, Papua Barat.

Pala menjadi salah satu sumber pendapatan andalan bagi warga Egarwara, Wermenu, Kufuryai, dan Manggera di Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat. Masing-masing kampung yang terletak di Distrik Arguni Bawah tersebut memiliki luas lahan perkebunan pala seluas 40-78 hektare dengan pendapatan Rp 39 juta – Rp 62 juta per tahun. “Pala merupakan komoditi perkebunan yang selama ini telah memberikan dampak pada upaya-upaya pelestarian sumber daya alam oleh masyarakat,” kata Kepala Kampung Wermenu, Adoris Ranggafu.

Namun, belum semua wilayah penghasil pala mengelola dan memanfaatkan potensi daerahnya dengan maksimal. Seperti yang terjadi di Kampung Egarwara, Wermenu, Kufuryai, dan Manggera. Pekebun di empat kampung penghasil pala tersebut masih belum terorganisir. “Pengelolaan dan pemanfaatan pala di sana hingga belum optimal, baik ditinjau dari aspek budidaya, bisnis, maupun kelembagaan,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan Kabupaten Kaimana, Abdul Rahim Furuada.

Baca Juga: Relasi Manusia dan Alam di Tanah Papua

Padahal, faktanya Indonesia adalah salah satu negara penghasil pala (Myristica fragrans Houtt) terbesar di dunia. Sekitar 75 persen kebutuhan pasar pala dunia dipasok oleh Indonesia. Negara kita mengekspor pala ke Uni Eropa, Vietnam, Amerika Serikat, Belanda, dan Jepang. Data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian menyebutkan, nilai ekspor pala mencapai USD 111,69 juta pada 2018 dengan total volume ekspor sebesar 20.202 ton.

Salah satu penyumbang kebutuhan ekspor tersebut adalah Papua Barat. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)  2020-2024, pala menjadi salah satu komoditas unggulan wilayah Papua yang masuk dalam proyek pengembangan prioritas nasional. Pemerintah menargetkan produksi pala nasional akan naik dari 37.496 ton pada 2019 menjadi 80.445 ton pada 2024.

Untuk mengoptimalkan potensi kampung tersebut, Yayasan EcoNusa melakukan kajian produksi dan potensi pala di empat kampung tersebut pada Mei lalu. Tim EcoNusa kemudian melanjutkannya dengan menggagas diskusi bersama warga empat kampung tersebut pada Juli lalu. Dari diskusi bersama, tim EcoNusa menarik kesimpulan bahwa banyak masalah yang dihadapi oleh para pekebun. Misalnya pala dijual mentah tanpa diolah, pemasaran dilakukan sendiri-sendiri, dan belum ada kelompok kerja. “Mereka juga belum memiliki aturan kerja dan mereka tak punya pendamping,” kata Program Associate Pengelolaan Sumber Daya Alam EcoNusa, Arya Ahsani Takwim.

Baca Juga: Mengelola Sumber Penghidupan Masyarakat Kaimana, Papua Barat

Pada pertemuan tersebut, masyarakat bersepakat untuk membuat rancangan awal Rencana Pengelolaan dan Pemanfaatan Pala (RPP-Pala) sebagai acuan untuk bekerja. Dalam rancangan awal RPP itu, mereka berencana mengembangkan kapasitas dan peran masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan pala. Dengan RPP ini, mereka dapat meningkatkan nilai tambah pala melalui pengolahan. Ada pula upaya untuk mengembangkan sistem pemasaran pala yang efisien dan memberikan keuntungan yang lebih layak bagi pekebun sambil mengembangkan kerja sama lintas kampung dan multipihak.

Masyarakat empat kampung tersebut juga bermufakat membentuk BUMKam Bersama (Badan Usaha Milik Bersama) 4 Kampung. Mereka memberi nama “NEMBEVE” yang berarti berubah ke arah yang lebih baik. Para pengurusnya, seperti direktur, sekretaris, manager produksi, dan manager pemasaran dipilih dari empat kampung tersebut. Dan badan pengawasnya adalah empat kepala kampung itu. BUMKam ini nantinya bertugas memasarkan pala dari wilayah mereka. Rancangan awal RPP Pala dan BUMKam ini dimatangkan dalam pertemuan bersama para kepala dinas Kabupaten Kaimana yang diinisiasi oleh EcoNusa pada 18-19 Agustus lalu.  

Dengan berbagai usaha yang dilakukan bersama tersebut, mereka berharap akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kampung. “Kami ingin petani pala di kampung mandiri dan sejahtera,” kata Kepala Kampung Kufuryai, Beatris Tefruam. 


Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved