Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Harapan Masyarakat dan Pemuda untuk Pergub Penetapan Pengakuan Masyarakat Adat di Papua Barat

Bagikan Tulisan
Tim Biro Hukum Setda Provinsi Papua Barat mensosialisasikan Pergub No. 25 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat di Aimas Convention Center, Kabupaten Sorong, 28 Maret 2022.

Proses pengakuan wilayah adat dan masyarakat hukum adat di suatu wilayah biasanya memakan waktu bertahun-tahun. Prosedur pengakuan itu diawali dengan penerbitan aturan tentang tata cara pengakuan dan perlindungan masyarakat adat oleh pemerintah kabupaten atau kota. Kemudian bupati/walikota membentuk panitia masyarakat adat untuk mengidentifikasi masyarakat hukum adat yang berada di wilayah mereka, memverifikasi dan memvalidasi, serta memberikan rekomendasi kepada bupati/walikota untuk menetapkan masyarakat hukum adat. 

Di Provinsi Papua Barat, proses yang panjang itu kini dipersingkat dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur (Pergub) Papua Barat Nomor 25 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Pengakuan Masyarakat Adat dan Wilayah Adat pada November 2021. Dengan beleid tersebut, kabupaten/kota di Papua Barat tidak perlu lagi membuat aturan tentang tata cara pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Bupati/walikota bisa langsung membentuk panitia masyarakat adat. Peraturan Gubernur tersebut disosialisasikan oleh Biro Hukum Setda Papua Barat di Aimas Convention Center, Kabupaten Sorong, pada Senin, 28 Maret 2022. 

Baca juga: Proses Pengakuan Wilayah Adat dan Masyarakat Hukum Adat di Papua Barat Kini Bisa Lebih Singkat

Baik masyarakat maupun pemerintah daerah yang hadir dalam kegiatan sosialisasi itu menyambut baik aturan baru ini. Beberapa perwakilan daerah yang datang mengatakan bahwa wilayahnya sudah merencanakan pemetaan wilayah adat sebagai salah satu dasar pengakuan wilayah, ada yang berjalan dengan baik, namun ada pula yang masih jalan di tempat. “Di Sorong Selatan pernah menganggarkan Rp1,5 miliar yang diberikan ke dewan adat untuk membuat pemetaan, tapi tidak jalan. Dana habis begitu saja,” kata Bupati Sorong Selatan, Samsudin Anggiluli, saat memberikan tanggapan terhadap Pergub baru itu di acara sosialisasi tersebut.

Samsudin berharap dengan adanya Pergub ini pemerintah daerah memiliki dasar yang lebih kuat sehingga pemetaan wilayah bisa berjalan. “Tahun depan bisa kita anggarkan. Mudah-mudahan dengan Pergub yang sudah ada, kita segera bentuk tim, panggil semua kepala suku atau lembaga adat dan kita bicara, supaya beberapa tahun lagi kita bisa selesaikan,” ujarnya.  

Anton Domboret, pemuda yang datang mewakili Suku Besar Arfak dan Suku Doreri yang mendiami Kota Manokwari, mengatakan selain pengakuan wilayah di daratan, pemerintah juga perlu memberikan kejelasan terhadap wilayah pesisir. Karena beberapa suku di Papua Barat sangat mengandalkan laut sebagai tempat untuk mencari pencaharian, seperti masyarakat di pesisir Manokwari sampai Teluk Wondama. “Kami berharap peraturan ini mengakomodir masyarakat pesisir,” katanya. 

Baca juga: Setelah Pencabutan Izin Perusahaan Sawit di Papua Barat, Lalu Bagaimana?

Sedangkan Sekretaris Daerah Fakfak, Ali Baham Temongmere, berharap dengan pengakuan wilayah masyarakat adat tersebut, investasi ke daerah mereka tetap bisa masuk dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat dan menjaga lingkungan. “Supaya masyarakat adat bisa mengelola dan mendapatkan hasil dengan baik. Itu yang paling penting untuk 20 tahun yang akan datang,” ujarnya. Ia pun meminta pemerintah akan menegaskan batas tanah negara dan tanah ulayat di Tanah Papua.

Adapun Filemon Ulimpa, pemuda dari Kampung Kwakeik, Distrik Klayili di Kabupaten Sorong, meminta pemerintah daerah untuk lebih berfokus pada proses pengakuan wilayah adat. Karena menurutnya, selama ini dana otonomi khusus lebih banyak dihabiskan untuk pembangunan. Sedangkan perhatian terhadap penetapan wilayah adat masih kurang. Akibatnya sering terjadi konflik antara masyarakat adat dengan investor yang masuk ke wilayah mereka. Belum lagi konflik antarmarga yang wilayahnya berbatasan. “Harapan kami dengan adanya Pergub ini, pemerintah akan fokus. Pembangunan sabar dulu, yang lain-lain sabar dulu, kita fokus kepada masyarakat adat,” tuturnya saat ditemui EcoNusa di sela acara sosialisasi.

Acara Sosialisasi Pergub Papua Barat No. 25/2021 dibuka oleh Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Provinsi Papua Barat, Reymond Richard Hendrik, serta dihadiri oleh Majelis Rakyat Papua Barat, DPR Fraksi Otsus Papua Barat, Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat, Bupati dan Walikota se-Papua Barat, Sekretaris Daerah dan Kabag Hukum se-Papua Barat, serta perwakilan masyarakat adat di Papua Barat. Dalam kegiatan tersebut juga dibacakan Surat Keputusan Tim Kerja Sekretariat Bersama Percepatan Pengakuan dan Penetapan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat di Provinsi Papua Barat. 

Baca juga: EcoNusa Outlook 2022: Pendekatan Rasa di Timur Indonesia

Pergub tersebut merupakan wujud komitmen Provinsi Papua Barat yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan berbasis wilayah adat. Hak ulayat yang dimiliki dan dikuasai secara bersama-sama oleh masyarakat hukum adat di Papua Barat merupakan bagian dari identitas masyarakat hukum adat yang harus dikelola secara berkelanjutan bagi kemakmuran orang asli Papua, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang.

Editor: Leo Wahyudi & Lutfy Putra

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved