Search
Close this search box.
EcoStory

Warga Wersar dan Tapiri Belajar Bertani Semi Modern di Sekolah Kampung

Bagikan Tulisan
Peserta Sekolah Kampung Wesrar dan Tapiri praktik membuat bedeng untuk menanam sayuran. (Yayasan EcoNusa/Matheos Rayar)

Bagi warga Kampung Wersar dan Kampung Tapiri di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, sayuran bukan hanya sekadar makanan. Masyarakat juga mengandalkan sayuran sebagai sumber pendapatan harian. “Warga di sini mayoritas bertani sayur-sayuran dan ubi-ubian. Bahkan yang pegawai negeri dan karyawan perusahaan juga punya kebun. Hasilnya dijual ke pasar,” kata Brando Makabe, warga Tapiri, Jumat, 10 Februari 2023. 

Sehari-hari, masyarakat pergi ke kebun yang terletak di tengah hutan yang berada di wilayah ulayat mereka untuk merawat tanaman, seperti rica, kacang panjang, terung, dan tomat. Warga biasanya bertani dengan sistem ladang berpindah. 

Mereka membabat pohon di hutan dan membakarnya untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Beberapa tahun setelah digunakan, lahan tersebut ditinggalkan karena dianggap sudah tidak subur. Masyarakat akan kembali membuka hutan di area lainnya. “Masing-masing keluarga punya kebun sendiri, paling besar sekitar 50 x 70 meter persegi. Tapi hasil panennya masih belum begitu banyak,” ujar Brando.  

Baca Juga: Alumnus Sekolah Transformasi Sosial Jadi Guru Budidaya Vanili di Kampungnya

Kampung Wesrar dan Tapiri sebelumnya menjadi wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit, bersama beberapa kampung lainnya. Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan mencabut izin tersebut pada 2021 sebagai tindak lanjut dari evaluasi perizinan sawit di Provinsi Papua Barat. Hasil evaluasi tersebut menemukan bahwa banyak perusahaan yang melakukan pelanggaran. 

“Kami berharap perusahaan tidak masuk sama sekali karena kalau masuk akan sangat mengganggu sekali mata pencaharian kami. Bukan cuma bertani atau berkebun tapi juga menokok sagu dan ada tanaman jangka panjang. Kalau masuk kelapa sawit, masyarakat bisa kelaparan,” tutur Brando.  

Untuk mendorong kemandirian kampung, Yayasan EcoNusa menggagas Workshop Kepala Kampung di Kabupaten Sorong Selatan pada November 2021, yang ditindaklanjuti dengan kegiatan Sekolah Transformasi Sosial pada Maret 2022 untuk mencetak kader kampung. Ada 13 kampung dari 5 distrik di Sorong Selatan yang mengikuti kedua kegiatan tersebut. 

Dua kegiatan itu kemudian dilanjutkan dengan Sekolah Kampung tentang pertanian pada 7-10 Februari 2023. Ada 55 orang dari Wesrar dan Tapiri yang mengikuti kegiatan tersebut. Mereka, antara lain, belajar tentang pembibitan, pembuatan rumah bibit, cara mengolah lahan, pembuatan pupuk dan pestisida organik yang dipandu oleh fasilitator pertanian Ladino Suyoto. “Yang diajarkan adalah bertani semi modern yang mudah diserap oleh masyarakat dengan harapan teman-teman di Papua tidak ketinggalan dengan daerah lain,” kata Ladino. 

Baca Juga: Sekolah Kampung Waimon dan Kamisle: Pelatihan untuk Kemajuan Kampung

Masyarakat sangat antusias dengan pelajaran tersebut. Banyak pengetahuan baru yang sebelumnya tidak mereka ketahui, seperti cara pembuatan pupuk dan pestisida organik yang aman dan bahan-bahannya bisa didapat di sekitar. Selama ini masyarakat tidak berani menggunakan pupuk maupun pestisida kimia karena khawatir akan membahayakan keluarga dan lingkungan mereka. Warga juga senang bisa belajar cara mengolah lahan agar bisa terus dipakai tanpa berpindah-pindah.

“Kami berterima kasih sekali. Sebelumnya kami berkebun mengikuti cara orang tua dulu dengan berpindah-pindah. Sekarang diajarkan cara membuat bedeng yang modern, cara buat pupuk, jadi kami tidak perlu lagi mengeluarkan tenaga banyak untuk buka lahan,” ujar Bendahara Kampung Tapiri, Salmon Kaimin Kondororik. Dia menambahkan, Pemerintah Kampung Tapiri akan membahas pengalokasian anggaran untuk memfasilitasi pertanian masyarakat.  

Kepala Kampung Wersar, Agustinus Thesia, mengatakan akan menyiapkan lahan khusus bagi masyarakat untuk mempraktikkan semua ilmu yang didapat dari Sekolah Kampung tersebut. Ia pun mendorong warganya untuk menularkan ilmu yang didapat kepada warga lainnya yang tidak mengikuti kegiatan tersebut. “Praktikkan ilmunya, supaya ibu-ibu yang tadinya mungkin daun pisang dapat 2 ikat jadi bisa dapat 1 karung, sehingga kita bisa bersaing,” ujarnya. 

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved