EcoStory

Saksi Ahli: Izin Bisa Dicabut karena Mengabaikan Kewajiban

Bagikan Tulisan
Agustinus Palesang diambil sumpahnya sebelum bersaksi di Pengadilan Tata Usaha Jayapura, Selasa, 19 April 2022. (Yayasan EcoNusa/Roberto Yekwam)

Sidang lanjutan gugatan dua perusahaan perkebunan kelapa sawit melawan Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, Selasa 19 April 2022. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi ahli dari Kantor Badan Pertanahan Nasional/Agraria dan Tata Ruang (BPN/ATR), Agustinus Palesang, dan saksi ahli dari Universitas Cenderawasih (Uncen), Victor Manengkey. Kedua saksi ahli ini memberikan keterangan untuk dua perkara yang berbeda, yakni untuk perkara nomor 45/G/2021/PTUN.JPR dengan penggugatnya adalah PT Anugerah Sakti Internusa (ASI) dan perkara nomor : 46/G/2021/ dengan penggugatnya PT. Persada Utama Agromulia (PUA).

Agustinus Palesang dalam keterangannya menjelaskan, bahwa ia baru mendengar nama PT ASI dan PT PUA setelah Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan meminta untuk melihat administrasi kedua perusahaan tersebut. Menurut Agustinus, dari hasil pemeriksaan dokumen yang ditelusuri, BPN/ATR Kabupaten Sorong Selatan hanya mendapatkan tembusan surat masuk terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Baca Juga: Dua Perusahaan Sawit yang Menggugat Bupati Sorong Selatan Tidak Pernah Beraktivitas

Ketika ditanyakan tentang surat keterangan pelepasan hak guna usaha (HGU), surat tentang pelepasan tanah adat, dan surat pemberitahuan lainnya terkait kedua perusahaan itu, Agustinus pun mengaku bahwa tidak ada dokumen yang masuk ke BPN/ATR Kabupaten Sorong Selatan. “Tidak ada dokumen lain, hanya surat tembusan Amdal saja yang saya lihat,” ujar Agustinus.

Setelah keterangan dari Kepala Kantor BPN/ATR Kabupaten Sorong Selatan dinilai cukup dan tidak ada pertanyaan dari kuasa hukum penggugat dan tergugat, sidang dilanjutkan dengan mendengar keterangan saksi ahli dari Universitas Cenderawasih, Victor Manengkey.

Victor dihadirkan dalam persidangan ini untuk menjelaskan tentang aspek kewenangan, prosedur, dan substansi perijinan. Menurut Victor, dari aspek kewenangan, pejabat daerah yang mengeluarkan izin dapat mencabut izin tersebut. “Dalam perkembangan hukum belakangan ini, pejabat yang ada di atas pemberi izin itu dapat pula membatalkan izin itu melalui PTUN,” kata Victor.

Baca Juga: Setelah Pencabutan Izin Perusahaan Sawit di Papua Barat, Lalu Bagaimana?

Menurut Victor, pemerintah dan investor adalah mitra pembangunan. Jika ada gugatan dari salah satu pihak, itu artinya ada pihak yang merasa dirugikan karena kepentingannya tidak diakomodir. Ada dua kemungkinan penyebabnya. Bisa karena salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban seperti yang tertulis dalam surat keputusan atau karena masa berlaku surat keputusan tersebut sudah habis. 

Victor mengatakan kalau surat keputusan itu dicabut karena batas waktunya habis, maka  tidak perlu dipersoalkan lagi, karena itu adalah hak dari pemberi izin. Namun, jika surat izin dicabut bukan disebabkan oleh batas waktu, itu artinya ada prosedur, kewenangan, atau kewajiban para pihak yang tertuang dalam surat keputusan itu yang tidak dijalankan.

Victor mengakui bahwa sistem perizinan di Indonesia belum berjalan dengan baik, sehingga  persoalan yang terkait dengan perizinan tidak dapat diselesaikan dengan mudah. Karena itu, ia menyarankan untuk melihat isi surat keputusan perizinan itu, karena di dalamnya tertuang kewajiban dari masing-masing pihak. “Keputusan itu mengacu pada isi dalam perizinan . Mungkin saja banyak yang diabaikan oleh pemegang izin, sehingga izin dicabut. Tapi juga tidak mengesampingkan evaluasi dan monitoring dari pemberi izin,” jelasnya.

Baca Juga: PTUN Jayapura Kembali Tolak Gugatan Perusahaan Sawit

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum penggugat, Iwan Niode SH mengatakan dari proses pemeriksaan barang bukti, keterangan ahli, pihaknya tetap meyakini  hal-hal yang sudah dituangkan dalam gugatan.  “Prosedur penggugat melakukan pencabutan izin, baik izin usaha dan izin lokasi itu tidak didasari pada peraturan perundang-undangan, khususnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98  Tahun 2013  dan UU Nomor 39 Tahun 2014. Itulah yang menjadi inti dari gugatan ini,” katanya..

Ditemui usai sidang, Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Kabupaten Sorong Selatan, Yohan Hendrik Kokulele, yang mewakili Bupati Kabupaten Sorong Selatan, mengatakan bahwa sesuai keterangan para saksi yang telah mereka hadirkan, keputusan yang diambil oleh Bupati Kabupaten Sorong Selatan tidak bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Pencabutan izin tersebut pun dilakukan setelah Pemerintah Provinsi Papua Barat mengevaluasi perizinan sawit sesuai Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit yang diterbitkan pada September 2018.

“Apa yang kami lakukan di Sorong Selatan adalah bagian dari aksi nasional penyelamatan sumber daya alam. Kalau aksi ini bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan, yang digugat ya pemerintah pusat to? Semua pihak seharusnya ikut mendukung aksi ini, karena ini dalam rangka penertiban,” katanya. 

Baca Juga: PTUN Tolak Gugatan Perusahaan Sawit, Kemenangan untuk Masyarakat Adat Papua Barat

Dari keterangan para saksi yang dihadirkan dalam persidangan pada pekan lalu, baik PT ASI maupun PT PUA disebut tidak pernah beroperasi di Sorong Selatan. “Bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang tidak pernah ada, apalagi tidak pernah beraktivitas mau menggugat balik, ketika tuan rumah hendak menata rumahnya dengan benar? Ini namanya tidak tahu diri dan tidak tahu adat,” ujar Yohan.

Menurut Yohan, ceritanya akan berbeda jika kedua perusahaan ini sudah beraktivitas di lapangan. Itu pasti sudah melewati prosedur yang diketahui bersama-sama dan mendapat dukungan dari masyarakat adat. ”Tapi kedua perusahaan ini sudah tidak jelas administrasinya, tidak jelas kantornya di mana, bahkan masyarakat adat menolak. Ini artinya, langkah yang diambil Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dengan mencabut izin kedua perusahaan ini sudah benar, demi kepentingan masyarakat adat dan penyelamatan sumber daya alam Papua,” tuturnya.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim PTUN Jayapura, Firman, ini selanjutnya menjadwalkan sidang lanjutan dengan agenda kesimpulan pada Kamis 28 April 2022 secara daring pada pukul 10.45 WIT. “Kedua belah pihak diharapkan sudah mengupload kesimpulannya masing-masing sebelum jam 10.45,” kata Firman sebelum menutup sidang.

Editor: Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved