Search
Close this search box.
EcoStory

“Jangan Cuma Makan, Harus Tahu Tanam Juga”

Bagikan Tulisan
Para peserta Sekolah Transformasi Sosial Mogatemin mendengarkan pemaparan dari salah satu pemateri. (Yayasan EcoNusa/Alberth Yomo)


“Jangan cuma tahu makan saja, harus tahu tanam juga”. Kalimat yang dilontarkan oleh mama-mama dari dapur umum Sekolah Transformasi Sosial (STS) Mogatemin di Kabupaten Sorong Selatan saat makan papeda bersama itu terkesan bercanda, tapi cukup menohok jantung Dorina Tigori dan peserta STS lainnya dari kelompok belajar sagu.

Dorina bukannya tidak pernah menanam sagu, tapi beberapa kali ia mencoba menanam, namun tidak pernah berhasil. Padahal, cara yang digunakan adalah metode umum yang sering digunakan orang tua di kampungnya di Mogatemin. Hal yang sama diakui Kepala Kampung Mogatemin, Eduard Tigori, yang ikut mendampingi proses pembelajaran kelompok budidaya sagu.

“Saya juga beberapa kali tanam bibit sagu di dusun, tapi semuanya mati. Itu yang buat saya penasaran, sehingga ikut melihat proses belajar di kelas ini,” ujar Eduard.

Eduard mengakui bahwa setelah mengikuti proses pembelajaran yang diberikan oleh pemateri disertai dengan praktek lapangan, ia mendapat pengetahuan baru dan tidak sabar untuk segera mempraktikkannya.

Baca Juga: Sekolah Transformasi Sosial Resmi Dibuka Bupati Sorong Selatan

Berbeda dengan Dorina dan Eduard, peserta STS lainnya, Borina Kemesrar asal Kampung Woloin dan Mesak Woloble dari Kampung Haha, justru tertarik pada pemanfaatan limbah sagu sebagai bahan pembuatan jamur sagu. Hal ini cukup beralasan karena dusun sagu di Kampung Woloin dan Kampung Haha masih cukup luas. Sementara ampas sagu di kampungnya hanya dibiarkan begitu saja. “Kami baru tahu kalau itu bisa diolah lagi dengan baik untuk menghasilkan banyak jamur sagu,” ujar Mesak.

“Terima kasih untuk Bapak Dosen yang sudah memberikan kami ilmu yang luar biasa. Kami akan pulang ke kampung kami dan mempraktikkan apa yang sudah kami terima. Saya sudah punya rencana untuk pulang ke kampung dan buat jamur sagu,” ujar Borina. 

Sementara itu, Herman Tubur, seorang peneliti dan dosen Universitas Papua yang memiliki segudang pengalaman terkait budidaya sagu, memberikan apresiasi yang tinggi kepada para peserta. Materi dalam bentuk teori dan praktik yang diberikan kepada para peserta diikuti dengan serius dan penuh semangat.

“Saya lebih spesifik memberikan materi tentang manajemen pengelolaan pada hutan sagu yang dimiliki masyarakat. Saya tidak hanya memberi ilmu yang saya ketahui, tapi ternyata saya juga banyak belajar dari para peserta bagaimana mereka mengelola hutan sagu,” jelas Herman.

Baca Juga: Peserta STS Pertanyakan Status Hutan ke KPH Sorong Selatan

Selain mengamati pola pertumbuhan sagu pada setiap rumpun yang ada, dalam kelas belajar sagu tersebut juga belajar bersama tentang proses pembibitan tanaman sagu dengan metode rakit dan metode pembuatan kolam. Itu dua hal terkait manajemen pengelolaan hutan sagu. Di kelas tersebut juga dilakukan simulasi penanaman bibit sagu.

“Proses penanaman bibit sagu ini adalah hal paling penting dalam pengelolaan hutan sagu agar tetap berkelanjutan. Kami juga belajar bersama membuat rumah pengering sagu yang sederhana untuk membuat tepung sagu. Kemudian, dari tepung sagu yang dihasilkan itu dibuat produk turunannya, yaitu pentol bakso dari bahan dasar tepung sagu dan udang, yang merupakan potensi yang ada di kampung ini,” jelas Herman yang juga Wakil Dekan III Fakultas Pertanian Universitas Papua.

Herman berharap apa yang sudah dipelajari dan dipraktikkan bersama ini dapat diteruskan oleh para peserta di kampungnya masing-masing. Mengingat semua peserta yang mengikuti STS ini berasal dari kampung-kampung yang memiliki dusun sagu.

Baca Juga: Tamatan SMP Ajari Warga Buat Pupuk Organik dan Sambung Pucuk

“Terima kasih juga kepada EcoNusa yang menginisiasi program yang luar biasa ini. Saya berharap program ini dapat menghubungkan dengan beberapa bidang pengetahuan, sehingga masyarakat adat dan orang Papua di kampung-kampung ini dapat memaksimalkan potensi yang ada untuk memberikan dampak ekonomi bagi mereka,” ujarnya. 

STS di Kampung Mogatemin merupakan STS yang ke-6 yang diselenggarakan oleh EcoNusa. Kegiatan yang diselenggarakan pada 26-31 Maret 2022 ini diikuti oleh 38 peserta dari 14 kampung di Sorong Selatan.

Editor: Nur Alfiyah, Leo Wahyudi, Lutfy Putra

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved