Search
Close this search box.
EcoStory

Kapok Pakai Bom Ikan

Bagikan Tulisan
Berhenti pakai Bom Ikan demi Laut Indonesia
Diskusi Kelompok Terpumpun bersama  nelayan di Dusun Maar tentang kegiatan penangkapan ikan ramah lingkungan demi menjaga keberlanjutan sumber daya laut. (Foto: Tunas Bahari Maluku)

Masyarakat yang bekerja sebagai nelayan di Dusun Maar dulu dikenal dengan julukan “Tukang Bom” oleh masyarakat yang ada di dataran pesisir Pulau Seram Bagian Timur di Provinsi Maluku. Dapat dikatakan hampir semua nelayan di Dusun Maar menggunakan alat tangkap bom untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Kini mereka berhenti pakai Bom Ikan demi laut Maluku, Indonesia.

Hal ini dijumpai oleh komunitas Tunas Bahari Maluku dalam kegiatan jelajah kearifan lokal pada awal 2021 di Kabupaten Seram Bagian Timur, tepatnya di Dusun Maar, Desa Kilwaru, Kecamatan Seram Timur. Sebagian masyarakat di desa ini bekerja sebagai nelayan karena letaknya berada di salah satu pulau kecil di Kecamatan Seram Timur.

Pada saat itu tim jelajah bertemu dengan masyarakat untuk melakukan diskusi terkait aktivitas nelayan di Dusun Maar. Pembicaraan juga mencakup kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan atau secara destruktif.

Baca juga: Papua, Maluku, Torang Bisa, Barang Apa Jadi

Namun dalam pembicaraan itu, mereka mengaku sudah tidak pernah melakukan penangkapan ikan dengan bom. “Alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (bom) ini sudah tidak lagi digunakan oleh nelayan di Dusun Maar,” kata Taha, nelayan lokal di  Dusun Maar.

Tim jelajah mendapatkan informasi bahwa penangkapan ikan dengan penggunaan bom ini sudah memakan korban dan bahkan menyebabkan cacat seumur hidup. Harapannya, dengan informasi adanya korban tersebut, nelayan berhenti pakai Bom Ikan juga demi laut Indonesia yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. “Saya secara pribadi sudah tidak menggunakan (bom) lagi lima sampai sepuluh tahun terakhir, karena sudah ada larangan dari pemerintah,” kata Taha.

Tim juga menemui La Engko, nelayan lokal yang harus kehilangan lengan kirinya karena ia terlambat melemparkan bom ikan. Menurut Taha, mereka menggunakan bom pada saat itu karena ada beberapa alasan. Salah satunya adalah kedatangan nelayan dari daerah lain. Mereka tidak mampu bersaing dengan nelayan lain dari luar yang memiliki armada yang besar dan alat tangkap yang baik.  “Kami harus bersaing (dengan nelayan lain) karena alat tangkap dan armada kami terbatas jika dibandingkan dengan yang mereka miliki,” lanjut Taha. 

Baca juga: Baru Sebagian Masyarakat yang Paham Meski Krisis Iklim Mengancam

Menurut kesaksian Taha, kebutuhan mendesak untuk belanja rumah tangga dan biaya pendidikan untuk anak-anak membuat para nelayan harus menangkap ikan dengan jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Di sisi lain mereka sadar bahwa yang mereka lakukan itu berbahaya untuk keselamatan mereka dan juga merusak lingkungan. Tetapi kebutuhan yang mendesak membuat mereka harus melakukan hal tersebut.  

Pada umumnya masyarakat yang hidup di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki pekerjaan di laut, baik sebagai nelayan maupun sebagai pengusaha dari kegiatan perikanan. Masyarakat yang hidup di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil hidupnya bergantung pada hasil laut dari penangkapan ikan, kegiatan budidaya, dan jasa-jasa lingkungan seperti transportasi laut dan potensi wisata.

Baca juga: EcoNusa Outlook 2022: Pendekatan Rasa di Timur Indonesia

Untuk bertahan hidup di tengah persaingan yang keras, masyarakat yang hidup pesisir dan pulau-pulau kecil melakukan segala untuk memenuhi kebutuhan mereka salah satunya penangkapan ikan secara destruktif atau lingkungan.

Menurut Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan  2001-2004, salah satu faktor penyebab berkurangnya sumber daya perikanan laut adalah penggunaan alat tangkap yang sifatnya destruktif. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan ini pada dasarnya merupakan kegiatan penangkapan ikan ilegal. Penggunaan bom, pukat harimau, dan alat tangkap lainnya yang tidak selektif menyebabkan terancamnya kelestarian sumber daya hayati laut. Hal ini mengakibatkan kerusakan habitat biota laut dan kematian sumber daya ikan.

*Penulis adalah aktivis komunitas Tunas Bahari Maluku.

editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved