Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Merangkul Pemuda di Tahun Politik

Bagikan Tulisan
Situasi diskusi kelompok terarah bertajuk “Pengarusutamaan Narasi Lingkungan Hidup dan Demokrasi” di Rumah EcoNusa pada Selasa 20 April 2022. (Yayasan EcoNusa/Moch. Fikri)

Tahun 2022 tidak hanya dimaknai sebagai dimulainya tahun-tahun politik nasional dengan dibukanya pendaftaran partai politik (parpol) peserta pemilihan umum (pemilu) 2024, namun juga penentu masa depan 101 daerah yang akan mengganti nakhoda kepemimpinan. Keterlibatan pemuda dalam kedua peristiwa penting tersebut akan memberikan dampak besar pada konsolidasi agenda politik menjelang pemilu, serta tiap kebijakan yang lahir pasca para pemimpin mengucapkan sumpah jabatan.

Proporsi pemuda yang memiliki hak pilih terbilang sangat besar dengan 41 persen atau 110 juta jiwa dari total 270,2 juta jiwa penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 16 persen merupakan pemilih pemula. Sayangnya, keterbatasan informasi terkait calon pemimpin membuat pemilih pemula rentan dimanfaatkan sebagai objek pendulang suara.

Baca juga: Nasib Demokrasi dan Lingkungan di Tangan Pemuda

“Hingga saat ini calon pemilih pemula tidak punya edukasi langsung. Mereka (anak muda) tidak mengenal siapa calon pemimpin mereka di DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Keterlibatan dan pengaruh pemuda bisa berkurang karena tidak mengenal siapa calon yang akan maju,” kata Fathin Robbanis Sukmana, Kader Hijau Muhammadiyah, dalam diskusi kelompok terarah bertajuk “Pengarusutamaan Narasi Lingkungan Hidup dan Demokrasi” di Rumah EcoNusa pada Selasa 20 April 2022.

Menurut Fathin, organisasi masyarakat sipil dan berbagai pemangku kepentingan harus bekerja keras memberikan pendidikan politik kepada anak muda. Narasi yang disampaikan tidak hanya bagaimana demokrasi berjalan tanpa politik uang atau lahan, melainkan juga tentang krisis lingkungan hidup yang telah terjadi di Indonesia.

Fathin mengatakan bahwa sosial media menjadi medium paling ampuh dalam menjalankan pendidikan politik. Perbedaan karakteristik generasi Z yang tumbuh seiring pesatnya teknologi informasi membuat pendekatan konservatif tak lagi menarik perhatian pemuda. “Anak-anak muda generasi Z enggan duduk di seminar. Mereka memperhatikan narasi yang viral di media sosial. Sekarang hampir semua kebijakan berubah setelah trending. Itu gerakan yang efektif,” ujar Fathin.

Baca juga: Tanam 2.850 Bibit Mangrove Bersama EcoNusa, Blink Official Indonesia Serukan Pengendalian Krisis Iklim

Rima M. Bilaut, anggota Solidaritas Perempuan, menilai konsolidasi pendidikan politik para pemilih dan agenda politik yang berjalan di tiap daerah dapat diteruskan untuk mengkritisi dan  mengawal kebijakan yang berdampak pada kepentingan publik. Permasalahan yang terjadi di akar rumput dapat pula menjadi bahan perbincangan untuk kemudian menjadi wacana umum secara nasional.

Dari sekian banyak isu yang muncul di tahun politik, isu lingkungan selalu terpinggirkan meski terasa amat dekat dengan masyarakat. Krisis iklim yang tengah terjadi membuat Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki risiko lebih tinggi. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Crisis (IPCC) bahkan menyebutkan secara khusus risiko yang akan dihadapi Indonesia.

“Kita harus menghentikan keugal-ugalan negara yang merusak lingkungan atas nama pembangunan. Kita bisa mengangkat situasi yang terjadi di akar rumput yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, jadi bukan hanya membicarakan kerusakan ekosistem,” ungkap Rima.

Baca juga: Suara Kaum Muda di COP 26 dan Indonesia untuk Melawan Krisis Iklim

Diskusi kelompok terarah bertajuk “Pengarusutamaan Narasi Lingkungan Hidup dan Demokrasi” dihadiri oleh berbagai kelompok masyarakat sipil seperti  Divers Clean Action, Solidaritas Perempuan, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Auriga, Jaringan Gusdurian, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Madani Berkelanjutan, Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Indorelawan, Transformasi untuk Keadilan Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria, dan Kader Hijau Muhammadiyah. 

Editor: Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved