Search
Close this search box.
EcoStory

Kacamata Publik terhadap Narasi Menjaga Sumber Daya Alam di Indonesia Timur

Bagikan Tulisan

Membangun narasi positif tentang Tanah Papua dan Kepulauan Maluku merupakan salah satu misi yang diupayakan dalam setiap langkah Yayasan EcoNusa. Cerita baik dan inspiratif tentang kekayaan alam, budaya, dan upaya-upaya pengelolaan sumber daya alam berbasis adat yang adil dan berkelanjutan, juga pemberdayaan masyarakat adat dan komunitas lokal di Indonesia Timur adalah hal utama yang dijunjung dan diberitakan kepada publik.

“Dalam menjalankan komunikasi, EcoNusa berusaha selalu membawa narasi positif dan cerita baik dari Tanah Papua dan Kepulauan Maluku. Publik perlu tahu bagaimana pesona dan keindahan Indonesia Timur,” kata Nina Nuraisyiah, Direktur Komunikasi dan Mobilisasi Pemuda Yayasan EcoNusa. Nina juga menjelaskan strategi komunikasi EcoNusa diimplementasikan untuk mencapai empat tahapan yakni to be aware, to be engaged, to convert dan to advocate.

Baca juga: Mangrove Badge Direncanakan Jadi Badge Pertama yang Diusulkan ke Pramuka Dunia

Selama berproses sejak berdiri di tahun 2017, Yayasan EcoNusa konsisten mengabarkan kepada khalayak tentang kekayaan alam dan budaya yang menjadi pesona utama dari Tanah Papua dan Kepulauan Maluku, termasuk rangkaian kegiatan dan program perlindungan ekosistem hutan, laut serta penguatan hak masyarakat adat. Di tahun ke-5, upaya memahami dampak dari kampanye dan upaya-upaya komunikasi yang telah dilakukan, Yayasan EcoNusa melaksanakan Audience Conversion Assessment, yang bertujuan untuk mengukur bagaimana pemahaman dan pandangan publik terkait berbagai permasalahan di sektor lingkungan hidup termasuk krisis iklim, serta terhadap Indonesia Timur khususnya melalui narasi-narasi yang telah dibagikan melalui kanal komunikasi EcoNusa. 

“Kegiatan ini juga dilakukan untuk mengevaluasi dan melihat seberapa besar publik yang telah terpapar narasi positif yang dibagikan melalui kanal komunikasi yang ada, terlibat dalam diskusi dan percakapan tentang Indonesia Timur baik di ruang daring maupun luring, hingga ikut andil dalam aksi-aksi nyata dalam penyelamatan lingkungan sebagai bagian dari advokasi publik,” ujar Nina.

Assessment dilakukan baik dengan pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Pendekatan kuantitatif difokuskan untuk mengukur seberapa jauh pemahaman publik tentang pesan-pesan yang dikampanyekan oleh EcoNusa. Sedangkan pendekatan kualitatif difokuskan untuk menggali, mengidentifikasi, dan mendalami seberapa jauh pemahaman masyarakat mengenai cerita, pesan, dan kampanye lingkungan yang telah dilakukan oleh EcoNusa selama ini. 

Data kuantitatif didapat dari 700 responden dengan rentang usia 15-55 tahun dari Jabodetabek, Bandung, Makassar, Sorong dan Ambon. Hasil asesmen didapatkan dari komunikasi yang dilakukan EcoNusa berhasil menjangkau audiens yang setara dengan tujuh persen populasi Indonesia di rentang usia yang disasar, dengan 80 persen di antaranya menjangkau masyarakat di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku, sementara jangkauan terhadap masyarakat di wilayah barat Indonesia sebesar sepuluh persen.

Baca juga: Cerita dan Inisiatif Baik dari Tanah Papua Tersiar di New York Climate Week 2023

Jika berbicara tentang isu krisis iklim, sebanyak 30 persen responden menyatakan khawatir tentang masalah alam, persoalan lingkungan, dan sosial budaya, khususnya responden yang berasal dari Kota Bandung dan Ambon. Sedangkan 41 persen responden punya kekhawatiran besar terhadap dampak dari perubahan iklim, perubahan cuaca, dan kenaikan suhu. 

Kekhawatiran para responden yang berada di wilayah urban dengan wilayah rural terhadap permasalahan lingkungan ternyata berbeda. Sebanyak 40 persen responden di wilayah urban perkotaan lebih mengkhawatirkan masalah pengelolaan sampah, kualitas air, dan kualitas udara. Sedangkan 20 persen responden di wilayah rural lebih khawatir tentang isu deforestasi, konservasi, dan energi. 

Isu lingkungan yang terjadi di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku juga mendapat perhatian dari masyarakat Indonesia. Setidaknya 59 persen responden menyatakan cukup memberikan perhatian terhadap isu ini. Dari beberapa permasalahan terkait isu ini, persoalan harga bahan pangan yang relatif lebih tinggi dibanding wilayah Indonesia lain mendapat perhatian sebanyak 76 persen, disusul dengan keindahan alam di wilayah Indonesia Timur ini yang menyita perhatian 69 persen responden. 

Baca juga: Mendorong Kesejahteraan Masyarakat Maluku Lewat Ekspor Pala

Hasil penelitian ini juga melihat bahwa masyarakat Indonesia memiliki ketertarikan terhadap isu lingkungan yang terjadi di timur Indonesia, namun belum tentu mempunyai kepedulian terhadapnya. Ini diakibatkan jarak yang jauh, biaya yang mahal, dan banyaknya pemberitaan tentang konflik yang melibatkan wilayah-wilayah tersebut, sehingga mempengaruhi terjadinya diskoneksi isu-isu tersebut kepada masyarakat yang tinggal di wilayah Indonesia lainnya.

Kanal digital menjadi corong utama yang dikelola Yayasan EcoNusa dalam menyampaikan pesan-pesan konservasi dan cerita baik dari Indonesia Timur kepada publik. Berbagai materi komunikasi dikemas dengan kreatif sehingga dapat menarik perhatian dan ketertarikan publik untuk tahu lebih jauh tentang kekayaan alam dan budaya di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku. Laman website juga menjadi salah satu kanal komunikasi penting yang digunakan dalam memaparkan kerja-kerja EcoNusa bersama masyarakat adat dan komunitas lokal di Indonesia Timur melalui berbagai artikel dan publikasi.

Dalam mendukung misi membangun narasi positif tentang Tanah Papua dan Kepulauan Maluku, Yayasan EcoNusa senantiasa mengabarkan cerita dan berita positif dan inspiratif yang hadir dari tanah surga di timur Indonesia melalui berbagai kanal baik daring maupun luring. Berangkat dari semangat inilah, akhirnya EcoNusa melahirkan beberapa program komunikasi dan kampanye seperti #DefendingParadise, Harmoni Laut, #AksiMudaJagaIklim, Ekspedisi Mangrove, dan program-program komunikasi lainnya. 

Bila dilihat berdasarkan engagement rate, mayoritas responden yang mengetahui EcoNusa telah terlibat hingga tahap aware yakni sebanyak 12 persen, dan sepuluh persen untuk yang terlibat hingga tahap engage dan convert yang artinya telah melakukan aksi nyata setelah terpapar materi komunikasi EcoNusa. Aksi nyata terbesar, yakni sebanyak 50 persen datang dari responden yang berada di Indonesia Timur, yakni yang telah membagikan informasi melalui akun media sosialnya dan mengajak orang di sekitarnya untuk lebih peduli terhadap alam, khususnya di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku.

Baca juga: Catatan Perjalanan: Kekompakan Suku Ireres Melindungi Wilayah Adat

Hasil assessment ini menunjukkan bahwa kampanye #DefendingParadise dan #AksiMudaJagaIklim merupakan dua program yang mendapatkan keterlibatan tinggi dari publik. Di mana kampanye #DefendingParadise paling banyak diketahui oleh responden di Kota Sorong, dan sedang untuk #AksiMudaJagaIklim menyebar secara luas terutama di wilayah Jakarta. 

Dari sinergi komunikasi yang telah dilakukan selama EcoNusa berproses, partisipasi publik terhadap Tanah Papua dan Kepulauan Maluku sudah mulai terbentuk. Namun begitu, hingga akhirnya terbentuk tekanan publik untuk mendorong kebijakan dalam perlindungan alam, dan masyarakat adat di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku masih menjadi perjalanan panjang.

Ini tak lantas menyurutkan semangat EcoNusa untuk terus menyuarakan dan menebarkan narasi positif, kabar dan cerita baik serta inspiratif dari Tanah Papua dan Kepulauan Maluku. Kami yakin, akan semakin banyak publik yang memberikan perhatiannya kepada alam dan masyarakat di Indonesia Timur. Harapannya, dengan kian banyaknya yang peduli terhadap tanah surga ini, maka alam yang menjadi benteng terakhir dan kunci penting dalam melawan krisis iklim dapat terlindungi, dan masa depan yang sejahtera, berkeadilan, dan berkelanjutan dapat terwujud.

“Alam di Indonesia Timur adalah benteng terakhir yang harus kita jaga bersama, sehingga sangat penting bagi kita menyiarkan cerita-cerita kepada publik tentang “wajah” Tanah Papua dan Kepulauan Maluku. Supaya semakin banyak yang peduli, dan mau ikut menjaganya,” tutup Nina.

Editor: Swiny Adestika dan Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved