Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Catatan Perjalanan: Kekompakan Suku Ireres Melindungi Wilayah Adat

Bagikan Tulisan
Para peserta pelatihan mempraktikkan penggunaan alat global positioning system (GPS) dan pengisian tally sheet (lembar perhitungan). (Yayasan EcoNusa/Berto Yekwam)

Distrik Ireres di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya memiliki sumber daya alam yang melimpah. Wilayah ini memiliki tutupan hutan yang lebat dan bukit-bukit yang mengandung mineral serta logam. Distrik Ireres didiami oleh masyarakat suku besar Ireres yang terdiri dari 12 marga yakni Syufi, Fatemasa, Aibesa I, Aibesa II, Apoki, Aneti, Airai, Isuskey, Sasyor, Umagi, Fanemato, dan Aifamas. 

Masyarakat suku Ireres hidup berdampingan dengan  alam, mulai dari mencari makan hingga berekreasi, juga tercermin dari hukum dan norma yang memasukkan unsur alam. Namun, sumber daya tersebut terancam oleh investasi yang destruktif.

Masyarakat setempat sudah menyadari bahwa wilayah adatnya adalah wilayah yang “seksi dan cantik” sehingga menjadi rebutan bagi banyak kalangan untuk dijadikan area bisnis. Beberapa masyarakat juga mengakui bahwa wilayahnya pernah mau diintervensi oleh perusahaan tambang dan mereka secara tegas menolak karena intervensi seperti itu adalah ancaman bagi wilayah adat mereka. Oleh karena itu, pengakuan atas hak wilayah masyarakat adat menjadi penting.

Baca Juga: Membangun Asa Baru dari Vanili di Sekolah Kampung Molof dan Warlef, Keerom

Pemetaan partisipatif merupakan salah satu tahapan untuk mendapatkan pengakuan hak masyarakat adat oleh Pemerintah. Lebih dari 30 peserta dari 12 marga besar Ireres mengikuti pelatihan pemetaan partisipatif yang diinisiasi Yayasan EcoNusa, setelah sebelumnya dilakukan pelatihan dan pembekalan tentang free, prior, and informed consent (FPIC) atau persetujuan dari masyarakat dan komunitas adat yang diadakan di Kampung Mibi, Distrik Makbon, Sorong (27/2-01/3). Berbagai materi teknis tentang pemetaan wilayah dan tahapan mendapatkan legalitas dalam melindungi wilayah adat diikuti dengan antusias selama lima hari pelatihan pada 24-28 Juli 2023.

Pada hari pertama, para mama bapak mulai mempelajari proses pengambilan dan pengisian data sosial, ekonomi, dan budaya untuk memenuhi syarat pengusulan wilayah adat ke pihak panitia masyarakat hukum adat. Terkait budaya, ada 7 pilar data yang harus dipenuhi yakni sejarah, wilayah kelola adat, hukum adat, sistem pemerintahan, kekayaan adat, sistem kepercayaan adat, serta keanekaragaman hayati di wilayah adat. 

Teknis pelaksanaan pemetaan partisipatif mulai disampaikan di  hari kedua. Pengenalan alat-alat yang digunakan untuk pemetaan wilayah adat, seperti penggunaan alat global positioning system (GPS) dan pengisian tally sheet (lembar perhitungan) disampaikan yang kemudian dipraktekkan langsung oleh para peserta perwakilan dari tiap marga, khususnya kaum muda, dengan berkeliling di sekitar area pelatihan. 

Baca Juga: Memberi Makna dalam Momentum Penting

Di hari ketiga, para tetua adat menggambarkan dan menjelaskan tentang wilayah adat mereka dari sisi sejarah dan pengalaman. Para peserta kemudian dibagi dalam kelompok per marga yang bertugas menggambarkan wilayah adat mereka, mulai dari batasan hingga sejarah nenek moyang. 

Panduan pemetaan partisipatif yang lebih rinci disampaikan di hari keempat. Tahapan proses pengakuan wilayah adat dari sisi hukum positif yang perlu dipersiapkan dengan baik dijabarkan kepada peserta agar kelengkapan yang diperlukan dipersiapkan oleh tiap marga di hari terakhir pelatihan, peserta difasilitasi menyusun rencana tindak lanjut yang akan dilakukan oleh tiap marga. 

Para peserta terlihat sangat penasaran di awal dan bersemangat sepanjang pelatihan dilakukan. Perwakilan dari tetua adat pun tidak lelah  mengikuti kegiatan dari pagi hingga sore hari. Keseriusan mereka juga terlihat dari hadirnya para tokoh perempuan muda dan tua yang turut ambil bagian dalam latihan-latihan kecil berkelompok. Suara dari tokoh perempuan disampaikan dan menjadi masukan penting dalam sesi praktik sesuai materi yang diberikan.

Baca Juga: Merawat Jaring Harapan di Kampung Segun

Saat kegiatan rencana tindak lanjut, antar marga bersepakat untuk melakukan banyak hal bersama. Di antaranya menentukan sekretariat atau pondok pemetaan, melengkapi data dan dokumen sejarah 7 pilar, mencapai kesepakatan dengan marga luar atau marga tetangga yang dibuktikan dengan berita acara tertulis, pemetaan citra bersama marga dalam dan marga luar, dan musyawarah adat hingga penyusunan dokumen rencana kelola wilayah adat. 

Kekompakan dari 12 marga besar suku Ireres ini menjadi bukti bahwa suku besar Ireres serius ingin melakukan pemetaan wilayah guna melindungi tidak hanya keindahan wilayah adat namun juga hak masyarakat adat yang tidak bisa dilepaskan dari keutuhan ekosistem di dalamnya. Harapannya  upaya masyarakat adat suku Ireres segera mendapatkan sambutan baik dan pengakuan dari pemerintah.   

Editor: Nur Alfiyah, Swiny Adestika

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved