Search
Close this search box.
EcoStory

Masyarakat Adat Harus Menjaga Hak Atas Sumber Daya Alamnya

Bagikan Tulisan
Lanny Losung, Direktur Kobumi, sedang menyampaikan pandangannya dalam Sarasehan Masyarakat Adat Nusantara dengan tema “Membangun Sistem Ekonomi yang Kuat dan Efektif Berbasis Nilai, Praktik, dan Inovasi Masyarakat Adat” di Kampung Nendali, Distrik Sentani Timur,  Kabupaten Jayapura, Selasa, 26 Oktober 2022. (Roberto Yekwam/Yayasan EcoNusa)

Masyarakat adat diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat mengenali dan menjaga hak atas sumber daya alamnya. Dengan demikian, mereka mengetahui nilai atau harga yang pantas untuk diperjuangkan, bukan saja untuk kepentingan kehidupan generasi saat ini, tapi juga untuk kehidupan generasi masyarakat adat di masa depan.

Demikian kesimpulan yang disampaikan Mubariq Ahmad, Direktur Conservation Strategy Fund (CSF) Indonesia sebagai tanggapan terhadap 7 narasumber dalam pelaksanaan Sarasehan Masyarakat Adat Nusantara dengan tema “Membangun Sistem Ekonomi yang Kuat dan Efektif Berbasis Nilai, Praktik, dan Inovasi Masyarakat Adat” di Kampung Nendali, Distrik Sentani Timur,  Kabupaten Jayapura, Selasa, 26 Oktober 2022.

Selanjutnya Mubariq mengatakan, masyarakat adat harus membangun pola pikir yang tegas, bahwa lembaga bisnis adalah lembaga bisnis, bukan lembaga sosial. Masyarakat adat harus konsisten dalam membangun usaha,memperhatikan volume dan kualitas komoditasnya. ”Masyarakat adat harus mampu membangun kolaborasi dengan pihak lain, baik dalam bentuk kelembagaan atau personal,” kata Mubariq.

Acara ini menjadi bagian dari Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI di Tanah Tabi, Papua. Tema tahun ini adalah “Bersatu Pulihkan Kedaulatan Masyarakat Adat untuk Menjaga Identitas Kebangsaan Indonesia yang Beragam dan Tangguh Menghadapi Krisis”. Kongres yang diperkirakan dihadiri lebih dari 2.000 masyarakat adat nusantara ini berlangsung dari 24-30 Oktober 2022.

“Selama pandemi Covid-19 dan krisis iklim, ketahanan sebenarnya justru berada di tangan masyarakat adat. Sebab mereka memiliki pengetahuan lokal dan ketahanan pangan tersendiri dalam kearifan budaya lokal,” kata Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, dalam acara pembukaan KMAN VI. 

Peran Kobumi

Dalam sarasehan ini, Direktur Kobumi, Lanny Losung, menjelaskan bahwa saat ini ada perusahaan sosial bernama Kobumi yang didirikan Yayasan EcoNusa. Tujuannya untuk membangun bisnis berkelanjutan bagi masyarakat adat. 

Dalam visinya, Kobumi ingin mengangkat komoditas lokal berdaya saing global untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat guna menjaga ekosistem alam melalui sistem perdagangan yang adil dan saling menguntungkan. Kobumi akan menjadi jembatan penghubung bagi masyarakat adat untuk mempromosikan dan menjual komoditas yang dipanen atau diproduksi oleh masyarakat adat ke pasar yang lebih besar, baik di tingkat nasional maupun internasional.

“Saat ini Kobumi melakukan kerja sama, gotong royong bersama 8 koperasi untuk meningkatkan kualitas komoditasnya dan juga memperluas pasar. Karena ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, sehingga perlu kolaborasi,” jelasnya.

Lanny mencontohkan, misalnya permintaan pasar terhadap komoditas pala 100 ton.  Sementara kemampuan produksi satu koperasi hanya 1 ton atau 5 ton. Tentu ini tidak cukup. Karena itu, diperlukan kolaborasi dengan koperasi lain, misalnya dengan 10-20 koperasi, agar permintaan pasar itu bisa dipenuhi.

Tidak hanya mencari pasar, Kobumi juga akan melakukan pendampingan kepada masyarakat adat untuk mengetahui standar komoditas ekspor. Kobumi juga siap membantu untuk layanan bisnis inkubasi dengan memberikan dukungan keuangan kepada masyarakat adat 

Selain itu, lanjut Lanny, saat ini Kobumi  bersama EcoNusa juga membuat satu program namanya Youth for Papua ( Anak Muda untuk Papua). Tujuannya, agar anak muda mampu menjalankan koperasi secara berkelanjutan, mulai dari produksi sampai pemasaran, dari hulu sampai hilir.

Bersama dengan koperasi, Kobumi berupaya meningkatkan jumlah dan kualitas komoditas pala, cengkeh, vanili, pinang dan sagu. Ada juga kacang tanah, kopi arabika, kopi robusta, rumput laut, sosis babi hutan, dan produksi abon ikan, termasuk ekowisata di beberapa wilayah adat masyarakat di Papua Barat dan Maluku.

“Jika ada kelompok masyarakat yang sudah siap dengan komoditas yang saya sebutkan, silakan kontak kami, akan dilakukan pendampingan langsung dan promosi ke market luar negeri. Kobumi juga akan memberikan pendampingan untuk permodalan koperasi. Saat ini fokus Kobumi baru pada tiga komoditas, yaitu pala, kopra dan udang banana, yang akan diekspor dalam waktu dekat,” ujarnya.

Lanny meyakini, masyarakat adat mampu mengolah potensi alamnya sendiri. Sumber daya alam yang ada saat ini akan terus ada, jika itu dikelola oleh masyarakat adat itu sendiri. Kalau masyarakat adat bersatu mendorong pengembangan komoditas secara bersama, maka ekonominya pasti kuat dan masyarakat adat pasti sejahtera.

Editor: Leo Wahyudi S

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved