Search
Close this search box.
EcoStory

Sail to Campus Ajak Universitas Warmadewa Bersuara untuk Laut

Bagikan Tulisan
Berfoto bersama dalam semangat menjaga laut Indonesia dari krisis iklim (Foto: Universitas Warmadewa)

Dampak krisis iklim kian nyata dan terjadi di depan mata, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Peneliti utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan menuturkan bahwa sekitar 115 pulau sedang dan kecil di Indonesia terancam hilang dan tenggelam akibat kenaikan tinggi permukaan air laut akibat laju perubahan iklim. Tentu ada masyarakat pesisir yang menghuni pulau-pulau tersebut berada pada situasi paling terancam.

“Negara kita adalah negara maritim yang saat ini tengah terancam oleh krisis iklim yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dan juga pendapatan negara,” ucap Rektor Universitas Warmadewa, Prof. dr. Dewa Widjana dalam sambutannya saat membuka acara Sail to Campus Universitas Warmadewa, Bali, yang dilaksanakan pada Selasa, 15 November 2022.

Baca juga: Menjaga Iklim, Anak Muda Tak Boleh Lelah untuk Berproses

Sail to Campus merupakan bagian dari sosialisasi lingkungan yang diinisiasi oleh Penjaga Laut dan didukung oleh Yayasan EcoNusa. Tujuannya mengajak kaum muda untuk lebih peduli dan mau beraksi untuk melindungi laut. Menimbang keprihatinan akan terjadinya krisis iklim yang mengancam dunia, terutama Indonesia sebagai negara kepulauan, Sail to Campus kali ini mengusung tema “Bersama Bersuara Atasi Ancaman Krisis Iklim di Wilayah Pesisir”.

Nina Nuraisyah, Direktur Komunikasi dan Mobilisasi Pemuda Yayasan EcoNusa,  menjelaskan bahwa tanpa sadar perilaku kita sehari-hari juga sangat mungkin berkontribusi atas hilangnya banyak pulau-pulau kecil akibat peningkatan tinggi permukaan air laut sebagai dampak dari pemanasan global. Nina juga memaparkan dampak perubahan iklim lainnya yang menyebabkan krisis bagi manusia. “Contoh nyata lainnya adalah hujan badai yang menyebabkan banjir. Ini adalah bukti krisis iklim yang kita rasakan sendiri dampaknya di Indonesia,” ujar Nina.

Nina Nuraisyiah, Direktur Komunikasi dan Mobilisasi Pemuda Yayasan EcoNusa menjelaskan tentang dampak perubahan iklim yang terjadi.
(Foto: Universitas Warmadewa)

Dosen Universitas Warmadewa, Ketut Sudiarta, pun menerangkan bahwa perubahan iklim dapat terjadi akibat pemanasan global yang dipicu oleh gas rumah kaca yang kian banyak dan menebal, sehingga merusak lapisan ozon bumi. Menurutnya, selain menyebabkan mencairnya es di kutub utara yang membuat kenaikan permukaan laut, fenomena ini juga menjadi biang kerok di balik kenaikan suhu air dan perubahan arus laut, perubahan pola angin, dan curah hujan yang kian ekstrem. Berbagai hal itu pun mengakibatkan pemutihan terumbu karang, menurunnya kelimpahan ikan, bencana banjir, tanah longsor, angin puting beliung. Pada akhirnya semua berimbas pada kerugian besar bagi kehidupan masyarakat di berbagai lapisan.

Baja juga: Aksi Muda Jaga Iklim, Aksi Bersama Orang Muda untuk Kurangi Dampak Krisis Iklim

“Itulah sebabnya kita harus memulai langkah adaptasi dan mitigasi terhadap krisis iklim yang terus terjadi. Di sinilah letak pentingnya peran generasi muda dalam menghadapi situasi yang sedang dan akan terjadi,” tegas Ketut dalam acara yang dilaksanakan secara luring dan daring ini.

Yola Parede, Koordinator Nasional Penjaga Laut, juga turut bersuara. “Peran anak muda sangatlah penting untuk menjaga laut sebagai agen perubahan memiliki peran penting untuk bisa bergerak. Semoga semakin banyak Penjaga Laut di Bali dan Indonesia,” kata Yola.

Mewakili pegiat lingkungan muda, Putri Adnyaningsih, mengamini hal tersebut. Putri percaya bahwa kaum muda memegang peran vital dalam mengatasi perubahan iklim dan memastikan masa depan yang lebih baik bagi kehidupan di bumi. Dia menyayangkan, kita sebagai manusia sudah menerima banyak hal dari bumi yang menopang kehidupan, seperti air dan udara bersih. Sayangnya kita secara sadar dan tidak sadar menyebabkan kerusakan terhadap kebutuhan dasar tersebut. Dampak lanjutan yang lebih mengkhawatirkan adalah hal-hal lainnya seperti kemiskinan, pendidikan, kekuasaan, dan lainnya.

Baca juga: Cuaca Ekstrem, Alarm untuk Lakukan Aksi Muda Jaga Iklim

“Mengapa kita harus peduli dengan krisis iklim yang terjadi? Karena kitalah yang akan hidup sekarang, dan di masa depan. Oleh karena itu, kita harus cerdas, berani suarakan keresahan kita terhadap kondisi alam, dan aktif melakukan aksi baik untuk bumi,” ucap Putri dengan semangat.

Indonesia memiliki potensi ekosistem pesisir dan laut yang bernilai tinggi dan dapat mendukung perekonomian masyarakat dan negara, sedikitnya sebagai sumber pangan dan komoditas laut, dan pariwisata bahari. Sangat kita sayangkan kalau berbagai potensi itu hilang akibat krisis iklim.

Dalam upaya berkontribusi dalam mitigasi dan adaptasi krisis iklim, EcoNusa turut serta hadir dan bergerak untuk perlindungan hutan, laut, dan masyarakat adat guna memastikan pengelolaan sumber daya alam yang lestari dan berkeadilan. Selain itu, EcoNusa juga mendukung masyarakat pesisir dan mendorong advokasi kebijakan untuk melakukan praktik perikanan tangkap dan pengelolaan laut dengan cara-cara berkelanjutan.

Menyelamatkan alam, khususnya laut, membutuhkan kolaborasi dan peran banyak pihak. Karena menyelamatkan alam, sama artinya dengan menyelamatkan kehidupan manusia.

Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved