Sepulang dari Sekolah Transformasi Sosial (STS) di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua, Jackson Wambaliau tidak tinggal diam. Kader yang berasal dari Kampung Warlef di Distrik Senggi, Kabupaten Keerom tersebut mengajarkan cara budidaya vanili yang ia pelajari selama STS kepada warga di kampungnya. Ia, antara lain, membantu meluruskan cara merawat tanaman vanili dan naungannya agar bisa berkembang dengan baik.
“Jackson datang ke kebun ini, kase (berikan) ilmu. Vanili yang bapak (saya) tanam sudah tinggi-tinggi, Jackson bantu kase turun, bikin para-paranya dan pangkas ranting-ranting yang lebat,” ujar Yonathan Wambaliau, petani vanili dari Warlef.
Jackson adalah salah satu alumnus STS Kabupaten Keerom, sebuah sekolah nonformal yang digagas oleh Yayasan EcoNusa. STS bertujuan mencetak para pemuda kampung yang tangguh dalam mengelola tanah dan potensi alamnya, agar memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan tanpa merusak hutan, alam, dan lingkungan. Di Keerom, program tersebut diselenggarakan pada Oktober 2022.
Baca Juga: Usai Sekolah Transformasi Sosial, Kepala Kampung Yakin Vanili Menyejahterakan Masyarakat
STS ditindaklanjuti dengan Sekolah Kampung untuk menularkan ilmu yang dipelajari oleh kader kepada masyarakat. Yonathan adalah salah satu peserta Sekolah Kampung yang difasilitasi oleh Yayasan EcoNusa bersama PtPPMA (Perkumpulan Terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Papua) di Kampung Warlef dan Kampung Molof di Distrik Senggi, 24-25 November 2022. Sekolah Kampung tersebut diikuti oleh 21 peserta dari Kampung Molof dan 20 peserta dari Kampung Warlef.
Meski Yonathan sudah berusia 65 tahun dan menyandang disabilitas, ia masih bersemangat untuk membudidayakan vanili pada lahan di belakang rumahnya. Ia sudah menanam 100-150 tanaman vanili pada lahan seluas 100 x 30 tersebut. Selain mendapat panduan dari Jackson, ia merasa Sekolah Kampung yang diikutinya menambah pengetahuannya dalam membudidayakan tanaman vanili.
Baca Juga: Tetap Relevan dalam Menjalani 2023
Selain Yonathan, warga lainnya di Kampung Warlef sudah mengenal tanaman vanili sejak 7 tahun silam. Awalnya masyarakat tertarik dan membuat kelompok tani vanili. Mereka bahkan mendapatkan bantuan bibit vanili dan sarana produksinya dari pemerintah. Namun masyarakat tidak mendapatkan pelatihan tentang budidaya vanili sehingga tanaman itu ditelantarkan. Mereka juga tidak mengetahui harga vanili di pasar, sehingga mereka kurang antusias untuk membudidayakan vanili.
Sedangkan warga Kampung Molof sudah menanam vanili sekitar 2-5 tahun. Sama seperti masyarakat Warlef, warga Molof pun membiarkan tumbuhan itu merambat di pohon yang tinggi dan tak terawat.
Selain mengajari para warga di kampungnya, Jackson juga mempraktikkan ilmu budidaya vanili di kebun miliknya. Ia telah menanam sekitar 300 pohon vanili pada lahan seluas 150 x 30 meter persegi. Sebagian tanaman vanili yang dimiliki Jackson sudah memasuki masa pembungaan. Ia memberikan perlakuan khusus ke tanamannya tersebut agar pembuahannya bisa berhasil dan menghasilkan buah vanili yang baik dari segi kuantitas dan kualitas.
Editor: Nur Alfiyah