Search
Close this search box.
EcoStory

Meski Panas Menyengat, Semangat Peserta Kelas Pertanian di STS Mogatemin Tak Surut

Bagikan Tulisan
Para peserta Sekolah Transformasi Sosial di Mogatemin, Sorong Selatan, usai praktik. (Yayasan EcoNusa/Alberth Yomo)

Sekolah Transformasi Sosial (STS) di Kampung Mogatemin, Distrik Kais Darat, Kabupaten Sorong Selatan menjadi salah satu jembatan penghubung ilmu pengetahuan bagi masyarakat kampung. Misalnya, di bidang pertanian, hampir sebagian peserta belum familiar dengan proses pembuatan pupuk organik. Padahal pupuk organik sudah umum digunakan di luar sana.

Situasi ini kemudian membuat proses belajar dan praktik pada kelompok pertanian menjadi lebih lama dari praktik kelompok kehutanan dan kelompok perikanan. Safrudin Wahid, fasilitator dari Dinas Pertanian Kabupaten Sorong Selatan, memulai kelas dengan memberikan teori tentang pupuk organik, kompos, dan keunggulannya, serta alat dan bahan yang digunakan.

Pada sesi ini, Safrudin menjelaskan dan menunjukkan peralatan dan bahan apa saja yang digunakan untuk praktek pembuatan pupuk padat dan pupuk cair. Peralatan dan bahan ini bisa diganti dan disesuaikan dengan apa yang ada di sekitar tempat tinggal masyarakat.

Baca Juga: Sekolah Transformasi Sosial Resmi Dibuka Bupati Sorong Selatan

Peserta di kelas pertanian memperhatikan dengan antusias dan menanyakan beberapa hal terkait pembuatan pupuk dan aktivitas pertanian. Misalnya ada yang bertanya apakah penggunaan kotoran kambing, ayam, atau sapi sebagai bahan dasar pembuatan pupuk bisa diganti dengan kotoran babi atau limbah ikan? Apakah larutan EM4 yang berfungsi mempercepat proses pembuatan pupuk organik bisa diganti dengan obat lain? Bagaimana membuat bedengan yang benar dan terhindar dari banjir? Jika sayuran terkena hama bagaimana mengatasinya? Hingga pertanyaan berapa ukuran rumah pembibitan yang ideal?

Hampir semua pertanyaan dari para peserta langsung dijawab oleh Safrudin, namun ada peserta yang tidak puas dan terus menanyakan hal yang sama, meskipun sudah dibantu oleh peserta lain untuk memberikan pengertian sederhana. “Untuk lebih jelasnya, nanti waktu praktik,” kata Pak Udin, panggilan akrab Safrudin Wahid, akhirnya.

Usai memperkenalkan alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan pupuk padat dan cair, kegiatan pertanian dilanjutkan esok harinya dengan melihat langsung lokasi rumah bibit dan kompos yang sudah disediakan kepala kampung Mogatemin. Lokasi ini merupakan sebidang tanah bekas bengkel alat-alat berat perusahaan Korindo yang sudah lama tidak digunakan. Korindo pernah beroperasi di Mogatemin untuk mengambil pohon di sana. 

Baca Juga: Peserta STS Pertanyakan Status Hutan ke KPH Sorong Selatan

Ada empat bidang tanah bekas bengkel yang sudah memiliki tiang-tiang besi sebagai penyangga atap dan dinding. Tiap blok memiliki ukuran 8 x 8 meter persegi, pembangunan rumah bibit dan kompos hanya mengambil satu blok dengan perkiraan pembangunannya akan dilakukan berdampingan supaya bisa memenuhi ruang. Lokasi itu sudah dibersihkan dari rumput dan ilalang sehingga proses pembangunan lebih mudah dilakukan. Kayu dan bambu sudah disediakan di sekitar lokasi pembangunan. Hal pertama yang dilakukan dalam pembangunan ini adalah membuat rangka kayu rumah bibit dan kompos dengan perkiraan luas masing-masing bangunan 4 x 4 meter persegi.

Target utama kerja pada hari kedua adalah rumah bibit dan kompos sudah terbentuk dan atapnya tertutup oleh jaring paranet. Peserta terbagi menjadi dua kelompok dengan tugas kelompok satu membuat lubang pondasi dan mendirikan tiang kayu serta rangka, sedangkan kelompok dua mencari tambahan bambu dan kayu yang kurang untuk pembangunan. Desain atap rumah awalnya berbentuk kubah untuk menjaga kelembaban tanah yang ada di dalam. Namun, atas usul peserta, bentuknya berubah menjadi bidang miring dari depan ke belakang dengan rangka bambu belah yang memanjang. Sampai pukul 16.30 WIT, target penyelesaian sudah mencapai 70 persen dan harus dihentikan karena hujan.

Selain hujan tersebut, kendala yang dihadapi selama pembangunan ini adalah cuaca panas yang menyengat sehingga membuat peserta kelelahan serta harus sering minum untuk mencegah dehidrasi. Keterbatasan alat pertukangan juga menjadi salah satu kendala karena alat yang ada harus berbagi dengan peserta di kelas sagu dan kelas perikanan.

Baca Juga: Tamatan SMP Ajari Warga Buat Pupuk Organik dan Sambung Pucuk

Pembangunan rumah bibit dan pupuk dilanjutkan pada hari ketiga dengan menargetkan penutupan seluruh bangunan menggunakan jaring dan pembuatan bedengan untuk pembibitan tanaman. Selain itu, juga dilakukan praktik pembuatan pupuk padat dan pupuk cair supaya peserta memiliki pemahaman yang lengkap mulai dari pembangunan rumah bibit sampai pembuatan dan penggunaan pupuk padat dan pupuk cair.

Pembangunan rumah bibit  diawali dengan melengkapi rangka tiang dan atap rumah menggunakan kayu bulat, bambu dan kayu untuk pembuatan pintu. Seluruh peserta bergotong-royong membangun rumah ini dengan melakukan setiap pekerjaan yang mereka kuasai.

Baca Juga: Masyarakat Arguni Bawah Manfaatkan Hasil Kebun untuk Pupuk Alami

Safrudin memberikan apresiasi dan rasa bangga kepada semua peserta di kelas pertanian. Walau dalam kondisi cuaca panas yang menyengat, semua saling mendukung untuk menyelesaikan pekerjaan, bahkan mengikuti dengan seksama semua proses yang diberikan.

“Saya salut. Ini luar biasa. Saya pikir ini tidak boleh berhenti di sini saja, tapi harus terus digalakkan supaya bisa memberikan contoh bagi masyarakat lainnya,” kata Safrudin.

Menanggapi proses pembelajaran itu, Yafeth Kontjol, peserta asal Kampung Wersar, memberi pujian. Menurutnya, apa yang dipelajarinya pada STS Mogatemin ini tidak pernah ia dapatkan di tempat lain. “Saya sudah sering ikut-ikut pelatihan dari tahun ke tahun, tapi yang seperti ini baru saya dapat di sini,” katanya. Karenanya, ia memberikan ucapan terima kasih kepada EcoNusa yang menginisiasi STS ini. Ia berharap, STS dapat terus dilakukan tiap tahun sehingga dapat membantu masyarakat menjadi lebih pintar mengelola potensi alamnya

Editor: Nur Alfiyah & Lutfy Putra

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved