Search
Close this search box.
EcoStory

Menanti Kehadiran Jalan Darat di Distrik Segun

Bagikan Tulisan
Pemandangan dari daratan di distrik Segun, Sorong, Papua Barat. (Yayasan EcoNusa/Lutfy M. Putra)

Kehadiran infrastruktur jalan darat menjadi harapan besar masyarakat di Distrik Segun, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Selama puluhan tahun, masyarakat tak memiliki jalan darat. Kondisi ini mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat. Mereka bahkan sulit mengakses fasilitas kesehatan.

“Masyarakat tidak berkembang ekonominya karena akses jalan itu (tidak ada). Jadi hasil-hasil (perikanan dan pertanian) yang masyarakat miliki hanya untuk keperluan sendiri dulu sebab biaya transportasinya terlalu besar,” kata Kepala Kampung Segun, Yahya Kutumlas, pada Selasa 5 Oktober 2022.

Kampung yang terkendala akses jalan darat itu antara lain Kampung Segun, Malamas, Gisim, Klajaring, Waimon. Untuk mengakses wilayah tersebut, masyarakat menggunakan dua moda angkutan, darat dan sungai.

Baca Juga: Dokumen Rencana Pembangunan Rendah Karbon: Langkah Maju Provinsi Papua Barat untuk Pembangunan Berkelanjutan

Dari Kampung Segun ke Kota Sorong misalnya, masyarakat menempuh perjalanan satu jam menyusuri Sungai Klasop menggunakan longboat dan berhenti di Kampung Kurnia, Distrik Moisegen. Yahya mengatakan, untuk satu kali perjalanan dengan membawa banyak barang menghabiskan bahan bakar minyak hingga 15 liter.

Dari Kurnia, masyarakat menyewa mobil dengan tarif Rp800 ribu per orang. Ongkos sewa mobil itu akan bertambah hampir dua kali lipat atau Rp1,5 juta bila digunakan untuk berdagang. “Beberapa kali ke kota, masyarakat selalu ikut. Ongkosnya ada yang patungan dan ada yang menjadi tanggungan kami (pemerintah kampung),” ucap Yahya.

Menurut Yahya, pemerintah sempat membangun jalan darat pada Agustus tahun lalu. Sayangnya, proses pembuatan jalan terhenti pada tahap pembukaan lahan. Tidak ada pengecoran, apalagi penaburan aspal. Kondisi jalan yang tak memadai membuat masyarakat hanya menikmati jalan tersebut selama enam bulan. Setelah ditinggalkan, jalan tersebut telah ditumbuhi rerumputan. “Ya sudah tidak digunakan lagi. Jalan becek jadi kurang layak,” ungkap Yahya.

Baca Juga: Bupati Keerom Canangkan Program Budidaya Pinang Batara

Kerinduan terhadap transportasi darat ini juga diungkap oleh Kepala Kampung Klajaring, Stevanus Klawom. Selama 53 tahun ia tinggal di Kampung Klajaring, ia tak pernah merasakan fasilitas jalan darat.

Dari Kampung Segun, Klajaring dapat dicapai dalam waktu tiga puluh menit. Kampung ini juga menjadi kampung terjauh yang berada dalam wilayah administrasi Distrik Segun.

Stevanus menuturkan, akses jalan darat selalu masuk dalam daftar aspirasi masyarakat bila bertemu dengan pejabat Kabupaten Sorong maupun pejabat pemerintahan lainnya. “Yang diutamakan itu kami bicarakan jalan. Kami punya harapan ke depan harus lebih baik. Dengan biaya (transportasi) seperti itu kami tetap berusaha. Tidak mungkin putus asa dan menyerah. Itu tidak bisa,” ujar Stevanus.

Besarnya biaya transportasi bukan satu-satunya kendala. Kemampuan longboat untuk dapat menyusuri Sungai Klasop bergantung pada pasang-surut air. Umumnya air pasang terjadi pada pagi dan sore, meski seringkali kondisi itu sulit diprediksi masyarakat. Terkadang masyarakat terpaksa menginap di atas longboat karena terjebak kondisi air sungai.

Baca Juga: Merawat Bank Sagu Kampung Manelek

Hal ini pernah dialami Yahya sekitar Juli 2022. Ia dan beberapa masyarakat Kampung Segun membeli bahan makanan di Kota Sorong. Mereka baru tiba di Kampung Kurnia jam 1 pagi karena air tiba-tiba pasang surut. Saat itu, air sungai belum benar-benar pasang. Masyarakat menyebut kondisi itu dengan istilah ‘konda’.

Saat menyusuri anak Sungai Klasop, sebatang pohon tumbang bisa menghalangi jalannya longboat. Yahya dan masyarakat Segun tak punya pilihan lain selain mengandalkan kenaikan debit air yang bisa menenggelamkan batang kayu. Mereka terpaksa menginap di longboat menunggu pasang naik. 

“Prediksinya masih bisa sampai di kampung. Sudah dekat dengan tempat dalam, tapi ada kayu rubuh. Masyarakat satu distrik sudah pernah mengalami hal yang sama. Makanya, harapan kami itu pemerintah cepat-cepat memperhatikan jalan ini. Jadi semuanya (perekonomian dan aktivitas masyarakat) hidup,” kata Yahya.

Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved