Search
Close this search box.
EcoStory

Cerita dan Inisiatif Baik dari Tanah Papua Tersiar di New York Climate Week 2023

Bagikan Tulisan
New York Climate Week 2023.

Alam Papua memiliki bentang ekosistem yang beragam, menjadi habitat bagi banyak sekali keanekaragaman hayati, sumber penghidupan bagi masyarakat lokal dan dunia, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Ini juga merupakan aset penting bagi dunia untuk menciptakan kehidupan yang berkelanjutan serta mendukung upaya melawan krisis iklim. Masyarakat adat di Tanah Papua yang telah hidup lama di sini pun memiliki warisan adat istiadat yang bertujuan menjaga dan melindungi tanah surga.

Inisiatif bersama masyarakat adat dan lokal serta Yayasan EcoNusa di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku menuai reaksi positif dari publik dunia yang mengikuti rangkaian kegiatan New York Climate Week 2023. Cerita-cerita baik tentang kekayaan keanekaragaman hayati dan berbagai kearifan lokal, budaya, inisiatif dan kerja-kerja bersama masyarakat adat dan komunitas lokal di Tanah Papua, dalam menjaga surga di Indonesia timur digaungkan dalam berbagai rangkaian diskusi. 

Berkolaborasi dengan Cornell Lab of Ornithology, sebuah diskusi bertajuk “Achieving Climate Ambition through Protecting Biodiversity and Community Inclusivity in Eastern Indonesia” dihelat pada 23 September 2023. Diskusi dibuka dengan video yang memperlihatkan rona indah Tanah Papua. Derasnya hujan yang mengguyur kota New York hari itu tidak menyurutkan antusiasme dan partisipasi aktif sekitar 40 peserta yang hadir.

Baca juga: Ilmuwan Muda Papua Dukung Inisiatif Mahkota Permata Tanah Papua

“Hutan di Indonesia timur, khususnya di Papua amat penting bagi planet ini. Hutan ini juga jadi habitat penting bagi burung cenderawasih,” kata Tim Laman, jurnalis dan fotografer hidupan liar. Tim bercerita tentang pengalamannya berkunjung ke Tanah Papua dan mendokumentasikan kecantikan burung cenderawasih, saat menjalankan Birds of Paradise Project bersama Ed Scholes. Dalam presentasinya, Tim juga bercerita bahwa masih ada banyak spesies burung yang belum ditemui dan teridentifikasi di dalam lebatnya hutan Tanah Papua. Berbagai spesies tersembunyi ini sangat penting untuk menjaga kekayaan keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem Tanah Papua, Indonesia, dan dunia.

Bustar Maitar, CEO Yayasan EcoNusa pada kesempatan yang sama bercerita kepada para peserta tentang bagaimana masyarakat adat di Tanah Papua telah lama menjaga dan merawat alamnya dengan seperangkat kearifan lokal dan adat yang mereka miliki. Bustar menjelaskan bahwa bekerja bersama masyarakat adat dan merangkul kearifan lokal yang ada menjadi hal inklusif penting yang harus dilakukan. “Apa yang menjadi prioritas untuk Tanah Papua? Kita bisa memfasilitasi dan mendukung pemetaan wilayah adat, untuk memperkuat hak-hak dan kedaulatan masyarakat adat juga komunitas lokal, sehingga dengan begini mereka bisa lebih berdaya dan sejahtera,” kata Bustar.

Bustar memaparkan bahwa menjaga alam dan mensejahterakan masyarakat adat merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan, dan keduanya saling dukung satu sama lain. Dengan melindungi hutan dan laut, kehidupan masyarakat adat akan terjaga dengan baik. Memberdayakan dan mendukung penguatan ekonomi masyarakat pun harus tetap dilakukan, dengan begitu mereka akan tetap melindungi alamnya, sehingga hutan dan laut dapat dimanfaatkan secara lestari, terbebas dari pemanfaatan yang ekstraktif dan merusak, dan iklim pun dapat terjaga.

Baca juga: Mereka yang Terpikat Pesona Cenderawasih

Tidak hanya merekam pesona dan kemagisan burung surga, Tim dan Ed juga melihat bagaimana masyarakat adat dan komunitas lokal hidup berdampingan dengan alam. Bagi masyarakat adat di Tanah Papua, hutan dan laut adalah Mama yang memberikan berbagai kebutuhan hidup bagi mereka sejak dulu, kini, hingga masa mendatang. Ed Scholes menuturkan bahwa menjaga hutan dan alam Papua sama dengan menjaga sumber penghidupan masyarakat adat dan komunitas lokal yang hidup di sana. Sayangnya, dirinya melihat masyarakat dunia masih belum banyak perhatian yang ditujukan untuk menjaga warisan alam di ujung timur Indonesia ini. “Saya berharap dengan kian banyaknya dukungan yang mendorong masyarakat adat berdaya dalam menjaga alamnya, ini akan semakin membuka mata hati dan telinga dunia akan pentingnya menjaga keutuhan hutan dan alam di Tanah Papua,” kata Ed.

Kekayaan ekosistem hutan yang juga menjadi rumah bagi burung cendrawasih serta inisiatif dari masyarakat adat dan lokal di Tanah Papua mendapatkan sambutan dan antusiasme positif dari peserta yang hadir. Suzan, seorang peserta yang juga seorang pengamat burung merasa senang dan semakin tertarik untuk bisa berkunjung ke Tanah Papua. “Saya mengikuti diskusi ini dengan harapan bisa mengetahui lebih banyak lokasi untuk mengamati cenderawasih. Diskusi ini sangat menarik, saya senang bisa belajar lebih banyak,” kata Suzan.

Cerita positif tentang Tanah Papua juga menyeruak dalam sesi diskusi bertema “How Do We Safe the World’s Rainforests Through Scalable Grassroot Solutions” (22/9). Partisipan diskusi merespon positif terhadap bagaimana kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhur kepada masyarakat adat di Tanah Papua, menjadi solusi dalam upaya menjaga keutuhan alam dan melawan perubahan iklim yang disampaikan oleh CEO EcoNusa, Bustar Maitar. Tak hanya itu, Bustar juga menyampaikan bahwa penting juga bagi kita mendorong pasar global untuk memilih produk-produk lestari yang diproduksi langsung oleh masyarakat adat. Ini menjadi bagian penting dalam menghubungkan masyarakat dengan dunia, sehingga perekonomian lokal dapat tumbuh dan kesejahteraan dapat tercipta.

Baca juga: Festival Egek, Menjaga Alam dan Warisan Leluhur Suku Moi

“Kita harus fokus pada solusi, dan melalui KOBUMI, kami berusaha memberikan solusi konkret yang dapat mendukung kesejahteraan masyarakat adat dan komunitas lokal di Tanah Papua. Dengan begitu, masyarakat adat sejahtera, alam akan terjaga, dan ini juga menjadi bagian dari upaya kita melawan krisis iklim,” pungkas Bustar.

New York Climate Week merupakan sebuah acara iklim tahunan terbesar di dunia. Tahun ini digelar pada 17-24 September 2023. Pada perhelatan ini, berbagai pemangku kepentingan mulai dari tokoh-tokoh lingkungan, pemerintah, pelaku bisnis, politisi, aktivis, akademisi, dan perwakilan masyarakat madani dunia dari berbagai latar belakang dan lintas generasi berkumpul untuk membincangkan perubahan iklim, mendorong aksi iklim, dan mempercepat transisi serta kemajuan melawan krisis iklim dan menuju kehidupan bumi yang berkelanjutan. 

Kontributor: Nur Hayyu

Sumber Foto: Jessica Alexandra Suarez – Cornell Lab Ornithology

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved