Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Peserta STS Mogatemin Berjanji Olah Potensi Udang di Kampungnya

Bagikan Tulisan
Kelas praktik tentang pengelolaan udang di Sekolah Transformasi Sosial (STS) Mogatemin, Sorong Selatan. STS berlangsung pada 26-31 Maret 2022. (Yayasan EcoNusa/Alberth Yomo)

Peserta belajar di Sekolah Transformasi Sosial (STS) Mogatemin, Sorong Selatan, Papua Barat, tidak hanya belajar tentang budidaya tanaman sagu dan cara membuat pupuk organik, mereka juga belajar cara menghasilkan produk turunan dari udang, seperti kerupuk udang dan nugget udang.

Kenapa udang? Karena para peserta yang mengikuti kelas belajar STS Mogatemin ini berasal dari kampung-kampung yang memiliki potensi udang melimpah, khususnya udang air payau dan udang air tawar.

Muhamad Saleh Rumwokas, dosen Universitas Muhammadiyah Sorong, memfasilitasi kelompok belajar pembuatan kerupuk udang dan nugget udang.Ia mengawali proses ini dengan memberikan pemahaman tentang manfaat dan gizi yang terkandung dalam udang, termasuk alat dan bahan yang dipakai untuk membuat kerupuk udang dan nugget udang.Menariknya saat praktik berlangsung, tidak hanya para peserta STS yang mengikuti, tapi mama-mama yang bekerja di dapur umum juga ikut menyimak, walau hanya dari balik bilik ruang belajar.

Baca Juga: Peserta STS Mogatemin: Ini Ilmu yang Sangat Mahal

Hermalina Gerawas, Ketua Tim Penggerak PKK Kampung Mogatemin yang juga istri Kepala Kampung Mogatemin, mengaku, ibu-ibu yang bekerja di dapur ingin sekali mengikuti proses membuat kerupuk dan nugget dari udang. Namun keadaan tidak memungkinkan, karena mereka harus bekerja di dapur untuk menyiapkan makan dan minum untuk peserta kegiatan STS.

“Biar anak-anak yang ikut saja, supaya mereka punya ilmu dan bisa bantu mama-mama di kampung ini untuk bikin udang jadi kerupuk,” kata Hermalina.

Yanto Kemesrar, peserta STS dari Kampung Haha yang ikut dalam kelompok pengolahan produk turunan dari udang, berjanji akan meneruskan ilmu yang diterimanya di kampungnya. Bukan hanya udang, tapi potensi alam lain di kampungnya juga akan digali. “Kami punya sagu, juga ada gaharu. Kami pernah ikut pelatihan tentang gaharu dan sudah sering jual gaharu,” ujar Yanto.

Baca Juga: “Jangan Cuma Makan, Harus Tahu Tanam Juga”

Sementara itu, Saleh Rumwokas sebagai fasilitator dalam kelompok ini berharap para peserta dapat langsung berproduksi sehabis kegiatan.  Menurutnya, potensi udang yang ada di kampung masing-masing peserta cukup melimpah. “Yang penting mereka pulang, langsung mempraktikkan apa yang dipelajari di sini. Mereka juga harus banyak berkreasi, karena produk turunan dari udang itu banyak sekali, bukan hanya kerupuk dan nugget,” jelasnya.

Ia mengaku bahwa ilmu yang diberikan dalam STS ini tidak lengkap karena terbatasnya alat dan bahan. Saleh  siap membantu bila ada peserta yang serius untuk menghasilkan produk turunan dari udang. “Saya berharap kegiatan ini tidak terputus di sini, tapi harus terus didampingi, sehingga para peserta merasa terus diperhatikan. Dengan demikian akan memotivasi mereka untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat, terutama mewujudkan apa yang sudah dipelajari dari tempat ini,” ujarnya. 

Baca Juga: Meski Panas Menyengat, Semangat Peserta Kelas Pertanian di STS Mogatemin Tak Surut

Setelah proses belajar selama lima hari, para peserta STS selanjutnya akan mempraktikkan ilmu yang diterimanya di kampung masing-masing. Bukan saja membuat kerupuk udang dan nugget, tapi juga mempraktikkan cara membuat pupuk organik untuk pertanian, menanam sayuran di bedeng, membuat pembibitan sagu, dan membuat produk turunan dari sagu, sesuai rencana tindak lanjut dalam tiga bulan yang disusun.

Editor: Nur Alfiyah, Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved