Tutupan hutan tropis yang terbesar di Indonesia berada di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku. Lebih dari 3.000 spesies vertebrata dan 200.000 spesies invertebrata hidup di hutan hujan tropis ini. Mulai dari serangga, reptil, mamalia hingga burung, termasuk cenderawasih yang terkenal keindahannya.
Tak hanya itu, Pulau Papua juga menyimpan lebih dari 13.000 tanaman berpembuluh sehingga menjadi pulau dengan keanekaragaman tumbuhan berpembuluh terkaya di dunia. Hal tersebut ditegaskan oleh Charlie D. Heatubun, akademisi dan Kepala Balitbangda Papua Barat, dalam Mari Cerita Papua dan Maluku (MACE) Edisi Defending Paradise 28 September 2021 lalu. MACE Defending Paradise sendiri merupakan bagian dari rangkaian kampanye Defending Paradise kolaborasi EcoNusa dan Cornell Lab of Ornithology.
“Tanah Papua itu tanah yang luar biasa. Seperti nyanyian Bung Edo Kondologit, Tanah Papua itu surga kecil yang jatuh ke bumi. Dan itu ditandai dengan burung surga (cenderawasih) yang hidup di sini. Burung-burung yang indah ini pun tak akan bisa hidup tanpa tumbuhan,” ujar Charlie.
Keterkaitan antar spesies dalam ekosistem hutan inilah yang kemudian membuat penyelamatan hutan baik di Tanah Papua maupun Kepulauan Maluku penting dilakukan. “Tantangan pemerintah adalah melakukan percepatan pembangunan untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Tanah Papua, namun juga tetap harus mengedepankan inisiatif provinsi konservasi dan kebijakan berkelanjutan,” lanjut Charlie.
Mengapa Penting Menyelamatkan Hutan Hujan Tropis Papua dan Maluku?
Tingginya biodiversitas yang ada di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku menjadi tanda bahwa ekosistem hutan masih sehat dan dapat menjalankan perannya dengan baik sebagai penjaga keseimbangan iklim bumi dan menyediakan suplai kehidupan.
Lebih lanjut, upaya penyelamatan hutan Papua dan Maluku perlu dilakukan demi utuhnya potensi kekayaan hayati yang belum tergali. Charlie mengatakan, jika dibandingkan dengan negara tetangga, baik Australia atau Papua Nugini, data dan hasil penelitian spesies flora dan fauna di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku masih tergolong minim. Jumlah spesies yang terdata saat ini baru sebagian kecil dari seluruh spesies yang kemungkinan ada di dalam belantara Papua dan Maluku.
Baca juga: Peran Penting Cenderawasih dalam Keseimbangan Ekosistem Hutan
Tim Laman, fotografer dan videografer alam liar yang menghabiskan 8 tahun bersama ornitologis Ed Scholes untuk mendokumentasikan cenderawasih, pun turut angkat bicara melalui acara MACE Defending Paradise. Laman mengatakan salah satu alasan terpenting perlunya menjaga tutupan hutan Papua dan Maluku adalah potensi kekayaan hayati di dalamnya yang kemungkinan masih banyak yang belum ditemukan.
“Penemuan spesies cenderawasih terbaru, yakni Cenderawasih Vogelkop (Vogelkop Superb Bird-of-Paradise), sebagai satu dari tujuh cenderawasih endemik di Tanah Papua beberapa tahun silam semakin meyakinkan kami bahwa di dalam hutan Papua masih banyak spesies hewan dan tumbuhan yang belum teridentifikasi. Ketika hutan hilang, maka spesies-spesies tersebut akan ikut hilang sebelum diketahui. Ini akan menjadi kehilangan besar,” ungkap Laman.
Melanjutkan Laman, Ed Scholes memaparkan meski tutupan hutan alamnya masih tinggi, dalam 20 tahun terakhir Papua dan Maluku mengalami kehilangan hutan. “Setiap kali saya datang kembali ke Tanah Papua dari tahun ke tahun, saya melihat banyak sekali perubahan dan kehilangan hutan akibat alih fungsi lahan,” ujar Scholes. Padahal separuh dari hutan hujan tropis utuh yang masih tersisa di dunia ada di Pulau Papua (New Guinea). Separuh dari hutan-hutan utuh yang ada di Pulau Papua adalah hutan-hutan Tanah Papua dan Kepulauan Maluku di Indonesia yang menjadi rumah bagi cenderawasih dan ratusan ribu spesies flora dan fauna lainnya.
“Sebetulnya, menyelamatkan hutan-hutan hujan tropis di Tanah Papua Indonesia ini tidak hanya kritikal untuk keberlangsungan cenderawasih sebagai burung yang dilindungi saja, tapi juga karena hutan-hutan ini menyediakan banyak sekali manfaat untuk manusia. Hutan-hutan ini menyediakan air, udara bersih, makanan, dan layanan global yakni menyerap karbon yang memberikan dampak luar biasa pada perubahan iklim,” kata Scholes.
Ancaman dan Perlindungan Hutan tropis Papua dan Maluku
Tidak dapat dipungkiri, saat ini ancaman terbesar yang dihadapi hutan-hutan tropis di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku adalah alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan pembangunan infrastruktur. Setidaknya, ada lebih dari 130 perusahaan yang kini memegang izin konsesi perkebunan kelapa sawit dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu di Tanah Papua dengan luas total areal konsesi sebesar sekitar 7 juta hektare tersebar di lebih 20 kabupaten atau kota.
“Saat ini Tanah Papua telah dikapling-kapling oleh konsesi perusahaan sawit dan logging. Kalau dilihat di peta, yang tidak kena kapling adalah bagian tengah karena itu wilayah pegunungan yang tidak mungkin ditanami kelapa sawit. Selain konsesi, hutan-hutan di Tanah Papua juga terkena dampak dari pembangunan infrastruktur terutama pembangunan jalan. Pembangunan ini ditujukan untuk membuka akses transportasi sehingga mendorong perekonomian dan membuka akses bagi saudara kita yang terisolasi karena tinggal di pedalaman,” ungkap Charlie.
Baca juga: Food Estate dan Nasib Keanekaragaman Hayati di Tanah Papua
Charlie menambahkan, dampak aktivitas kebun kelapa sawit dan logging, pembangunan infrastruktur serta rencana pembangunan lumbung pangan (food estate) telah mengorbankan tutupan hutan di Papua sehingga laju kerusakan hutan semakin besar. Untuk itu, perlu diimbangi berbagai kebijakan ramah lingkungan dan bijaksana sehingga diharapkan dapat mengurangi dampak pembangunan dan menekan laju kehilangan hutan. Karena kehilangan dan kerusakan hutan akan menyebabkan cenderawasih dan satwa lainnya yang membutuhkan hutan sehat sebagai habitatnya tidak dapat hidup di wilayah ini lagi.
“Khusus untuk Provinsi Papua Barat, sejak 2015 ada kesadaran yang tumbuh untuk melakukan pendekatan pembangunan berkelanjutan. Kita tetap melakukan pembangunan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi, namun dengan cara yang bijaksana, dengan ekonomi hijau, kita mendorong komoditas unggulan non-deforestasi, dan ekowisata sebagai penggerak ekonomi dengan pertimbangan menjaga keanekaragaman hayati yang kita punya,” tandas Charlie.
EcoNusa dan Cornell Lab of Ornithology mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menyerukan perlindungan hutan habitat cenderawasih dan beragam spesies di belantara hutan Papua dan Maluku. Berikan dukunganmu di econusa.id/id/defendingparadise/dukung-defending-paradise/ dan tonton episode pertama seri video Defending paradise
Editor: Leo Wahyudi