Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Jaring Nusa, Gerakan Bersama untuk Masyarakat Pesisir dan Pulau Kecil di Indonesia Timur

Bagikan Tulisan
Perwakilan koalisi organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaring Nusa melakukan deklarasi di Makassar, 19 Agustus 2021. (Econusa Foundation/Masdian Diasto)

Sebanyak 14 organisasi masyarakat sipil yang bekerja di wilayah Indonesia Timur menyatakan akan bekerja sama menyelamatkan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil di kawasan timur Indonesia. Dalam deklarasinya, Jaring Belajar Pesisir, Laut dan Pulau kecil atau Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia menyebutkan bahwa masyarakat yang tinggal di pesisir dan pulau kecil di Indonesia Timur rentan terhadap berbagai ancaman. “Jaring Nusa merupakan perwujudan dari gerakan bersama,” ujar Bustar Maitar, CEO EcoNusa, saat acara deklarasi yang berlangsung di Hotel Four Points Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis, 19 Agustus 2021.

Empat belas organisasi yang ikut dalam Deklarasi Jaring Nusa tersebut adalah Yayasan Ekosistim Nusantara Berkelanjutan (EcoNusa), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional, WALHI Sulawesi Selatan, WALHI Maluku Utara, Yayasan Hutan Biru, Yayasan Konservasi Laut Indonesia, Yayasan Bonebula, Yayasan PakaTiva, Moluccas Coastal Care, Tunas Bahari Maluku, Yayasan Tananua Flores, Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM), Komdes Sultra, dan Lembaga Pengembangan Sumberdaya Nelayan (LPSN).

Baca Juga: Sekarang atau Punah, Belum Terlambat Mengendalikan Krisis Iklim

Menurut Direktur YSNM, Jull Takaliuang, Jaring Nusa nantinya juga akan menuntut pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap pesisir dan pulau-pulau kecil yang sedang terancam dengan berbagai persoalan. Sedangkan Manager Eksekutif Nasional Walhi, Ode Rakhman, mengatakan pemerintah perlu mendeklarasikan darurat iklim, karena dampak perubahan iklim saat ini sudah dirasakan masyarakat, khususnya yang berada di pulau kecil. “Mereka adalah orang-orang yang paling terdampak perubahan iklim,” ujar Ode.

Pulau-pulau kecil di Indonesia Timur menghadapi berbagai ancaman. Antara lain akibat perubahan iklim, misalnya pemutihan karang, berubahnya musim penangkapan, hilangnya lahan penduduk di pesisir karena abrasi, dan kemungkinan ancaman lainnya akibat kenaikan permukaan air laut. Ada pula ancaman dari aspek sosial, seperti menurunnya pendapatan masyarakat pesisir, masalah ketahanan pangan, konflik wilayah penangkapan ikan, serta meningkatnya praktik penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab. Ada pula potensi ancaman dari aspek politik. Misalnya, terkait perizinan tambang di wilayah pulau-pulau kecil yang akan mengeliminasi masyarakat lokal. Salah satunya rencana pertambangan emas yang terjadi di Sangihe, Sulawesi Utara, yang menuai kontroversi.

Baca Juga: KORAL: Pengadaan 2000 Kapal di Biak Numfor dan Kota Tual Tidak Tepat

Sayangnya pemerintah tidak serius memandang permasalahan yang terjadi di pulau-pulau kecil ini. Hanya 11 kabupaten di lima provinsi yang telah memiliki perencanaan pesisir terpadu yang mengacu kepada Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengeloalaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Padahal saat ini undang-undang tersebut sudah berumur lebih dari satu dasawarsa.

Selain itu, kebingungan pada integrasi pengelolaan darat, pesisir dan laut ditunjukkan dengan adanya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang membuat banyak permasalahan di darat, pesisir dan laut dan hanya diselesaikan secara teknis. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, pengelolaan, dan penjagaannya pun sangat minim.

Berikut Sikap dan Deklarasi Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia :

  1. Fakta-fakta kerentanan pesisir dan pulau kecil di Kawasan Timur Indonesia terhadap perubahan iklim, pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam membutuhkan penguatan bagi komunitas agar lebih tangguh (resilient) untuk memitigasi dan mengadaptasinya. 
      
  2. Cara lokal dan tradisional yang selama ini dijalankan masyarakat pesisir dan pulau kecil dalam mengadaptasi perubahan lingkungan, sosial dan ekonomi penting untuk diinventarisir dan diperkuat kembali untuk meningkatkan ketahanan atau resiliensinya agar dapat menjadi bahan belajar masyarakat lainnya. 
     
  3. Komunitas, organisasi rakyat, organisasi masyarakat sipil perlu untuk saling belajar, saling memperkuat dan berbuat bersama agar tercipta ketahanan dan resiliensi terhadap perubahan-perubahan yang terus mengancam pesisir dan pulau kecil kita. 
  4. Perlu memastikan dan mendorong keterlibatan aktif masyarakat pesisir dan pulau kecil di Kawasan Timur Indonesia dalam semua perencanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam pesisir dan pulau kecil agar hak, akses dan kontrol mereka terhadap sumber daya pesisir dan pulau kecil  tetap terjamin.
     
  5. Jejaring untuk saling menguatkan ketahanan masyarakat pesisir dan pulau kecil sangat penting dibangun dan diperkuat. 
  6. Mendorong lahirnya kebijakan nasional yang menjamin keberlanjutan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Baca Juga: Jurnalisme Data Gaungkan Ancaman Kelautan dan Perikanan Indonesia

Selain deklarasi dan rapat kerja, juga diselenggarakan webinar antara Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Acara ini menghadirkan Wakil Menteri Surya Tjandra, Eksekutif Nasional Walhi Ode Rakhman, dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang juga pakar agraria Farida Patittingi sebagai pembicara. Webinar yang mengangkat tema Reforma Agraria Pulau Kecil dan Pesisir: Akar Masalah dan Solusi Perlindungan Hak tersebut bisa disimak di sini.

Editor: Nur Alfiyah & Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved