EcoStory

Bertemu Komite II DPD, Masyarakat Berharap Penetapan Hutan Adat

Bagikan Tulisan
Penyerahan arsip dokumen pengusulan hutan adat oleh tujuh sub suku dari Sorong Selatan. (Yayasan EcoNusa/ Megan Alexis)

Bagi masyarakat adat Papua, hutan bukan sekadar sumber daya, ia adalah sejarah, kehidupan, dan masa depan. Oleh karenanya, banyak komunitas masyarakat Papua tengah berjuang untuk mendapatkan pengakuan hak dari pemerintah. Beberapa di antaranya adalah masyarakat sub suku Nakin Onim Fayas dan sub suku Tehit Mlaqya yang mendiami Kampung Wersar dan Kampung Tapiri di Sorong Selatan, Papua Barat Daya. 

Kamis, 8 Mei 2025, bersama perwakilan lima sub suku dari Sorong Selatan lainnya, mereka hadir dalam Kunjungan Kerja Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) di Sorong. Perwakilan dari tujuh sub suku dari Sorong Selatan tersebut menyerahkan arsip dokumen pengusulan hutan adat kepada Komite II untuk meminta agar bisa mendorong Kementerian Kehutanan segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Perhutanan Adat bagi masyarakat. Penyerahan ini disaksikan langsung oleh Gubernur Papua Barat Daya, dan Ketua DPRD Provinsi.

“Kami datang di sini untuk membawa dokumen untuk cepat memberikan pengakuan kepada kami. Karena kami sudah mendapatkan SK wilayah adat dari pemerintah daerah dan kami juga meminta di kesempatan ini Bapak Gubernur dan DPD RI agar Kementerian bisa cepat merealiasi SK-SK kami punya hutan adat,” kata Adrianus Kemerai, perwakilan masyarakat adat dari tujuh sub suku di Sorong Selatan.

Baca Juga: Dua Perusahaan Sawit yang Menggugat Bupati Sorong Selatan Tidak Pernah Beraktivitas

Tujuh sub suku dari Sorong Selatan tersebut sudah mendapatkan pengakuan wilayah adat oleh pemerintah daerah pada April 2024 dengan ditandatanganinya Surat Keputusan (SK) Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan Wilayah Adat oleh Bupati Sorong Selatan. Termasuk di antaranya masyarakat adat sub-suku Tehit Mlaqya dan sub-suku Nakin Onim Fayas yang mendapat pendampingan dari Yayasan EcoNusa.

Pengakuan dari Pemda tersebut telah diperjuangkan bersama selama bertahun-tahun. Mulanya, wilayah mereka masuk ke dalam konsesi perusahaan perkebunan kelapa sawit. Setelah Bupati Sorong Selatan mencabut izin konsesi tersebut, masyarakat berupaya agar wilayah mereka mendapatkan pengakuan dari pemerintah supaya masyarakat bisa dapat mengelola sumber daya alam di dalamnya, termasuk mempertahankan hutan yang ada di sana. 

Dengan pendampingan dari EcoNusa, masyarakat sub-suku Tehit Mlaqya dan sub-suku Nakin Onim Fayas melakukan pemetaan partisipatif wilayah adat mereka. Pendampingan ini dimulai dengan asesmen wilayah dan pelatihan pemetaan partisipatif, pencatatan sejarah suku dan penggunaan GPS. Langkah ini penting untuk memetakan wilayah hutan mereka dengan akurat. Pelatihan ini melibatkan berbagai elemen masyarakat dan memberikan keterampilan teknis yang diperlukan untuk pemetaan.

Baca Juga: Buah Manis dari Jalan Berliku Masyarakat Pertahankan Wilayah Adat

Proses dilanjutkan dengan pemetaan yang mencakup penggambaran wilayah, penyiapan dokumen-dokumen penting seperti kesepakatan masyarakat adat mengenai batas-batas wilayah mereka, rincian kesepakatan tentang batas wilayah yang telah disetujui bersama, peta yang telah ditandatangani oleh para pemimpin adat dan pihak terkait, serta dokumen pendukung lainnya. Setelahnya dokumen tersebut diserahkan kepada panitia masyarakat hukum adat di wilayah untuk dilakukan verifikasi. Setelah proses panjang inilah Pemda bisa menerbitkan SK pengakuan hak masyarakat adat, termasuk di dalamnya adalah perihal wilayah mereka. 

Setelah mendapatkan pengakuan dari Pemda, masyarakat mengajukan pengakuan kepada Kementerian Kehutanan untuk mendapatkan SK Hutan Adat. SK ini akan memberikan kepastian hukum, mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membuka akses kelola hutan adat. 

“Kami berharap masyarakat adat dari sub suku Tehit Mlaqya dan sub suku Nakin Onim Fayas bisa segera mendapatkan SK Menteri supaya tanah adat dua sub suku ini bisa diakui oleh negara dan tidak ada siapa pun yang mengganggu dan merampas hak adat masyarakat,” kata Onesimus Ebar, Kepala Kantor EcoNusa Sorong Selatan.

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved