Search
Close this search box.
EcoStory

Marga Blon, Gisim, Koso, Diakui Hak Ulayatnya

Bagikan Tulisan
Proses berjalannya sidang adat untuk mendapatkan pengakuan tiga marga yakni Blon, Gisim, dan Koso (Yayasan EcoNusa/Yosias Arnold Rumbruren)

Lembaga Masyarakat Adat (LMA) memfasilitasi sidang adat sub suku Moi, Moi Klabra, untuk mendapatkan pengakuan hak ulayat tiga Marga, yaitu Blon, Gisim, dan Koso, di Kampung Klarin, Distrik Konhir, Kabupaten Sorong, Papua Barat, pada 8 Oktober 2022.

Sidang adat ini mengundang kehadiran marga-marga tetangga yang tinggal dekat dengan wilayah mereka. Marga yang hadir tersebut adalah Marga Khan Subujek, Kamuru Sflo, Kamuru Miswri, Tediel Hrat, Tediel Esfat, Kilmi Syatbul, Kilmi Wlian, Saden Momtsan, Saden Fle, dan Saden Wenbabri.

Sidang adat ini dihadiri oleh pemerintah Kabupaten Sorong, tetua adat, tetua marga, tokoh pemuda, tokoh perempuan, dan para kepala kampung di Distrik Konhir. Yehut Gisim, staf Distrik Konhir, dalam sambutannya mengulas tentang bahaya perusahaan kelapa sawit yang pernah mengancam wilayah mereka pada 2015. Saat itu, Yehut mempertanyakan perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah adat mereka tanpa berkoordinasi dengan pemilik adat.

Baca juga: Masyarakat Adat Harus Menjaga Hak Atas Sumber Daya Alamnya

“Jika kalian datang ke tanah kami dan tidak meminta izin serta membawa kehancuran bagi wilayah kami, silakan tinggalkan tempat kami,” kata Yehut kala itu. Ia mengingatkan agar masyarakat terus menjaga wilayah adat mereka sebagai warisan yang harus dijaga untuk generasi masa depan. 

Sidang adat ini dipimpin oleh tiga orang, yaitu Gideon Kilmi sebagai Ketua LMA Distrik Konhir, Silas Kalami sebagai Ketua LMA Malamoi, dan Yohanis Galus sebagai tokoh adat Sub Suku Moi Klabra. Ketiga pimpinan sidang ini memandu jalannya sidang dengan memanggil para pemilik hak ulayat. Dalam sidang tersebut, Marga Blon, Gisim, dan Koso memaparkan data luasan wilayah dan tanda-tanda alam berbentuk fisik. Mereka juga menghadirkan para aksi dari marga yang berdekatan dengan wilayah adat mereka. 

Baca juga: Merawat Jaring Harapan di Kampung Segun

Marga Blon memiliki luasan wilayah adat sebesar 332,71 hektare, sedangkan marga Gisim 490,47 hektare, dan marga Koso sebesar 1.540,74 hektare. Mereka menyampaikan data ini  dengan mengacu pada tanda-tanda alam seperti adanya sungai, gunung, mata air, pohon, dusun dan tempat keramat.

Pimpinan sidang adat kemudian memanggil Marga Blon bersama marga-marga tetangga, yaitu Saden Fle, Saden Momtsan, Kilmi Wlian, Kilmi Syatbul, Gisim, dan Koso untuk menanyakan kebenaran data wilayah adat. Setelah melewati beberapa pertanyaan dari pimpinan sidang, marga-marga tetangga pun mengakui bahwa wilayah yang dipetakan adalah benar-benar milik marga Blon. Pimpinan sidang lalu menutup pembahasan wilayah Marga Blon dengan ketukan palu.

Baca juga: Kambik, Sekolah Adat Suku Moi

Berikutnya pimpinan sidang memanggil Marga Gisim bersama marga-marga tetangga, yaitu Marga Blon, Saden Fle, Saden Klama, dan Koso untuk menanyakan kebenaran data yang disampaikan. Marga Gisim kemudian menjelaskan tentang batas hak ulayat yang dimiliki dan dibenarkan oleh marga-marga tetangga. Pimpinan sidang menutup pembahasan terkait hak ulayat Marga Gisim.

Terakhir, pimpinan sidang memanggil Marga Koso untuk menanyakan data luasan hak ulayatnya. Marga tetangga, yaitu Marga Saden Klama, Khan Subujek, Kamuru Sfulo, Kamuru Miswri, Tediel Hrat, Tediel Esfat, Kilmi Syatbul, dan Koso mengakui kebenaran data ini dan tidak ada keberatan dari mereka. Pimpinan sidang kemudian menutup pembahasan hak ulayat kepemilikan Marga Koso.

“Masyarakat kampung harus terus mengawal jalannya proses sidang sampai pada saat SK (Surat Keputusan) diterbitkan, sehingga nantinya tidak ada informasi yang putus. Mereka harus mendapatkan informasi yang utuh agar tujuan pemetaan wilayah adat bisa dimengerti oleh pemilik hak ulayat dan marga tetangganya,” kata Silas O. Kalami, Ketua LMA Malamoi. 

Baca juga: Menggali Potensi Kampung Gisim di Sorong

Menurut Silas, hasil sidang adat menjadi syarat kelengkapan dokumen untuk mendapatkan pengakuan hak atas tanah dari pemerintah daerah sesuai Peraturan Daerah (Perda) No. 10/2017 dan Peraturan Bupati (Perbup) Sorong No. 6/2020.

Sementara itu, pimpinan sidang lainnya, Yohanis Galus dari sub suku Moi Klabra, mengatakan bahwa pengakuan yang telah disepakati bersama telah disaksikan oleh alam dan leluhur. “Kita harus tetap menjaga keharmonisan seperti yang sudah ditanamkan para leluhur Moi Kalabra,” kata Yohanis. 

Setelah tidak ada keberatan dari semua pihak, Gideon pun secara resmi menutup sidang adat pengakuan hak ulayat Marga Blon, Gisim, dan Koso. Hasil sidang adat ini akan dijadikan berita acara kesepakatan bersama antara pemilik hak ulayat dan marga-marga tetangga. LMA Malamoi akan mengeluarkan surat rekomendasi sebagai pengantar keabsahan data yang akan diverifikasi oleh Panitia Masyarakat Hukum Adat (PMHA) sesuai SK Bupati Sorong No. 224/KEP.408/XI/2021di tingkat kabupaten sebelum terbitnya SK Kepemilikan Wilayah Adat.

Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved