Search
Close this search box.
EcoStory

Barasuara: Menjaga Hutan Tanggung Jawab Semua Generasi Muda

Bagikan Tulisan

Memanaskan dunia. Mencair di utara. Kita di ujung masa. Kita mencari celah. Untuk bertahan mencari ruang. Kita mencari celah adaptasi. Mencari guna manusia. Tiap langkah rusak semua.

Kalimat di atas adalah penggalan lirik dari salah satu lagu dari grup musik Indonesia, Barasuara, berjudul “Guna Manusia” pada album keduanya. Dalam album bertajuk “Pikiran dan Perjalanan” yang dirilis 2019 silam itu, Barasuara memang banyak menulis lagu tentang kehidupan manusia beserta isu-isu meresahkan di dalamnya, termasuk isu tentang lingkungan. 

Selain “Guna Manusia” yang mengisahkan kerusakan lingkungan dan alam sekitar akibat ulah manusia, dalam album tersebut ada lagu “Haluan” yang menceritakan tentang ancaman dan kebohongan manusia untuk merebut hak manusia lainnya. Lagu tersebut dibawakan grup musik beranggotakan enam anak muda ini pada Konser Hutan Merdeka #BeradatJagaHutan yang diadakan EcoNusa pada 29 Agustus 2020. 

Isu-isu pembawa keresahan, tak terkecuali isu kerusakan lingkungan, diakui Barasuara menjadi tema-tema yang kerap diangkat dalam menulis lirik dan memproduksi lagu. Tujuannya untuk menyebarkan pesan positif dan ajakan kepada generasi muda agar lebih peka terhadap isu-isu yang tengah terjadi. Melalui musik, Barasuara juga ingin membangkitkan aksi dan gerakan nyata generasi muda untuk mau berkontribusi memerangi isu-isu tersebut.

“Lagu Guna Manusia mengajak kita untuk berkaca pada diri sendiri, pada apa yang telah kita lakukan. Sebagai manusia, apakah kita ini hanya melakukan perusakan (pada lingkungan). Atau sebaliknya (menjaga lingkungan),” tutur Iga Massardi, vokalis dan gitaris sekaligus pendiri Barasuara. 

Iga juga menuturkan bahwa tidak menutup kemungkinan Barasuara akan membuat lagu dengan lirik yang spesifik bicara soal isu kerusakan hutan dan maraknya pembukaan lahan hutan untuk industri. Isu tersebut dinilai tengah menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa Indonesia yang separuh wilayah daratannya ditutupi oleh berbagai jenis ekosistem hutan. Mulai hutan hujan tropis Indonesia yang menduduki peringkat ketiga di dunia, hingga hutan mangrove Indonesia yang merupakan terluas di dunia.

Perihal fakta kerusakan hutan-hutan di Indonesia yang kian memprihatinkan, Barasuara pun angkat bicara. Mereka menyayangkan bahwa selama puluhan tahun, Indonesia selalu dikorbankan melalui perusakan lahan gambut dan pembukaan lahan hutan oleh perusahaan-perusahaan besar atas nama industri. Padahal, hutan adalah pelindung manusia dan sumber kehidupan secara gratis. Hutan menyerap karbon dan jadi paru-paru dunia. Selama hutan-hutan terus dipangkas dan dihancurkan, sebetulnya manusia telah melakukan tindakan konyol karena mengikis pelindungnya sendiri.  

Pernyataan Barasuara tersebut selaras dengan fakta bahwa masa pandemi ini tidak membuat pembukaan lahan hutan, kebakaran, dan penebangan hutan berhenti. Selama masa pandemi, di saat aktivitas manusia dipaksa berhenti, Indonesia tetap kehilangan berhektar-hektar hutan. Berdasarkan pantauan tim riset Econusa, bahkan hutan-hutan di Tanah Papua pun tidak terbebas dari ancaman, karena faktanya ada  1.669 hektar hutan yang hilang selama Januari hingga Juni 2020. Padahal, hutan di pulau Papua menjadi harapan terakhir masa depan hutan Indonesia setelah hutan Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi menyusut drastis dan nyaris hilang.

“Selama pandemi Covid-19, semua orang tidak diberitahu informasi yang clear tentang apa yang terjadi di luar sana. Kita seakan-akan buta dan tidak tahu keadaan hutan kita di luar sana seperti apa. Harapannya, dengan Konser Hutan Merdeka ini akan meningkatkan awareness masyarakat tentang apa yang terjadi dengan lingkungan kita, terutama hutan-hutan Indonesia,” lanjut Iga.

Baca Juga: SLANK: Jangan Jadikan Hutan Hanya sebagai Wallpaper

Sedangkan Puti Chitara, vokalis Barasuara yang juga gemar bertanam, menegaskan bahwa menjaga hutan adalah tanggung jawab semua generasi muda Indonesia. Menurutnya, masalah kepedulian lingkungan sudah seharusnya ada di pikiran semua orang. Generasi muda adalah generasi yang melek teknologi dan bisa memanfaatkannya untuk menyebarkan ajakan melindungi hutan Indonesia. 

“Jika bangsa ini kehilangan berjuta-juta hektar hutan, tak hanya merugikan manusia. Makhluk hidup lain yang hidup berdampingan dengan manusia di bumi ini juga akan kehilangan ekosistemnya. Dampaknya akan turun ke anak cucu kita kelak. Jadi, perlu kesadaran dari dalam diri kita sendiri untuk melindungi alam sekitar dengan mulai dari hal terkecil di keseharian kita,” ungkap Puti yang juga memiliki hobi mendaki gunung dan pecinta alam ini.

Sependapat dengan Puti, Iga juga menambahkan bahwa jika hutan Papua sebagai harapan terakhir pun ditebang habis, tentu akan menimbulkan efek bola salju yang dampaknya tidak akan dirasakan sekarang, namun berpuluh-puluh tahun di masa depan. Dan pada saat itu, manusia baru akan menyadari bahwa tidak ada warisan apapun yang ditinggalkan untuk anak cucunya kecuali lahan-lahan tandus. Untuk itulah, perlu peran kaum muda untuk memperjuangkan agar hutan-hutan Indonesia tetap tegak berdiri. 

“Apa yang kita tanam adalah apa yang kita tuai. Sayangnya, kita tidak menanam tapi kita menebang. Jangan sampai kita tidak menuai apa-apa kecuali kesengsaraan di masa depan,” pesan Barasuara kepada semua generasi muda Indonesia.


Wawancara : Lutfy Mairizal Putra

Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved