EcoStory

Inisiatif Lintas Agama IRI Mengajak Umat untuk Menjaga Hutan

Bagikan Tulisan
Pendeta Jimmy Sormin, Ketua IRI-Indonesia memberikan sambutan pada Peluncuran dan Sosialisasi Panduan Keagamaan tentang Kehutanan dan Masyarakat Adat (Yayasan EcoNusa/Nur Arinta)

Agama dan alam seringkali dipahami sebagai dua hal yang terpisah dan tidak terhubung satu sama lain. Padahal terdapat koneksi yang kuat antara kedua hal ini, karena agama berkontribusi besar dalam mengatur persepsi, moral, dan perilaku manusia dalam menjaga dan melestarikan alam melalui ajaran-ajarannya. Inilah yang mendorong dibentuknya Interfaith Rainforest Initiative (IRI), sebuah prakarsa lintas agama yang berkomitmen untuk mengarusutamakan nilai-nilai yang mendukung pelestarian hutan hujan tropis dan perlindungan masyarakat adat sebagai garda depan yang menjaga hutan.

“Secara global, masyarakat sudah melihat pentingnya peran umat beragama untuk turut andil dalam penyelamatan alam, karena ini erat kaitannya dengan masalah moral,” kata Pendeta Jimmy Sormin, Ketua IRI-Indonesia saat membuka acara Peluncuran dan Sosialisasi Panduan Keagamaan tentang Kehutanan dan Masyarakat Adat di Jakarta pada 16 Desember 2022. Tak hanya di Indonesia, IRI juga ada di beberapa negara pemilik hutan hujan tropis dunia lainnya, yaitu Brazil, Kolombia, Republik Demokratik Kongo, dan Peru.

Baca juga: Peduli Lingkungan sebagai Ibadah

Indonesia memiliki hutan hujan tropis seluas lebih dari 90 juta hektare dan menempati posisi ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Republik Demokratik Kongo. Hutan diyakini merupakan rumah penting bagi keanekaragaman hayati yang hidup di dalamnya, dan memberikan banyak manfaat bagi kita, terlebih bagi masyarakat adat yang hidup di sekitar hutan. Secara alami, hutan memberikan manfaatnya kepada manusia. Hutan menjadi  penyedia berbagai kebutuhan seperti sumber pangan, papan, sandang, maupun obat-obatan, hingga menjaga keseimbangan ekosistem dan mendinginkan Bumi.

Tak hanya itu, lahan gambut di daratan Indonesia menyimpan 35 miliar ton karbon yang berkontribusi besar terhadap penyerapan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. “Ini adalah rahmat Tuhan untuk kita, untuk Indonesia,” ucap Fachruddin Mangunjaya, ahli biologi sekaligus anggota IRI dalam presentasinya.

Baca juga: Kambik, Sekolah Adat Suku Moi

Sayangnya, di saat yang bersamaan Indonesia juga merupakan penyumbang emisi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika dan Tiongkok. Data menunjukkan bahwa 85 persen profil emisi yang dihasilkan negara ini berasal dari degradasi dan hilangnya hutan juga lahan gambut. Hal ini kian menunjukkan bahwa upaya bersama untuk melindungi hutan di Indonesia penting untuk digalakkan oleh berbagai pihak, termasuk bagi umat beragama.

Saat ini telah banyak usaha yang dilakukan oleh berbagai komunitas, lembaga, jejaring dan koalisi untuk menyelamatkan hutan. Sayangnya upaya ini masih belum cukup untuk menghentikan degradasi hutan yang terjadi di Indonesia. Untuk itu, upaya pencegahan dan penanggulangan hilangnya hutan dengan pendekatan agama menjadi opsi yang patut dilakukan.

Romo Heri menjelaskan amanat buku panduan dan buku khutbah tentang kehutanan dan masyarakat adat untuk agama Katolik (Yayasan EcoNusa/Nur Arinta)

Dalam negara yang memiliki keragaman agama ini, kerja sama lintas agama dibutuhkan untuk membangun nilai, moral, dan perilaku umat yang mencintai alam. IRI adalah perwujudan dari solidaritas umat beragama di Indonesia untuk melindungi alam. Hayu Prabowo, National Facilitator IRI, mengatakan, dalam perjalanannya IRI mengusung tiga program utama untuk menyelamatkan hutan Indonesia dan melindungi masyarakat adat, yaitu melalui peningkatan kesadaran dan pengetahuan umat, melakukan advokasi, serta melakukan aksi nyata.

Baca juga: Charlie Heatubun: Hutan Adalah Tempat yang Tak Tergantikan

Salah satu upaya yang dilakukan oleh IRI adalah meluncurkan buku panduan dan buku khotbah tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan dan melindungi masyarakat adat dengan pendekatan enam agama resmi di Indonesia, yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Pada kesempatan ini, IRI mengundang pemuka agama dan anggota lembaga keagamaan untuk menyosialisasikan isi dan amanat dari buku-buku ini kepada umatnya.

Romo Agustinus Heri Wibowo, pemuka agama Kristen Katolik, mengatakan bahwa ini merupakan bentuk cinta kasih kepada alam, khususnya hutan, yang merupakan ciptaan Tuhan. Perwujudan cinta terhadap ciptaan ini bukan hanya gerakan kemanusiaan semata, namun menjadi bagian dari gerakan moral dan iman umat manusia. “Agama adalah bagian dari solusi, termasuk solusi kerusakan alam, solusi dari kerusakan hutan hujan tropis. Kiranya ini tanggung jawab kita bersama-sama,” tambah Romo Heri.

Editor: Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved