Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Catatan Perjalanan: Menjadi Relawan Pengajar Bahasa Inggris di Kampung Wisata Malagufuk

Bagikan Tulisan
Para pemuda Malagufuk menemani turis dari luar negeri melihat burung cenderawasih menari di kampung mereka. (Yayasan EcoNusa/Arfan Sulaiman)

Menjadi kampung ekowisata membuat Malagufuk kerap didatangi oleh para turis, baik lokal maupun mancanegara. Kampung yang terletak di Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat, tersebut masih memiliki hutan yang lebat, lengkap dengan faunanya. 

Para wisatawan biasanya datang menginap demi melihat burung cenderawasih menari, kanguru asli Indonesia yang disebut lau-lau, rangkong Papua yang juga dikenal dengan julang Papua, hingga kasuari. Masyarakat menyambut dengan hangat kedatangan para turis tersebut. Namun, mereka masih terkendala dengan bahasa, terutama saat menerima tamu dari luar negeri. 

Saya bersama tiga orang kawan Ecodefender Sorong diajak oleh Yayasan Econusa untuk membantu pemuda-pemuda Malagufuk belajar bahasa Inggris. Latihan bahasa Inggris ini bertujuan agar para pemuda Malagufuk bisa mempromosikan kampung mereka, serta dapat berkomunikasi dengan turis yang berkunjung ke Malagufuk tanpa bantuan pemandu dari luar. Para relawan berada di Kampung Malagufuk sekitar 3 minggu. 

Baca Juga: Y20: Merangkul Generasi Muda dalam Keberagaman dan Inklusivitas

Ada 12 pemuda yang awalnya tertarik untuk belajar. Kami membaginya ke dalam beberapa grup agar latihannya bisa lebih fokus. Pada minggu pertama, kami berfokus agar mereka dapat memperkenalkan diri dengan baik serta bisa menjelaskan tentang fasilitas yang ada di Malagufuk kepada para tamu.  

Minggu pertama ini adalah salah satu awal yang cukup menantang bagi kami karena  para pemuda tersebut tidak percaya diri, bahkan untuk memperkenalkan diri dengan bahasa Indonesia.  Akan tetapi kami tidak putus asa untuk mengajar mereka. Perlahan-lahan, mereka mulai lebih percaya diri untuk tampil. Mereka  mulai berani memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris. Kami sangat kagum terhadap kerja keras pemuda-pemuda ini dalam belajar.

Masyarakat Malagufuk mengobrol dengan turis yang datang ke kampung mereka. Setelah belajar bahasa Inggris, masyarakat lebih percaya diri untuk berbicara dengan wisatawan dari luar negeri. (Yayasan EcoNusa/Arfan Sulaiman)


Pada minggu kedua, kami mengajak para pemuda kampung untuk berkemah di hutan. Kami mengajarkan materi tentang makanan yang mengandung air (dehydrate food), petunjuk arah (direction), dan perlengkapan perkemahan (field equipment). Kami memberikan kosa kata untuk dihafal dan membuat percakapan untuk dapat mereka praktikkan secara berpasangan. Tujuannya agar mereka dapat memahami apa yang dipelajari serta membangun kerja sama di antara mereka.

Masuk ke minggu ketiga, kami menugaskan para pemuda tersebut untuk berperan sebagai pemandu dalam wisata bird watching. Di dalam perjalanan, kami meminta mereka untuk menggunakan kosa kata yang sudah diajarkan. Kami merasa sangat senang ketika mereka mulai berkomunikasi dengan bahasa Inggris walaupun tidak lengkap. Saat melihat kami kelelahan berjalan, Kelvin, salah satu pemuda yang ikut berlatih bahasa Inggris bertanya, “Miss are you ok?”. Opyor, pemuda lainnya, juga mengatakan, “Mister, do you need rest?”, “Are you thirsty?”. 

Baca Juga: Mempercantik Kampung Wisata Namatota dengan Honai

Kemampuan mereka yang perlahan-lahan meningkat seperti itu membuat kami sangat senang. Sesampainya di tempat pengamatan burung, mereka secara bergantian menjelaskan spesies burung apa saja yang dilindungi di Malagufuk, mulai warna, ukuran, jenis, dan lain sebagainya menggunakan bahasa Inggris.

Sayang, tidak semua pemuda aktif mengikuti latihan sampai selesai. Beberapa pemuda memilih untuk berhenti. Salah satunya Mensen Kalami yang hanya mengikuti pembelajaran di awal pertemuan. Setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata Mensen pergi berburu rusa di hutan berhari-hari demi membayar uang sekolah adiknya yang menuntut ilmu di kota. 

Kami berharap dengan adanya pendampingan pembelajaran bahasa Inggris ini, para pemuda kampung tidak hanya bisa menjadi pemandu bagi para turis lokal, tapi juga wisatawan dari luar negeri. Sehingga mereka lebih berdaya di tanah mereka sendiri.

*Hilda Patihani, EcoDefender Sorong

Editor: Nur Alfiyah & Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved