Kesetaraan gender tengah diperjuangkan bersama guna meraih keadilan dan kesejahteraan sosial secara merata di dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan indeks kesetaraan gender yang diluncurkan oleh United Nations Development Programme (UNDP), Indonesia menempati peringkat ke-103 dari 162 negara di dunia dalam hal kesetaraan gender. Posisi ini juga merupakan peringkat terendah ketiga dari negara-negara anggota Association of South East Asian Nations (ASEAN).
“Perempuan umumnya menghadapi diskriminasi, stigmatisasi, subordinasi, marginalisasi, bahkan kekerasan,” ucap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Bintang Puspayoga pada Pertemuan Women20 (W20) yang dihelat pada 8-9 Juni 2022. Berbagai permasalahan ini acapkali menyebabkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang didapatkan oleh perempuan tidak setara dan membuat potensi yang dimiliki oleh perempuan tidak termaksimalkan.
Pedesaan di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku merupakan salah satu ruang sosial di mana ketimpangan gender terjadi. Fien Jarangga, salah satu aktivis perempuan Papua mengatakan bahwa diskriminasi dan marjinalisasi yang dihadapi oleh perempuan Papua beragam, mulai dari minimnya akses terhadap rantai ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sumber daya alam (tanah, hutan, dan laut).
Baca Juga: Momen Bersejarah, Papua Barat Menjadi Tuan Rumah W20 dan Y20
Pertemuan W20 menyoroti upaya mendorong perempuan pedesaan dan perempuan dengan disabilitas agar mereka mendapatkan keadilan dan bisa berpartisipasi dalam perekonomian. Hadriani Uli Silalahi, Chair W20 Indonesia menyampaikan ibahwa W20 berkomitmen untuk menjadikan isu ini menjadi topik yang krusial untuk dibahas dan mendorongnya sebagai isu rekomendasi pada deklarasi pemimpin G20. “Ke depannya kami mengharapkan kerja sama untuk aksi nyata terhadap isu-isu yang dibawa dalam G20,” ujar Uli dalam forum yang dilaksanakan secara hybrid tersebut.
Perempuan nyatanya memegang peranan yang amat penting dalam perputaran roda perekonomian, mulai dari skala terkecil, yakni rumah tangga. Seiring berjalannya waktu, perempuan di pedesaan pun mulai bangkit, membuktikan bahwa keberadaan mereka patut untuk diperhitungkan dan membuktikan bahwa mereka bisa berkontribusi dalam mendukung pembangunan desa.
Beyum Antonela Beru dari Distrik Mare, Kabupaten Maybrat, Papua Barat adalah salah satu bukti nyata dari perempuan desa Papua yang bangkit dan membuktikan bahwa dirinya mampu berkontribusi membangun dan mendukung kesejahteraan perekonomian di desanya. Beyum adalah relawan PAUD di Distrik Mare yang bersama dengan kawan-kawannya bergerak membangun ekonomi kreatif kampung dengan menanam dan mengolah tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus) menjadi minyak atsiri.
Baca Juga: “Jangan Cuma Makan, Harus Tahu Tanam Juga”
“Sereh wangi ini menjadi salah satu sumber ekonomi produktif kampung bagi mama-mama untuk menambah pendapatan rumah tangga mereka,” tutur Beyum.
Menurut Beyum, sereh wangi mudah ditanam, dipanen, dan diolah, sehingga bisa menjadi potensi besar yang dapat dimanfaatkan dan mampu memberikan keuntungan ekonomi bagi mama-mama di Distrik Mare. Setidaknya terdapat enam kampung dampingan Beyum yang menanam dan mengolah sereh wangi, yakni Kampung Kombif, Kampung Bakrabi, Kampung Suswa, Kampung Nafase, Kampung Seya, dan Kampung Malios.
Selain berperan dalam perputaran roda perekonomian kampung, perempuan juga memainkan fungsi penting dalam memastikan pemenuhan kebutuhan anak-anak, seperti kesehatan dan pendidikan. “Perempuan-perempuan kampung juga banyak menyuarakan aspirasi mereka dalam musyawarah kampung, salah satunya mendorong kampung untuk menyediakan pembiayaan untuk pendidikan anak-anak mereka,” ceritanya.
Baca Juga: Econovation: Inovasi Bisnis yang Mengubah Ketimpangan Menjadi Peluang
Kisah Beyum dan mama-mama dari Distrik Mare adalah salah satu bukti nyata bahwa perempuan yang diberikan ruang partisipasi dan akses terhadap sumber daya alam dapat berdaya, dan turut membangun perekonomian serta kesejahteraan desa. Dengan begitu, tak ada lagi kesenjangan, diskriminasi, marjinalisasi, dan kekerasan yang akan dialami oleh perempuan.
Pemerintah Papua Barat pun telah berkomitmen untuk mendukung terciptanya keadilan bagi perempuan di pedesaan. Dalam sambutannya di pertemuan W20, Interim Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw, menyebutkan tekadnya untuk terus meningkatkan pembangunan dan memberikan akses pelayanan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik bagi kaum wanita. “Saya percaya tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baik bagi anak-anak dan mama-mama,” katanya.
Editor: Nur Alfiyah