Yayasan EcoNusa menjalin kerja sama dengan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dalam mendidik calon pemimpin masa depan Indonesia yang memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Kolaborasi itu terjalin atas penandatanganan nota kesepahaman tentang partisipasi anggota Pramuka dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
“Kami bersinergi dengan Yayasan EcoNusa untuk pembinaan Pramuka ke depan secara utuh. Anak muda yang akan jadi pemimpin ke depan peduli terhadap lingkungan. Sekarang lingkungan itu harus kita rawat, lestarikan, pertahankan, bahkan kita kembangkan,” kata Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka, Budi Waseso, usai seremoni penandatanganan di Buperta Cibubur, Jakarta pada Sabtu, 23 Juli 2022.
Budi mengatakan, Kwarnas Gerakan Pramuka menyambut baik kerja sama dengan Yayasan EcoNusa karena sesuai dengan visi dan misi gerakan Pramuka. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Dalam Pasal 4, termaktub salah satu tujuan gerakan Pramuka yakni melestarikan lingkungan hidup.
Baca juga: Kolaborasi EcoNusa dan Pramuka untuk Lingkungan Berkelanjutan
“Membangun negara ini ke depan dapat dilakukan, salah satunya dengan pendidikan yang mumpuni. Maka, pendidikan itu tidak boleh dibatasi. Dari segala aspek, pendidikan itu harus menjadi bekal setiap generasi muda yang datang sehingga mampu bersaing dengan generasi muda di luar republik ini,” ujar Budi.
Ruang lingkup perjanjian kerja sama antara EcoNusa dan Kwarnas Gerakan Pramuka berisi kerja sama kampanye lingkungan, peningkatan kapasitas anak muda dan anggota Kwarnas Gerakan Pramuka, dan kewirausahaan berbasis lingkungan yang melibatkan anggota Kwarnas Gerakan Pramuka di Kepulauan Maluku dan Tanah Papua.
Selain itu, kolaborasi kedua lembaga ini melahirkan inisiasi “mangrove badge challenge”, yaitu kegiatan peningkatan pemahaman dan partisipasi Kwarnas Gerakan Pramuka dalam mengonservasi ekosistem mangrove. “Kami juga menjalin beberapa komunikasi dengan internasional Scout (Pramuka) bagaimana (agar) Indonesia punya badge (lencana) yang diusulkan Indonesia, dengan ciri khas Indonesia, sehingga itu bisa jadi badge yang dipakai di dunia atau paling tidak di Asia Pasifik,” ucap CEO Yayasan EcoNusa, Bustar Maitar.
Baca juga: Pemuda Kunci Keberhasilan Penyerapan Karbon
Menurut Bustar, krisis iklim menjadi satu perubahan kondisi alam yang penting untuk dicermati oleh anggota Kwarnas Gerakan Pramuka. Dalam konteks ketahanan terhadap bencana, ekosistem mangrove dapat menjadi pelindung terdepan kampung dan pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia.
“Presiden (Joko Widodo) juga mendorong untuk menggalakkan rehabilitasi mangrove. Dan kami mau berkontribusi merehabilitasi mangrove bersama Kwarnas Gerakan Pramuka. Itu bagian dari komitmen kami bersama Pramuka,” ungkap Bustar.
Pemerintah Indonesia tengah merehabilitasi mangrove yang telah rusak hingga 2024. Pemerintah menargetkan upaya perbaikan ekosistem mangrove seluas 600.000 hektare. Luasan tersebut setara dengan lebih dari sembilan kali luas Provinsi DKI Jakarta.
Baca juga: Rehabilitasi Mangrove, Upaya Pemerintah Mengurangi Emisi Karbon
Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara dengan Kawasan mangrove terluas di dunia, yakni sekitar 3,311 juta hektare atau sekitar 25 persen total luas mangrove dunia, kemudian disusul oleh Brazil sekitar 8 persen dan Australia 7 persen. Pusat ekosistem mangrove Indonesia berada di Tanah Papua dengan Provinsi Papua menjadi tempat hutan mangrove terluas yakni 1.634.041 hektare dan Provinsi Papua Barat 473.059 hektare.
Editor: Nur Alfiyah