Search
Close this search box.
EcoStory

Bustar Maitar: Konsumen Berhak Tahu Bahan Baku Produk

Bagikan Tulisan

Setiap elemen pemangku kepentingan memiliki peran signifikan terhadap kelestarian hutan Indonesia. Pemerintah bertindak sebagai regulator yang memastikan pemanfaatan sumber daya alam tetap lestari dan berkelanjutan. Pengusaha mematuhi aturan yang telah ditetapkan agar produk mereka tak menjadi salah satu sumber kerusakan hutan. 

Bila kedua pemangku kepentingan tersebut tak bertindak dengan semestinya, masyarakat memiliki peran besar untuk mendorong pemerintah dan pengusaha menerapkan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam. Sebagai konsumen misalnya, masyarakat dapat mempertanyakan bahan baku yang digunakan dalam membuat suatu produk.

“Sebagai konsumen kiat harus care dengan apa yang terjadi di hutan kita atau lingkungan kita. Kalau kita pakai shampo yang diproduksi menggunakan minyak kelapa sawit, yang mungkin saja diproduksi oleh perusahaan yang menebang hutan secara serampangan,” kata CEO Yayasan EcoNusa Bustar Maitar dalam diskusi virtual Road To Campus bertajuk “How Good is Your Cunsumer Goods? Menilik Keterkaitan Barang Konsumsi terhadap Kelestarian Hutan Papua” pada Jumat (20/11/2020).

Bustar mengatakan, tingginya permintaan kelapa sawit mendorong perusahaan meningkatkan produksi. Sayangnya, peningkatan kapasitas produksi terjadi melalui ekspansi lahan perkebunan dengan membuka hutan primer. Berkurangnya hutan di Sumatera dan Kalimantan menjadi contoh deforestasi hutan akibat alih fungsi lahan perkebunan.

Selain itu, meski telah mendapat izin konsesi dari pemerintah, beberapa perusahaan mengambil langkah yang tidak bertanggung jawab seperti membakar hutan untuk membersihkan lahan sebelum ditanami. Pada 2015, Indonesia menjadi sorotan dunia akibat kebakaran hutan dan lahan seluas 2,6 juta hektare. Setelah penyelidikan, 127 orang dan 10 perusahaan ditetapkan sebagai tersangka atas peristiwa tersebut.

Hutan di Indonesia timur menjadi benteng terakhir hutan primer di Indonesia. Masih ada 38 persen hutan primer atau 31,4 juta hektare yang tersisa di Indonesia berada di Tanah Papua. Bumi cenderawasih itu juga menjadi rumah 20.000 spesies tumbuhan, 602 jenis burung, 125 mamalia, dan 223 reptil. Hutan di Tanah Papua juga menjadi tempat masyarakat menggantungkan hidupnya. 

“Selemah-lemahnya iman adalah bertanya kepada customer care tentang produk mereka. Anda punya hak untuk tahu. Jika tidak demikian, Anda bisa saja menjadi bagian dari kerusakan lingkungan dengan membiarkan itu terjadi,” ujar Bustar. 

Bustar menegaskan, sikap kritis terhadap perkebunan sawit yang merusak lingkungan tidak memiliki keterkaitan dengan rasa nasionalisme. Meski kebun sawit berada di wilayah Indonesia, menurutnya hampir 50 persen perusahaan sawit yang beroperasi dimiliki oleh warga negara asing. Bahkan petani sawit sering kali tidak diuntungkan oleh perusahaan sawit.

“Jangan sampai kita salah membela. Yang kita bela perusahaan negara sebelah, bukan negara kita. Yang kita bela adalah lingkungan, masyarakat kecil kita, dan petani sawit yang sering kali tidak diuntungkan oleh perusahaan sawit,” ucap Bustar.

Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved