Search
Close this search box.
EcoStory

Rusa, Potensi Pendapatan Sekaligus Hama di Kampung Guriasa

Bagikan Tulisan
Tiga pemuda Tambrauw, Papua Barat membawa rusa hasil buruan mereka. Rusa merupakan salah satu sumber protein bagi masyarakat Papua. (Yayasan EcoNusa/Muchammad Fikri)

Papua memiliki hutan hujan yang tersisa di Indonesia. Ribuan jenis flora dan fauna hidup di sini, termasuk rusa. Di Tanah Papua, rusa menjadi salah satu hewan buruan yang menjadi sumber protein bagi masyarakat, selain babi dan lau-lau (kanguru Papua). Daging rusa banyak dijual di pasar, seperti di Kaimana, Merauke, Fakfak, Manokwari, dan Jayapura. Oleh pedagang, daging tersebut diolah menjadi dendeng dan bakso.  

Salah satu penyuplai daging rusa adalah Kampung Guriasa di Distrik Buruway, Kaimana. Masyarakat Guriasa awalnya memburu rusa karena menjadi hama. Rusa-rusa tersebut merusak pohon pala yang mereka budidaya. “Su (sudah) pasang jerat, tapi rusa su tahu, rusa loncat, bikin jalan baru lagi,” kata Kepala Kampung Guriasa, Yance Maesak ketika dikunjungi tim EcoNusa, Rabu, 5 Oktober 2022. 

Baca Juga: Mimpi Mandiri dengan Vanili di Keerom

Setiap kepala keluarga di Guriasa memiliki kebun pala. Ada 86 kepala keluarga di kampung tersebut. Masing-masing memiliki lahan dengan luas sekitar 1 hektare yang terletak di hutan-hutan marga. Rusa-rusa yang banyak hidup di rawa-rawa dekat Guriasa itu masuk ke hutan dan merusak kebun pala masyarakat. Jika kampung sedang sepi, rusa-rusa tersebut bahkan berani masuk ke kampung. 

Selain untuk keperluan konsumsi, masyarakat juga menjual daging rusa hasil buruan. Dua kali dalam bulan, ada pembeli daging rusa dari Timika ke kampung mereka. Pembeli tersebut biasanya membawa boks pendingin dan singgah selama 2-3 hari di kampung. Saat itulah, masyarakat Guriasa akan ramai-ramai turun ke hutan-hutan dan rawa-rawa untuk berburu rusa. Mereka membawa anjing untuk membantu perburuan. 

Kampung Guriasa, Kaimana, Papua Barat. (Yayasan EcoNusa/Nur Alfiyah)

Dalam waktu 3 hari itu, puluhan rusa bisa mereka tangkap. “Kami bisa jual 6 ton daging ke pembeli dari Timika itu,” kata Yan Aruri, warga Guriasa. Oleh pembeli yang datang ke kampung mereka, satu kilogram daging rusa dihargai Rp30 ribu. Masyarakat juga biasanya menjual daging itu ke pembeli dari Kota Kaimana.  

Baca Juga: Pemuda Diharapkan Menjadi Generasi Nol-Bersih Emisi

Warga Guriasa tidak berburu setiap hari karena mereka tidak bisa menyimpan daging di kampung lantaran minimnya ketersediaan listrik. Listrik mereka bersumber dari genset solar yang hanya dinyalakan pada malam hari untuk kebutuhan penerangan. Masyarakat berharap, listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN) segera masuk ke kampung mereka. “Kalau lampu su terang, bisa pakai coolbox,” ujar Yance.

Selain memburu rusa, warga Guriasa juga menangkap babi dan kasuari kalau mereka menjumpai binatang tersebut di hutan. Mereka juga terkadang menangkap sapi liar, tapi ini sangat jarang. Masyarakat biasanya memilih berlari jika melihat sapi. “Sapi di sini bertanduk. Kemarin ada yang ditanduk dan dibawa ke rumah sakit,” kata Yan.         

Baca Juga: Merawat Bank Sagu Kampung Manelek   

Dari Kota Kaimana, Guriasa hanya bisa ditempuh dengan jalur laut melintasi Laut Arafura sekitar 1-3 jam, tergantung kondisi angin dan tenaga mesin perahu. Perjalanan dilanjutkan melewati Sungai Buruway yang besar sekitar 45 menit sampai 1,5 jam. Masyarakat harus berhati-hati melewati sungai ini karena banyak batang kayu yang hanyut. Ada perusahaan pengolahan kayu yang beroperasi di distrik ini.  

Editor: Leo Wahyudi     

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved