Papua Barat dan Papua Barat Daya memiliki kawasan strategis yang dijuluki dengan nama Mahkota Permata Tanah Papua. Kawasan tersebut merupakan bentang alam yang terletak di bagian kepala burung dan leher burung Papua. Area ini memiliki fungsi lindung, keanekaragaman hayati, dan budaya yang mendukung inisiatif pembangunan berkelanjutan.
Untuk membangun kawasan tersebut, Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya meluncurkan Program Pengelolaan Terpadu Bentang Alam Mahkota Permata Tanah Papua (MPTP) atau the Crown Jewel of Tanah Papua (CJoP) pada 18 Juli 2024. Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Papua Barat, Charlie Heatubun, mengatakan inisiatif program pengelolaan terpadu bentang alam MPTP merupakan bentuk komitmen pemerintah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya terhadap pelestarian keanekaragaman hayati, budaya dan pengelolaan sumber daya alam di Bentang Alam Kepala Burung Tanah Papua.
”Sebagai provinsi pembangunan berkelanjutan yang mengimplementasikan kinerja berbasis ekologi, Pemerintah Provinsi Papua Barat telah berkomitmen untuk mempertahankan 70 persen tutupan hutan. Program ini merupakan bagian dari implementasi komitmen tersebut. Keterlibatan penuh dari pemerintah Provinsi Papua Barat Daya juga menjadi dukungan nyata terhadap upaya pengelolaan bentang alam MPTP,” katanya.
Baca Juga: Buah Manis dari Jalan Berliku Masyarakat Pertahankan Wilayah Adat
Charlie menyebutkan bahwa tujuan dari program ini adalah untuk memastikan penyelamatan hutan sekaligus pengakuan hak masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alamnya dan tentunya mendukung pelaksanaan kebijakan Pemerintah Pusat dalam mitigasi permasalahan iklim dan kehilangan keanekaragaman hayati sebagaimana tertuang dalam Folu Net Sink 2030.
Dalam program tersebut, Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya juga menggandeng Pemerintah Kabupaten yang berada di kawasan tersebut, serta Mitra Pembangunan yang tergabung dalam konsorsium MPTP, termasuk Yayasan EcoNusa dan lembaga swadaya masyarakat lainnya.
Menurut Charlie, Mitra Pembangunan yang tergabung dalam konsorsium MPTP sebelumnya sudah bekerja di area lain. “EcoNusa bersama beberapa mitra lokal melaksanakan implementasi program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, meningkatkan pemahaman terhadap pelestarian sumber daya hutan, pengakuan hak-hak masyarakat adat lewat kegiatan pemetaan hak ulayat, juga terkait asistensi melihat potensi komoditi yang ada di masyarakat,” ujarnya.
Baca Juga: 7 SK Pengakuan Wilayah Adat Diserahkan kepada 7 Marga di Klafyo dan Waimon
Karena itu, dia berharap EcoNusa akan mengambil peran signifikan untuk meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat adat di wilayah MPTP. “Dan yang sangat penting adalah proses kaderisasi di masyarakat, hubungan dengan mitra lokal kita, adik-adik kita sehingga pemahaman visi-misi untuk pengelolaan bentang alam Mahkota Permata Tanah Papua bisa berjalan dengan baik,” katanya.
CEO Yayasan EcoNusa, Bustar Maitar, mengatakan selama beberapa tahun ke depan, EcoNusa akan ikut mendukung program di area terpadu tersebut. “EcoNusa, selama paling tidak tiga tahun ke depan akan memulai dukungan program untuk masyarakat adat melindungi haknya dan mendukung upaya pemerintah melalui mekanisme hutan adat perhutanan sosial, memastikan ekonomi masyarakat yang lestari, dan berkelanjutan serta perlindungan ekosistem penting ini,” ujarnya.
Kawasan MPTP memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, menjadi sumber air utama bagi sungai-sungai dan kota-kota di sekitar kepala burung dan leher burung Papua. Bentang Alam MPTP juga menjadi penyimpan karbon yang tinggi sehingga berperan besar dalam mengontrol perubahan iklim. Bentang Alam MPTP juga merupakan wilayah yang didiami oleh beberapa suku/sub suku asli Papua di antaranya suku Abun, Hatam, Ireres, Kuri, Meyah, Miyah, Moile, Moskona, Mpur, Sough, Sough Bouhon, dan Wamesa, sehingga area ini sebagai ruang hidup dan penting bagi penghidupan mereka.
Baca Juga: Membangun Kemandirian Masyarakat Adat Melalui Komoditas Keladi
Selain Yayasan EcoNusa, Mitra Pembangunan yang tergabung dalam konsorsium MPTP, adalah Konservasi Indonesia, WRI Indonesia, Yayasan Permata Tanah Papua, Universitas Papua. Juga the Royal Botanic Gardens Kew, WWF Indonesia, Bentara Papua, Fauna & Flora International, the Lab of Ornithology Cornell University, the Rainforest Trust, Wedge Tail, GIZ-Forclime dan Yayasan Papua Nenda.
Reynold Kesaulija dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Barat Daya berharap dengan kerja sama antara pemerintah di dua provinsi dan Mitra Pembangunan, dampaknya akan lebih nyata bagi lingkungan dan masyarakat. “Semoga bisa menjaga dan memelihara bentang alam Mahkota Permata Tanah Papua dan meningkatkan pendapatan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitarnya,” ujarnya.