Search
Close this search box.
EcoStory

Ranperdasus Protokol Investasi Mencerminkan Komitmen Pembangunan Berkelanjutan di Tanah Papua?

Bagikan Tulisan
Suku Dani saat festival Lembah Baliem. (Dok. Yayasan EcoNusa)

Pemerintah Provinsi Papua Barat saat ini tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Ranperdasus) Provinsi Papua Barat tentang “Protokol Investasi Berbasis Lahan di Provinsi Papua Barat” atau Ranperdasus Protokol Investasi (PI). Pada 24 Agustus 2020 lalu, untuk pertama kalinya Pemerintah Provinsi Papua Barat mengadakan konsultasi publik yang membahas mengenai Ranperdasus PI tersebut.

Sebelum Ranperdasus PI ini disusun, pemerintah daerah telah menyusun beberapa rancangan Perdasus. Salah satu yang utama adalah Perdasus tentang Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Papua Barat. Dalam rancangan Perdasus ini, pemerintah menekankan bahwa tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Provinsi Papua Barat. Selain itu, investasi yang dilaksanakan pun harus mengandung wawasan lingkungan demi kelestarian lingkungan hidup di Papua Barat. 

Komitmen Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk menjadi Provinsi Berkelanjutan dan menerapkan prinsip Pembangunan Berkelanjutan, seperti yang telah diumumkan dalam Deklarasi Manokwari, perlu dijadikan dasar pemikiran bersama. Prinsip utama pembangunan yang menempatkan kepentingan dan kesejahteraan Orang Asli Papua (OAP) sebagai prioritas harus selalu menjadi acuan serta dasar dalam penyusunan setiap kebijakan dan peraturan di masa mendatang.

Terkait dengan hal tersebut, ada beberapa hal dari Ranperdasus PI yang perlu disoroti secara khusus.

Pertama, peran dan manfaat Ranperdasus PI bagi Masyarakat Hukum Adat (MHA)

Dalam rancangan itu disebutkan bahwa Ranperdasus PI bertujuan untuk menjamin pelaksanaan investasi yang memberikan manfaat terhadap penghidupan OAP dan menjamin pelaksanaan investasi dengan tetap menghormati tatanan masyarakat adat Papua. Namun jika dicermati lebih lanjut, bentuk perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat dalam Ranperdasus PI tersebut justru menekankan kepada hak atas tanah dan hak untuk mendapatkan pekerjaan. 

Hal di atas tentu tidak sesuai dengan mimpi besar Pembangunan Berkelanjutan. Karena kemakmuran yang dimaksud dalam Ranperdasus PI lebih menekankan pada peran MHA sebagai tenaga kerja atau pendukung investasi semata, dan bukan sebagai penerima manfaat yang tertinggi. Selain itu, pengaturan mengenai peningkatan kapasitas MHA juga tidak diatur dalam Ranperdasus PI. Padahal, semestinya kepentingan dan kesejahteraan MHA, khususnya OAP, diprioritaskan untuk menjadi penerima manfaat tertinggi dalam pelaksanaan pembangunan.  

Kedua, perlindungan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati

Perlindungan terhadap lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati yang dipaparkan dalam Ranperdasus PI masih bersifat sangat umum dan kurang menekankan pada pentingnya perlindungan lingkungan dan keanekaragaman hayati bagi wilayah Papua Barat. Ranperdasus PI tidak mengatur secara tegas mengenai perlindungan HCV (High Conservation Value) dan larangan untuk melakukan pembukaan lahan. Jika dilihat dari kekhususan Provinsi Papua Barat dan prinsip lex specialis derogate legi generali (prinsip bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum)mestinya Pemerintah Provinsi Papua Barat memiliki ruang gerak yang cukup luas untuk memperketat protokol dan peraturan yang dibuatnya dengan memberikan penekanan lebih besar dan lebih ketat terhadap perlindungan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati di Tanah Papua.

Ketiga, ketegasan dalam Ranperdasus PI

Bahasa yang digunakan di dalam Ranperdasus PI banyak yang bersifat anjuran, seperti halnya yang tertuang di dalam naskah akademiknya. Bahasa yang bersifat anjuran berpotensi tinggi menjadi celah dan peluang bagi korporasi untuk dapat mengeksploitasi kekayaan alam di Tanah Papua. Bahasa yang bersifat anjuran tidak akan ada sanksi tegas yang akan dikenakan jika terjadi ketidakpatuhan terhadap anjuran tersebut. 

Keempat, kekhususan Ranperdasus PI

Prinsip-prinsip utama investasi dalam Ranperdasus PI telah dicantumkan dalam rancangan Perdasus sebelumnya tentang Pembangunan Berkelanjutan. Mengatur hal serupa dengan hirarki yang sama dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Alih-alih mengatur hal serupa, alangkah baiknya jika Ranperdasus PI ini dapat diganti statusnya menjadi Peraturan Daerah dengan ketentuan yang sifatnya bukan menganjurkan, melainkan mengatur dan mewajibkan.

Pengaturan pemanfaatan sumber daya alam dan bumi di Tanah Papua yang condong ke arah ekonomi keuangan dan berfokus kepada tenaga kerja sedikit banyak mengingatkan kita kepada salah satu RUU yang saat ini juga cukup kontroversial, yaitu RUU Cipta Kerja. Apabila kedua kebijakan ini, baik RUU Cipta Kerja maupun Ranperdasus PI disahkan, perjuangan dan gaung dalam Deklarasi Manokwari yang meletakkan MHA sebagai ultimate beneficiary atau penerima manfaat utama dari segala proses pembangunan yang dilakukan di Tanah Papua tentu tidak akan termuat secara jelas. 

Dalam hal ini, MHA akan tetap mengalami tekanan dan tidak akan menjadi pelaku utama. Sebaliknya, kepentingan investor justru yang akan diutamakan dengan kewajiban-kewajiban yang tidak tegas. Kekayaan alam di Tanah Papua pun akan terancam kelestariannya oleh eksploitasi besar-besaran para investor. Ironisnya lagi, MHA bisa jadi hanya akan menjadi “tamu” di tanahnya sendiri, karena hanya menjadi tenaga kerja.

Sebagai kesimpulan, Pemerintah Provinsi Papua Barat telah menggaungkan komitmennya sebagai Provinsi Berkelanjutan seperti yang tertuang dalam Deklarasi Manokwari. Tentunya komitmen ini harus didukung oleh seperangkat kebijakan yang menjadi landasan kerja pemerintah. Semangat Pembangunan Berkelanjutan dan Visi 2100 yang menyebutkan bahwa “Kebahagiaan dan kualitas hidup seluruh rakyat Papua berada pada tingkat setinggi-tingginya secara adil dan merata, serta kondisi alam Papua, baik daratan, perairan udara tetap lestari dan terjaga serta meningkat kualitasnya,” wajib termuat dalam setiap kebijakan dan peraturan yang akan dikeluarkan, termasuk dalam peraturan mengenai Protokol Investasi. 

Penulis: Cindy J Simangunsong, Manajer Kebijakan dan Advocacy Yayasan EcoNusa

Editor: Leo Wahyudi & V. Arnila Wulandani

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved