Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan potensi cuaca ekstrem yang melanda sebagian besar wilayah di Indonesia sejak 29 September 2022 lalu. Hingga saat ini, peringatan cuaca ekstrem masih belum dicabut oleh BMKG. Bahkan lembaga ini juga meramalkan 24 wilayah di Indonesia, mulai dari wilayah barat, tengah, juga timur hingga Tanah Papua masih terancam cuaca ekstrem berupa curah hujan dengan intensitas tinggi disertai kilat dan angin kencang hingga 21 Oktober mendatang.
“Tiga empat hari yang lalu ada taifun terjadi di Lombok. Setahun yang lalu terjadi badai siklon Seroja di Nusa Tenggara Timur. Ini adalah wujud dari krisis iklim,” seru Bustar Maitar, CEO Yayasan EcoNusa kepada para peserta Temu Netizen #AksiMudaJagaIklim pada 14 Oktober 2022 di Jakarta.
Baca Juga: Suara Kaum Muda Selamatkan Timur Indonesia
Menurut Bustar, kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi, tetapi juga mengubah sistem iklim yang mempengaruhi berbagai aspek pada perubahan alam dan kehidupan manusia. Kian cepatnya laju perubahan iklim yang terjadi di bumi bukan hanya menjadi diskursus semata. Kita merasakan bersama dampaknya saat ini.
Mencairnya es di kutub utara telah meningkatkan permukaan air laut dan menenggelamkan banyak pulau-pulau kecil. Cuaca ekstrem menimbulkan berbagai bencana dan merugikan banyak pihak. Pandemi Covid-19 yang memakan banyak nyawa manusia di dunia pun disinyalir muncul karena dampak ketidakseimbangan ekologis. Berbagai dampak dari krisis iklim ini telah terbukti menyebabkan banyak krisis lainnya, mulai dari krisis pangan, kesehatan, sampai krisis ekonomi.
Semua hal yang terjadi sepatutnya menjadi alarm bagi kita semua untuk turut berperan aktif menahan laju perubahan iklim. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh para relawan Penjaga Laut yang menggaungkan gerakan publik bertajuk ‘Aksi Muda Jaga Iklim’ (AMJI). “Tahun ini adalah tahun kedua AMJI, dan sejauh ini sudah ada 96 titik aksi yang tersebar di seluruh Indonesia, dan masih akan terus bertambah,” tutur Yolanda Parede, Koordinator Nasional Penjaga Laut.
Baca Juga: Pemuda Diharapkan Menjadi Generasi Nol-Bersih Emisi
Yolanda menjelaskan Penjaga Laut dan AMJI adalah sebuah wadah gerakan bersama, di mana semua orang maupun komunitas dapat bergabung dan bergerak bersama untuk melindungi bumi, termasuk juga laut. Aksi yang dilakukan pun dapat beragam, sesuai dengan minat, bakat, komitmen, dan kebutuhan di wilayah masing-masing.
Beberapa aksi yang akan dilakukan dalam AMJI antara lain penanaman mangrove, penanaman pohon, cabut paku dari pohon, transplantasi terumbu karang, aksi bersih sampah baik di darat maupun bawah laut, aksi bersih kampung, nonton bareng film edukasi lingkungan, diskusi lingkungan, dan juga bootcamp.
“Aksi-aksinya dimulai dari yang sederhana, karena kita percaya perubahan juga bisa diciptakan dari aksi-aksi kecil yang dilakukan oleh banyak orang secara konsisten,” tambah Yolanda.
Baca Juga: Pemuda Kunci Keberhasilan Penyerapan Karbon
Melakukan aksi nyata dari diri sendiri secara konsisten dan mengajak orang-orang terdekat di sekitar kita untuk ikut melakukan aksi baik untuk bumi memang menjadi hal yang dibutuhkan untuk menyelamatkan bumi sebagai satu-satunya rumah kita. “Kita bisa berperan dengan menjadi influencer lingkungan bagi orang-orang di sekitar kita. Tidak perlu punya banyak followers, tapi kita lakukan hal baik untuk bumi secara konsisten sehingga kebaikan itu diikuti juga oleh orang lain,” ucap Bustar.
Aksi Muda Jaga Iklim 2022 akan dihelat pada 29 Oktober 2022 secara serentak di banyak titik aksi di seluruh penjuru Indonesia, dan titik aksi utama di Tangerang Mangrove Centre, Banten. Akan ada ribuan kaum muda yang terlibat dalam aksi ini. AMJI sendiri tidak akan menjadi kegiatan seremonial semata, melainkan menjadi gerakan milik semua orang muda Indonesia untuk selamatkan bumi dari ancaman krisis iklim.
“Krisis iklim bukan hal yang terjadi sehari dua hari, sehingga kita harus terus aktif melakukan aksi muda jaga iklim, kapan pun, di mana pun,” tutup Yolanda.
Editor: Leo Wahyudi