
Papua dikenal akan keindahan alamnya yang luar biasa. Di balik keindahan tersebut, terdapat alam bawah laut dan hutan yang dijaga dengan kearifan lokal oleh masyarakat adat. Warisan alam ini tidak hanya memperkaya ekosistem, tetapi juga menyimpan potensi wisata berkelanjutan. Terumbu karang dan hutan di Papua, yang merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati yang melimpah, bukan hanya menjadi daya tarik wisata, tetapi juga sumber kehidupan bagi masyarakat yang mendiami wilayah tersebut.
Masyarakat adat di Papua secara turun-temurun menjaga alam sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Mereka memahami bahwa terumbu karang yang sehat adalah penopang kehidupan laut dan sumber pangan, sementara hutan yang lestari adalah habitat bagi satwa endemik seperti burung cenderawasih. Pemahaman ini mendorong mereka untuk menjaga ekosistem dari kerusakan.
Peran Penting Masyarakat dalam Ekowisata
Dukungan dan kesadaran masyarakat lokal yang tinggal berdampingan dengan keanekaragaman hayati ini sangat penting untuk melindungi terumbu karang dan burung cenderawasih. Masyarakat perlu memahami bahwa peran mereka krusial, dan dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan melalui praktik-praktik yang bertanggung jawab. Selain itu, upaya pelestarian keanekaragaman hayati juga dapat membuka manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat melalui kegiatan ekowisata. Baca Juga: Saat Laut Malaumkarta Kembali Dibuka
Juni lalu, EcoNusa mengadakan program “Peningkatan Kapasitas Pengelola Wisata Terumbu Karang dan Bird Watching di Kampung Mibi dan Malaumkarta”. Program ini bertujuan agar masyarakat lokal, dapat memahami bahwa masyarakat lokal adalah garda terdepan dalam pelestarian keanekaragaman hayati sehingga masyarakat dapat menjaga dan mengelola potensi alam yang ada secara berkelanjutan, sekaligus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Keindahan Terumbu Karang dan Cenderawasih di Malaumkarta dan Mibi
Kegiatan dilakukan dengan melakukan survei untuk mengidentifikasi potensi pariwisata bawah laut dan birdwatching di Kampung Malaumkarta dan Kampung Mibi, Sorong. Survei ini dilaksanakan bersama staf Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat Daya, serta Kelompok Wisata Masowa dan Fusmibi yang berasal dari kedua kampung tersebut.
Di perairan Kampung Mibi, tim melakukan penyelaman di lokasi Safur Kaumor. Kami menemukan berbagai jenis terumbu karang muda yang tumbuh di atas substrat keras. Hal ini menandakan proses regenerasi alami sedang berlangsung. Terdapat juga berbagai ikan dan lobster yang sedang bermain. Waktu terbaik untuk menyelam di Kaumor adalah antara Agustus hingga Oktober saat laut lebih tenang.
Baca Juga: Pulau Um, Simbol Kelestarian Alam
Perjalanan dilanjutkan pada perairan wilayah Kampung Malaumkarta. Kami mengunjungi tiga spot terumbu karang, yaitu Safur Kofpala, Fus Kastonala, dan Fus Sartie. Di Kofpala, kondisi terumbu karang terlihat sangat bagus, baik yang kecil maupun besar. Meskipun laut agak berombak sehingga pandangan agak kabur, tim menemukan terumbu karang lunak dan keras, berbagai jenis ikan dan dua ekor penyu hijau pada lokasi ini. Ada pun di Fus Sartie dan Fus dan Katonala menunjukkan pertumbuhan terumbu karang yang subur, terdapat terumbu karang baik soft coral maupun hard coral yang dihuni berbagai ikan. Kepadatan karang juvenil di zona ini cukup tinggi menunjukan proses rekrutmen yang aktif. Keempat lokasi terumbu karang ini merupakan lokasi baru yang disurvei dengan melibatkan masyarakat lokal dalam upaya perlindungan.
Selain potensi bawah laut, Kampung Mibi juga menawarkan daya tarik birdwatching yang menarik. Masyarakat setempat menginformasikan tentang empat titik tempat bermain burung cenderawasih. Saat tim tiba bersama Kelompok Wisata Mibi, dua ekor burung cenderawasih kuning kecil terlihat sedang bermain di dahan pohon. Penemuan-penemuan ini menegaskan bahwa kedua kampung ini memiliki potensi ekowisata yang besar untuk dikembangkan secara berkelanjutan, dengan masyarakat sebagai pelaku utama.
Editor: Nur Alfiyah