EcoStory

Tradisi Wor dan Ungkapan Syukur atas Hasil Alam

Bagikan Tulisan

“Nggowor baido nari nggomar.” Jika kami tidak menyanyi, maka kami mati.
Petuah lama ini diwariskan oleh orang tua-tua Biak, menggambarkan betapa nyanyian menyatu dengan kehidupan masyarakat Biak sejak dahulu. Nyanyian yang dimaksud adalah wor, sebuah tradisi lisan yang memiliki kedudukan penting dalam budaya mereka.

Dalam praktiknya, terdapat 44 jenis wor yang dikenal suku Biak. Wor memiliki dua arti yakni sebagai upacara adat dan sebagai nyanyian adat.

Sebagai upacara adat, wor memuat nilai-nilai budaya yang mengatur hubungan manusia dengan pencipta, sesama, dan alam. Wor terbagi menjadi dua kelompok, yakni upacara siklus hidup dan upacara insidentil.

Salah satu upacara insidentil adalah Wor Fan Nanggi. Kata fan berarti memberi makan, sementara nanggi berarti langit. Secara harfiah, Wor Fan Nanggi berarti upacara memberi makan langit. Upacara ini dilakukan pada momen-momen khusus, misalnya saat panen, menghadapi wabah penyakit, atau ketika memohon hujan.

Makna Kosmologi Wor Fan Nanggi

Bagi orang Biak, nanggi (langit) diyakini sebagai tempat bersemayam kekuatan yang melampaui manusia. Dari sanalah datang matahari, bulan, bintang, hujan, dan angin. Keyakinan kosmologis ini menjadi dasar Wor Fan Nanggi, di mana masyarakat menyerahkan doa dan persembahan agar alam tetap memberi keberkahan.

Dalam pelaksanaannya, setiap orang membawa peralatan kerja sesuai aktivitas mereka. Para petani membawa adaf (tongkat penanam ubi, nelayan membawa jaring dan tali pancing, pemburu membawa tombak, busur, serta panah, sedangkan penokok sagu membawa alat amau. Peralatan ini diikutsertakan dalam upacara sebagai simbol permohonan berkat, agar pekerjaan mereka selanjutnya berhasil dan berlimpah. Selain itu, hasil kebun maupun hasil laut juga dibawa sebagai wujud syukur atas rezeki yang telah diterima.

Syair Wor Fan Nanggi

Dalam upacara, dinyanyikan syair-syair doa yang menggambarkan harapan masyarakat. Salah satunya berbunyi:

Tuhan di surga, lihatlah kami
Turunlah ke bumi dan santaplah hidangan kami
Berikan hujan, agar tanaman kami tidak kekeringan.

Syair lain memuji Tuhan sebagai langit pengasih dan penyayang. Setelah upacara berakhir, peserta menyanyikan wor sebagai ungkapan syukur atas berkat yang telah diberikan.

Wor sebagai Ungkapan Syukur

Dengan demikian, Wor Fan Nanggi tidak hanya sebuah upacara adat, tetapi juga sebuah doa kolektif. Ia adalah wujud syukur atas hasil alam sekaligus permohonan untuk keberlanjutan hidup. Tradisi ini mengajarkan keseimbangan: manusia tidak bisa hidup tanpa alam, dan alam hanya akan memberi jika dihormati serta dijaga.

Kini, tradisi Wor banyak yang bertransformasi menjadi bagian dari ibadah syukur keagamaan. Namun, esensi utamanya tetap terjaga: ungkapan syukur dan permohonan berkat kepada Sang Pencipta yang mereka sebut sebagai nanggi atau langit.

(Sumber: Tradisi Wor di Kabupaten Biak Numfor, BPNB Jayapura)

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved