Sungai Digoel yang mengalir di Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan terkenal dengan potensi ikan yang melimpah, seperti ikan mujair dan ikan gabus. Masyarakat biasa menjualnya mentah ke pasar. Mereka yang berdagang di pasar di Boven Digoel biasanya mendapatkan penghasilan Rp50.000–150.000 setiap hari. Selain ikan, mereka juga menjual sayur-mayur dan noken.
Melimpahnya stok ikan di Sungai Digoel membuat masyarakat berharap ada pelatihan pengolahan ikan menjadi produk yang bisa meningkatkan penghasilan. Karena itu, Yayasan EcoNusa berkolaborasi dengan Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) LIII Boven Digoel mengadakan pelatihan pembuatan pil albumin ikan gabus pada 19-20 Juni 2024.
Baca Juga: Abon Wambon, Oleh-oleh Baru dari Boven Digoel
“Luas hutan di Boven Digoel mencapai kurang lebih 630 ribu hektare dan sebagian besar adalah hutan produksi. Potensi ini perlu dimanfaatkan dan dikembangkan dengan cara berkelanjutan, salah satunya adalah ikan gabus yang bisa dijadikan pil albumin yang memiliki kadar protein tinggi dan baik untuk kesehatan,” kata Viviana Maharani, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, saat memberikan sambutan.
Manfaat Ikan Gabus
Ikan gabus (Channa striata) merupakan jenis ikan tawar yang kaya akan nutrisi. Ikan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral yang bermanfaat untuk tubuh. Mulai dari mendukung pertumbuhan dan pembentukan jaringan otot, menjaga keseimbangan cairan tubuh, meminimalkan risiko serangan jantung, mengurangi risiko persalinan prematur, meminimalkan risiko osteoporosis, hingga mempercepat penyembuhan luka. Karena kandungan nutrisi tersebut, ikan gabus sering disarankan untuk dikonsumsi oleh berbagai kalangan, dari anak-anak hingga lansia dan ibu hamil.
Pelatihan pembuatan pil albumin ikan gabus juga merupakan bagian dari melestarikan wilayah hutan. Karena Sungai Digoel mengalir di kawasan hutan wilayah tersebut. Ketika masyarakat bisa merasakan manfaat dari potensi hasil hutan bukan kayu ini, harapannya mereka akan mempertahankan hutan mereka. “Sehingga kalau ada yang datang tawar tanah atau dusun, bisa bilang tidak perlu karena sudah ada pil albumin yang bisa hidupkan kami. Kalau kami kasih tanah atau dusun ini, nanti ikan tidak ada lagi karena ada limbah dari perusahaan,” kata Maryo Sanuddin, Kepala Kantor EcoNusa Regional Papua.
Baca Juga: Minyak Lawang, Potensi Tersembunyi di Boven Digoel
Ada 10 orang mama dan 8 orang bapa yang mengikuti pelatihan pengolahan ikan gabus menjadi pil albumin ini. Kesemuanya berasal dari Suku Awyu yang mendiami daerah di sekitar Sungai Digoel. Pada hari pertama pelatihan, mereka belajar cara mengolah ikan gabus untuk menjadi bahan isian pil. Mulai dari membersihkan, merebus, hingga mengeringkannya di dalam oven selama 18-20 jam untuk mengurangi kadar air dari daging ikan. Proses ini didampingi oleh fasilitator untuk memastikan kebersihan dan tahapan yang dilalui sudah sesuai dengan standar produk.
Antonius Imbanop dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Boven Digoel mengatakan para anggota kelompok bisa membentuk koperasi untuk memproduksi pil tersebut. Lembaganya bersedia membantu mereka hingga mendapatkan legalitas perizinan. “Legalitas ini penting untuk mengurus perizinan produksi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan),” ujarnya.
Peningkatan Kapasitas
Menurut Ruri Yulianti dari Loka Pengawas Obat dan Makanan Merauke BPOM memiliki tugas pengawasan obat dan makanan, selain pendampingan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Untuk pil albumin akan masuk ke dalam kelompok obat tradisional atau obat bahan alam yang perizinannya hanya bisa melalui BPOM. “Untuk sumber daya manusianya minimal ada apoteker atau tenaga farmasi dalam kelompok. Dan harus ada badan usaha untuk proses izin pil albumin, minimal koperasi,” tuturnya.
Adhe John Moisiri, Kepala KPHP Boven Digoel, mengatakan pelatihan pembuatan pil albumin ini menjadi salah satu strategi dalam mencapai tujuan pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan harapan mampu meningkatkan perekonomian kelompok masyarakat tani hutan yang menjadi binaan KPHP Boven Digoel.
Produk yang dihasilkan akan dibantu dipasarkan melalui galeri kehutanan. “Tahapan lanjutan yang perlu diperhatikan lagi adalah bagaimana mendapatkan izin edar dari Balai POM. Ini penting karena tanpa ini produk tidak bebas untuk dipasarkan dan akan berada hanya disekitar Boven Digoel saja,” katanya.