EcoStory

Sanggase, Calon Sentra Penghasil Beras di Distrik Okaba

Bagikan Tulisan
Pemuda Sanggase membajak lahan untuk persiapan penanaman. Kampung Sanggase memiliki potensi besar karena memiliki banyak lahan. (Yayasan EcoNusa/Vanji Dwi Prasetyo)

Kampung Sanggase, Distrik Okaba, Kabupaten Merauke, merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Kampung Buepe, wilayah hutan tanaman industri (HTI) yang dikelola oleh PT. Plasma Nutfah Marind Papua. Masyarakat Sanggase yang didominasi Suku Marind ingin mandiri secara ekonomi, terutama untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. 

Distrik Okaba cukup jauh dari kota Kabupaten Merauke. Akses jalan ke Sanggase juga sulit dijangkau. Setelah menyusuri pesisir barat laut Merauke dengan perahu, orang harus melalui jalan tanah yang berubah menjadi lumpur saat hujan.

Ketika musim penghujan tiba maka jalan yang menghubungkan antarkampung, antardistrik, bahkan antarkabupaten sepanjang 6 kilometer harus dilalui dengan susah payah. Di musim angin timur, barat, dan tenggara, warga menjadi terisolasi dari wilayah luar karena ombak dan angin kencang yang membahayakan pelayaran. Kapal pengangkut sembako juga tidak beroperasi. Kondisi ini sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat sebab 90 persen bahan pokok dikirim dari Kota Merauke.

Baca Juga: Membuka Egek, Melihat Deposito Alami Suku Moi

Melihat kondisi ini, Hendrik Roroh, pendeta di GPI (Gereja Protestan Indonesia) Okaba, berinisiatif untuk membentuk kelompok Nangge-Unah yang merupakan kelompok generasi muda Papua. Kelompok ini akan bergerak dalam bidang pertanian berkelanjutan di Kampung Sanggase. Nangge-Unah secara aktif mengupayakan pemenuhan kebutuhan pangan lokal dan berupaya menjaga kampungnya dari alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit. 

Hendrik yang menjadi pendeta di kampung tetangga Sanggase, Alatep, sejak 2017 melihat potensi kampung yang cukup besar, tapi belum ada program pemberdayaan masyarakat. Masyarakat punya banyak lahan tapi tidak dikelola dengan baik. Pemerintah Kabupaten Merauke secara bertahap memberikan bantuan untuk program pertanian, namun belum mampu memaksimalkan pengelolaan lahan pertanian. 

Pemerintah desa sudah memfasilitasi program pertanian dengan menyediakan lumbung untuk penyimpanan hasil panen dan dua lokasi penggilingan padi. Pemerintah desa juga memberikan dukungan pemasaran lewat Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam) yang sejak 2021 memberikan penyertaan modal Rp200 juta dari dana desa agar dapat membeli hasil pertanian masyarakat. Pelatihan pertanian padi ini pun mendapat dukungan besar dari kepala Kampung Sanggase.

Baca Juga: Lulusan SD Jadi Inisiator Kemandirian Negeri

Melalui kegiatan “Bekal Pemimpin” yang diikuti pada 2021 di Bali, Hendrik ingin membangun Sanggase sebagai kampung mandiri pangan melalui produksi pertanian padi dan sayuran organik. Sanggase akan menjadi purwarupa (prototype) pertanian organik di kawasan Distrik Okaba. Praktik baik ini diharapkan dapat menginspirasi kampung-kampung lain untuk mengelola tanahnya melalui pertanian sehingga masyarakat tidak menjual lahannya ke perusahaan. 

“Kita ingin mencetak pemimpin lokal di kelompok tani padi dan sayuran agar membuktikan bahwa Tanah Papua bisa memberikan kecukupan pangan jika diolah dengan baik,” kata Hendrik. Ia berharap agar pemimpin adat terlibat dalam pemberdayaan masyarakat. 

EcoNusa bersama Dinas Pertanian Kabupaten Merauke mendukung cita-cita ini dengan mengadakan pelatihan pertanian padi dan sayuran organik yang diadakan pada 7-8 Juli 2022. Pelatihan ini diikuti 54 peserta dari Kampung Sanggase dan Kampung Alatep di Distrik Okaba. 

Baca Juga: Peserta STS Mogatemin: Ini Ilmu yang Sangat Mahal

Padi adalah satu komoditas baru bagi orang Papua. Orang Papua memiliki warisan budaya makanan lokal dari hasil bercocok tanam seperti umbi-umbian, sagu, dan kelapa. Namun ketika komoditas padi sudah terkenal dan membuat orang Papua bergantung pada padi, maka hal ini perlu dikelola dengan baik. Lahan sebesar 100 hektare yang sudah dicetak pemerintah akan menjadi tempat atau lowongan kerja bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Meskipun pohon sagu berlimpah, tapi beras memiliki nilai ekonomi yang lebih baik. Harga beras produksi Sanggase berkisar antara Rp12-17 ribu per kilogram. Beras Sanggase dicari oleh kampung-kampung lainnya. Saat ini ada enam kelompok tani secara aktif melakukan kegiatan pengolahan sawah di setiap musim tanam dengan dukungan dana program pertanian desa sebesar Rp400 juta. Tak heran jika Sanggase akan menjadi sentra penghasil beras di Distrik Okaba. 

“Sagu tidak kami tinggalkan, tetapi padi akan memberikan kesejahteraan bagi kami di Sanggase,” kata Siprianus Heri Gebze, peserta pelatihan dari Sanggase. 

Baca Juga: Warga Waimon Ingin Kelola Udang di Pulau Bambu

Pelatihan pertanian organik ini memberikan harapan bahwa Kampung Sanggase akan memiliki ketahanan pangan melalui padi organik dan Kampung Alatep akan melengkapi dengan sayuran organik. 

Menurut Heri, petani di Sanggase ingin mengundang sembilan kepala kampung di Distrik Okaba saat panen raya tiga bulan mendatang. Mereka ingin mendeklarasikan bahwa Sanggase sudah mampu membangun kemandirian pangan melalui pertanian padi organik.

Editor: Leo Wahyudi & Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved